--- Natalie POV ---
"Hallo, sayang. Bagaimana malam pertamamu dengan Nicho?"
Aku tertawa garing saat mendengar pertanyaan yang terlontar jelas dari Ibuku lewat telepon itu. Dan aku yakin, bukan hanya ibuku yang sedang menunggu jawabanku saat ini. Adik bungsu ku juga sepertinya sedang menguping disana.
"Nat, kok diam? bagaimana? apa sudah?"
Ibuku ini. Selalu saja bersikap seperti ini. Rasa keingintahuannya terhadap sesuatu selalu saja berlebihan.
"Bu, udah ah. Apaa sih?" Aku benar-benar tak ingin menjawab pertanyaan yang satu ini. "Ngomong-ngomong Ayah dimana? kenapa dari tadi aku tidak mendengar suaranya?"
"Ayah lagi bersihin burungnya, Kak."
"Oh," Aku hanya ber oh ria mendengar jawaban adikku, Neva. "Kalo Kak Nada?"
"Nada pergi sama pacar barunya. Kakak mu yang satu itu bikin Ibu pusing terus setiap hari. Bukannya cepet nikah malah gonta ganti pacar terus, emang itu cewek gak perlu dikasih makan apa."
Jawaban ibuku terdengar sangat kesal. Aku yakin saat ini ibu sedang merutuki anak pertamanya itu. Aku tak tahu banyak memang tentang Kakak sulungku itu. Pasalnya sejak lulus kuliah, aku memilih tinggal di kotsan meskipun jarak rumah dengan kantor ku tak begitu jauh. Entah mengapa aku tak terlalu suka suasana rumah, apalagi semenjak ayah bangkrut. Ibu sering bertengkar dan aku tidak suka melihat itu. Lebih baik aku tinggal sendiri, bukan karena ingin menjadi anak yang tak berbakti. Hanya saja aku ingin lebih fokus bekerja agar bisa membantu perekonomian keluarga, dan akhirnya ibu tidak bertengkar lagi dengan ayah hanya karena uang.
"Yasudah kalau begitu Natalie tutup dulu ya, Bu teleponnya. Aku mau ke kamar kecil dulu."
"Yasudah kalau begitu .. oiya, Nat. Kalau bisa besok tolong transferin uang ya ke ATM ibu. Tas ibu yang kamu belikan tempo hari udah sobek. Ibu malu kalau pergi arisan sama temen-temen."
Natalie menghembuskan nafasnya kasar. Perasaan belum ada satu tahun dia memebelikan tas ber merk LV tepat di hari ulang tahun Ibunya itu. Natalie ingat betul, saat itu Nicholas bahkan yang membayar harga tas mewah itu. Sejujurnya Natalie sendiri memang tidak akan sanggup membelinya. Gajinya saja satu bulan tidak akan sanggup membayarnya. Namun karena Ibu Natalie pernah memberikan kode saat Nicholas datang ke rumah Natalie untuk sekedar berkunjung, akhirnya Nicholas pun membelikannya.
"Yasudah, besok aku transfer ya Bu. Tapi kalau untuk beli tas LV gak bakal cukup. Ibu beli tas yang biasa aja yah. Yang penting awet."
"Kalau uang di ATM kamu kurang, minta suami mu saja yang tajir melintir itu, Nat. Ibu yakin, pasti dia tidak akan keberatan memberikan sedikit uangnya untuk Ibu mertua tercintanya ini."
"JANGAN NATALIE!"
Aku tersentak kaget saat mendengar suara ayah yang seakan membentak di jauh sana.
"Jangan biasakan menuruti kemauan Ibumu. Transfer saja sisa uang yang ada di ATM kamu! itupun jangan semuanya! sisakan sebagian untuk keperluanmu."
Suara ayah kembali tenang. Aku yakin ponsel itu sekarang sudah di tangan ayah. Dan aku juga yakin ibu pasti sedang memajukkan bibirnya. Dan setelah menutup telepon ini, ayah dan ibu pasti bertengkar lagi.
"Yasudah yah. AKu tutup teleponnya dulu ya, Yah."
"Iya sayang, selamat istirahat yah!"
Aku menurunkan ponsel dari telingaku dan memutuskan sambungannya setelah sebelumnya aku mendengar sedikit perdebatan kecil antara kedua orang tuaku.
"Ayah kenapa sih? ikut campur terus urusan Ibu?"
"Bukan begitu, Bu. Mereka kan baru saja menikah, apa tidak malu jika ibu langsung meminta uang dari menantu kita?"
"Alahhhhh, Ayah ini munafik memang."
