...***...
"MasyaAllah...!" Bastian begitu terpukau akan keindahan rambut lebat dan hitam berkilau milik Safira. Karena memang Safira selalu merawatnya meski dirinya berhijab. Lalu Bastian mengulurkan tangannya menyentuh surai lurus sebahu itu dengan lembut.
"Inikah yang kamu sembunyikan di balik hijabmu selama ini, Fira? Ini sungguh sangat cantik. Dan ternyata, aku memang tidak salah bila mengagumimu. Bahkan rasa kagum ini lambat laun tumbuh menjadi cinta yang begitu subur di hatiku." Bastian mencium rambut Safira yang masih tercium bau shampo itu dengan penuh perasaan, lantas beralih pada kening dan menciumnya lama sekali, seolah menyalurkan perasaannya.
Setetes air jatuh dari mata elangnya, mengenai kening Safira dan Bastian segera menghapusnya.
"Maafkan aku, Fira." Kemudian Bastian segera berdiri dan berlalu meninggalkan istrinya dengan perasaan sesak memenuhi rongga dadanya.
Safira membuka mata indahnya, yang sudah penuh oleh genangan airmata, ketika suara langkah kaki Bastian telah menjauh. Namun ia tetap diam di tempatnya merebahkan diri. Airmata pun meluncur deras tanpa bisa ia tahan lagi.
Safira mendengar semua curhatan Bastian, setiap kata yang pria itu ucapkan membuatnya berada dalam dilema.
Ditariknya nafas yang terasa berat, untuk menetralisir gejolak di dalam dadanya. Safira terisak dalam diam, membayangkan kenyataan hidup yang akan ia jalani nantinya.
°
Bastian melipir ke balkon kamarnya, untuk menenangkan gelenyar aneh yang menjalar ke sekujur tubuhnya. Dia pria dewasa, tentu tidak bodoh dengan hal demikian, meskipun belum pernah ia melakukannya.
Bastian meremas kuat rambutnya, merasa frustasi sambil menengadahkan kepalanya ke atas. Ingatannya kembali pada kejadian pagi hari tadi sebelum ijab kabul dilaksanakan.
Flashback on
Pagi subuh hari terjadi kegaduhan di salah satu kamar hotel tempat menginap sang calon mempelai wanita. Saat itu MUA yang bertugas merias mempelai wanita melaporkan bahwa kamar dalam keadaan kosong.
Bastian yang mendapat laporan langsung menuju lokasi, untuk mencari tahu kebenarannya. Dan ternyata benar, kamar tersebut memang masih rapi, bahkan kamar mandi pun tampak kering.
Bastian dengan cepat meraih telepon dan menghubungi rumah Farah sang mempelai wanita, tetapi mendapat jawaban dari asisten rumahtangga, jika Farah belum sampai di rumah dari tadi malam.
Tak kehilangan akal Bastian menelpon rumah sakit tempat Farah bekerja sebagai dokter, tetapi pihak rumah sakit justru mengatakan jika Dokter Farah telah meninggalkan rumah sakit usai menyelesaikan operasi.
Bastian lalu mendudukkan diri di kursi sambil memijit pelipisnya. Kepalanya mendadak pusing dengan pikiran berkecamuk. Bagaimana tidak pusing beberapa jam lagi akan dilangsungkan akad nikah mereka, tetapi hingga saat ini belum ada kabar dan entah berada di mana.
Maka pagi itu juga dilakukan pencarian terhadap Farah. Bahkan Tuan Gustav mengerahkan anak buahnya serta menyewa detektif swasta untuk mencari calon menantu mereka.
Semua orang terlihat cemas, terutama Nyonya Hanum, ibunda Bastian. Beliau tampak sangat terguncang, bahkan tak kuasa menahan tangisnya. Calon menantu kesayanganya, tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi, tanpa kabar berita.
Hingga menjelang siang belum ada tanda jejak ditemukannya Farah Dilla sang mempelai wanita, sedangkan pernikahan tak mungkin dibatalkan. Pak penghulu bahkan sudah tiba di tempat acara sejak pagi tadi dan tidak bisa menunggu lebih lama.
Di tengah pikiran Bastian yang kacau, bayangan Safira tiba-tiba terlintas di dalam benaknya. Maka ia pun segera mendekati seorang gadis yang saat itu tengah sibuk memeriksa tempat berlangsungnya acara, untuk memastikan pernikahan berjalan dengan lancar lagi sempurna, karena gadis itu yang bertugas sebagai penanggungjawab.
"Safira, aku butuh bantuanmu. Tolong, ikut aku sebentar!" titah Bastian.
"Baik, Tuan." Safira mengangguk, lalu mengikuti langkah Bastian menuju salah satu ruangan, di mana ternyata keluarga besarnya telah berkumpul guna membahas calon pengantin pengganti untuk Bastian.
"Aku sudah memutuskan Safira lah, yang akan menjadi istri pengganti untukku," ucap Bastian tanpa keraguan dan tangannya langsung menggenggam tangan Safira serta menautkan jemari mereka.
Safira terkesiap dengan mata membelalak, mendengar ucapan tersebut, dan melayangkan protes.
Flashback end.
"Maafkan aku, Fira. Aku tahu ini salah, tapi tidak bolehkan jika aku egois? Aku mencintaimu, dan aku tidak bisa menahan perasaanku lebih lama. Tolong... maafkan aku!" Tubuh Bastian merosot ke bawah, dan dia menumpahkan segala resah yang menghimpit dadanya dengan menggigit bibirnya kuat-kuat agar tangisnya tak menimbulkan suara.
°
Fajar menyingsing di ufuk timur, pertanda pagi mulai menjelang. Safira terbangun dari tidur nyenyaknya, dan dia sempat terhenyak dengan kening berkerut saat menyadari bahwa dirinya berada di atas tempat tidur. Akan tetapi, ia hanya mengangkat kedua bahunya, lalu berjalan perlahan menuju kamar mandi.
Safira berniat mandi pagi untuk menyegarkan jiwa dan raganya, agar selalu berada dalam kewarasan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk di depannya nanti, termasuk hal tak terduga yang mungkin saja dilakukan Nyonya Hanum.
Selesai mandi, Safira terpaksa keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk sebatas lutut saja, karena ternyata dirinya lupa membawa pakaian ganti.
Namun sebelum keluar, ia menatap ke sekeliling kamar memastikan tidak ada orang di dalam ruangan tersebut. Yakin bahwa hanya dia sendirian di kamar itu, Safira segera keluar dari kamar mandi, lalu mengambil baju dan perlengkapan lainnya untuk dirinya pakai. Maka dengan santainya Safira melepaskan handuk yang membungkus tubuhnya dengan posisi membelakangi ranjang, lalu memakai pakaiannya.
Sementara itu, Bastian baru saja membuka matanya dan menyadari Safira tidak ada di sampingnya. Dia segera bangun, tetapi seketika matanya membelalak penuh kekaguman, menyaksikan pemandangan pagi hari yang sangat menyilaukan matanya.
Sesosok tubuh yang ramping dengan kulit halus kuning langsat terpampang nyata di depan mata, membuat dirinya susah payah menelan saliva.
Bastian tidak memungkiri tubuhnya langsung bereaksi, sehingga hampir saja dia tidak dapat mengendalikan dirinya. Dan sialnya tenggorokannya tiba-tiba terasa kering sehingga membuat dirinya terbatuk-batuk.
"Uhuk uhuk uhuk"
"Astaghfirullah al'adzim." Safira tersentak kaget, dengan serta merta meraih handuknya kembali dan memakainya.
"T-Tu-an...S-sejak kapan Anda ada di sini?" Safira bertanya dengan wajah pias, menahan rasa malu. Ingin rasanya ia menghilang dari dalam kamar itu.
"Aku...sejak semalam, aku bahkan tidur di sini," sahut Bastian santai, dia mencoba menetralisir debaran jantungnya.
"Hahhh...jadi?" Safira membekap mulutnya sendiri, tidak jadi melanjutkan ucapannya, dan menggelengkan kepalanya ribut.
"Ya... aku melihat semuanya. Tapi sayangnya hanya dari belakang saja. Itupun sudah membuat tubuhku bereaksi. Bagaimana jadinya jika aku melihatnya dari depan?" Bastian turun dari ranjang dan berjalan mendekat ke arah Safira.
"A-apa yang akan Anda lakukan, Tuan?" Safira tampak panik seraya memeluk dirinya sendiri dengan sikap waspada.
"Kita sudah sah menjadi suami istri, Fira. Aku rasa sudah sewajarnya jika kita melakukannya, bukan?“ bisik Bastian yang membuat wajah Safira menegang seketika.
Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya...?
***
Bersambung....
Bila berkenan silakan tekan permintaan update....😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
〈⎳Mama Mia✍️⃞⃟𝑹𝑨
jangan sampai nanti doa kembali pas bas fira dah hepi
2025-04-06
1
ora
Tapi kasihan Safira. Apalagi dapet mertua modelan Nyonya Hanum🤧🤧🤧
2025-04-06
1
ora
Bastian kamu baru bangun tidur loh🤭🤣🤣
2025-04-06
1