Lagi-lagi aku menghembuskan nafasku gusar mendengar Ayah dan Ibu selalu saja mempermaslahkan hal sepele. Ibu sih lebih tepatnya yang sering memulainya. Tapi untung saja ayah sabar. Dia selalu mengalah kalau emosi ibu sudah benar-benar memuncak ayah pasti diam. Ibu beruntung punya suami yang mau menerima segala kekurangan Ibu, dan aku pun berharap Nicholas pun seperti itu. Menerima segala kekuranganku.
Malam ini adalah malam pertama ku dengannya, ya dengan Nicolas. Aku sudah menyiapkan tempat tidur Serapi mungkin, menyemprot tubuhku dengan parfum paling wangi yang ku miliki. Aku sengaja membelinya dari hasil tabunganku selama bekerja, karena aku takut Nico tidak suka jika aku memakai parfum murahan yang biasa aku pakai sehari-harinya.
Aku sudah menunggunya di tempat tidur yang ku taksir harganya ratusan juta ini. Dia sangat empuk sekali, bahkan rasanya aku tak ingin beranjak dari tempat ini. Tapi kemana Nico?Aku sudah menunggunya hampir 2 jam disini, sampai-sampai aku bosan membaca novel di gadget ku, dia masih belum juga datang, padahal jam sudah menunjukkan pukul 22.00.
Brugg
Pintu itu tiba-tiba terbuka, awalnya aku terkejut, kenapa dia tidak mengetuk terlebih dulu. Tapi setelah aku tahu jika yang datang adalah Nico, aku mengurungkan niatku untuk menegurnya.
"Kamu darimana saja? kenapa baru pulang?"
Nicolas tak menjawab pertanyaan ku. Dia berjalan sempoyongan melewatiku, bau mulutnya sepertinya dia baru saja mabuk.
Apa yang terjadi dengannya? baru kali ini aku melihat dia mabuk.
"Nico, kamu kenap .. "
brugg
Tubuhnya ambruk di lantai, bahkan dia memuntahkan cairan yang membuatku mual tak kuat menahan baunya.
Malam pertama yang ku kira akan sangat indah ini hancur begitu saja ketika pada kenyataannya aku hanya merawat suamiku yang pingsan karena mabuk.
Aku mengurus semuanya sendiri, mulai dari membersihkan muntahannya, membopongnya ke kasur, mengganti bajunya, sampai mencuci kaki dan tangannya. Karena aku baru sadar jika di rumah semewah ini ternyata Nicolas tidak memiliki seorang asisten rumah tangga satu pun. Jadi, mau tak mau aku harus mengurus semuanya sendiri.
Awalnya aku sedikit aneh, tapi setelah ku pikir-pikir, itu hak dia. Atau mungkin asisten rumah tangganya memang sedang diliburkan sementara waktu, entahlah aku pun tak tahu. Mungkin esok setelah dia sadar aku akan menanyakan padanya.
Untuk mengusir rasa suntuk yang menyelimuti malam pertama ini, aku membuka kembali ponsel dan mulai membaca sebuah novel yang menceritakan CEO tampan dan sombong yang jatuh hati pada gadis miskin. Iya, aku suka sekali. Disini aku seperti sedang membaca kisah ku sendiri dengan laki-laki tampan di sampingku.
Tling
Ponselku bergetar, aku membuka isi pesan yang baru saja masuk. Ternyata dari Kevin, dia adalah rekan kerja sekaligus figur Kakak yang paling perhatian dan peduli padaku. Meskipun orang menilai dirinya adalah manusia Es yang jarang sekali bicara apalagi tersenyum itu, tapi tidak bagiku. Dia adalah sosok paling teduh dan hangat yang paling nyaman saat aku butuh sandaran.
Tapi kenapa dia mengirim pesan padaku malam-malam begini?
Tak lama aku langsung membuka pesan itu,
"Apa kau baik-baik saja, Natalie?"
Aku mengernyitkan dahi ku, kenapa dia bertanya seperti ini padaku? memangnya aku kenapa? aku baik-baik saja.
"Tentu aku baik-baik saja. Ada apa denganmu? kenapa kau bertanya seperti itu?"
Tak ada balasan lagi darinya, pesan ku hanya ter centang dua garis biru, itu artinya dia sudah membacanya.
Aneh sekali rasanya, dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Dia selalu dengan cepat membalas setiap pesanku. Tapi sudahlah, mungkin dia sudah tidur pikirku. Besok aku akan menanyakan itu ketika aku bertemu dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Gia Gigin
Mungkin Nico punya cerita masalalu 🤔
2021-03-21
0
Bella 🐻
bahasanya bagus
2021-02-13
1
Sulati Cus
jgn2 cm di jadiin art atau pajangan
2020-07-31
1