...🍒🍒🍒...
Mata yang semula terpejam itu perlahan terbuka. Sorot lampu menghalangi penglihatannya dalam sekejab. Tenggorakannya terasa kering dan kepala yang berdenyut pusing.
"Air..." suaranya terdengar lemah dan lirih.
Tak lama, samar-samar gadis itu melihat siluet seorang pemuda tengah menatapnya yang ia sendiri tak tahu apa arti tatapan itu.
Pemuda itu membantunya meminum air dengan melepas alat bantu pernafasan yang menutupi hidung serta mulutnya. Lalu mendekatkan gelas yang sudah diberi sedotan agar lebih mudah.
Pemuda itu tak kunjung mengeluarkan suara. Dirinya pun terlalu lemah untuk sekadar membuka mulut. Hingga suara pintu dibuka terdengar. Seorang pria berjas putih datang menghampirinya.
"Kapan Nona Arana sadar?"
"Baru saja."
Arana? Siapa Arana. Dia seperti tak asing dengan nama itu.
Ah, bukankah itu nama tokoh figuran di novel yang ia baca sebelum tragedi itu terjadi. Nara kira dia akan mati. Tak sangka ia masih bisa membuka mata.
Dokter itu memeriksa denyut jantung Nara. Mata, mulut, serta tekanan darah tak luput dari pemeriksaan dokter itu.
"Nona Arana sekarang baik baik saja. Namun dia masih terlalu lemah. Ini wajar, mengingat Nona Arana koma hampir satu minggu. Perlahan, kondisinya akan stabil."
"Terimakasih."
"Baik. Kalau begitu, saya tinggal dulu. Ini kabar yang baik, saya akan segera memberitahu Tuan dan Nyonya Wilson."
Dokter itu pergi. Menyisakan Nara dengan pemuda asing itu yang kini duduk di samping bankar-nya.
Saat merasakan elusan lembut di rambutnya, Nara seketika menatap pemuda itu bingung.
"Butuh sesuatu?" ucap pemuda itu terlampau lembut. Ibu jarinya mengusap kening Nara yang sedikit berkeringat.
"Lo sia...pa?"
Elusan di rambutnya terhenti. Pemuda itu menatap dirinya tanpa ekspresi. Tidak sebelum sebuah kekehan menyapa indra pendengaran Nara. Tawa yang terdengar sinis.
"Segitunya ya?" ucapnya ambigu membuat Nara semakin bingung.
"Segitunya lo nggak mau gue ada di dekat lo? Sampai-sampai lo pura-pura hilang ingatan bahkan di saat kondisi lo yang seperti sekarang?"
"Mak...maksudnya apa..."
Sialan. Saat tubuh dan otaknya tidak bisa diajak kompromi dirinya harus memikirkan hal yang membuatnya bertambah pusing.
Ada yang salah dengan pertanyaannya. Nara hanya tanya siapa dia. Apakah salah. Di saat seharusnya orangtuanya yang berada di sampingnya, kenapa malah pemuda asing ini yang berada di ruangannya.
"Jangan pura-pura lagi Arana. Berhenti bersandiwara. Lama-lama gue muak."
Setelahnya, pemuda yang Nara tak kenal itu pergi keluar dari ruangan dengan marah. Meninggalkan Nara sendiri. Namun gadis itu masih terpaku dengan panggilan pemuda itu untuknya.
Arana. Pemuda itu memanggilnya Arana. Namun, bagaimana bisa. Namanya Nara. Bukan Arana.
Ingatan Nara terlempar ke beberapa menit yang lalu. Ketika dokter yang memeriksanya mengucapkan sesuatu yang sepertinya pernah Nara dengar.
"Ini kabar yang baik, saya akan segera memberitahu Tuan dan Nyonya Wilson."
Wilson. Arana Wilson.
Bukankah itu nama tokoh figuran di novelnya. Tunangan dari antagonis cerita yang berakhir mati karena dibunuh oleh seseorang.
Seseorang yang belum ia ketahui namanya karena keburu jatuh dari atap sekolah.
"Awss..." Nara merintih kala merasakan pusing yang luar biasa. Kedua tangannya meremat rambutnya yang sedikit lepek. Berharap pusingnya segera menghilang.
Sayangnya bukannya mereda sakitnya malah bertambah. Bak ribuan jarum menusuk-nusuk kulit kepalanya, Nara mengerang kesakitan.
"Ssakitt!"
"Tolong. Siapapun tolong arghh!"
Sekelibat bayangan berbagai peristiwa bertubi-tubi menyambangi otaknya. Dan hal itu membuatnya semakin mengerang kesakitan.
"Sakittt...!"
Kamu adalah orang terpilih, untuk memperbaiki segala yang rusak...
Suara asing tak bertuan muncul secara tiba-tiba. Memaksa masuk ke dalam indra pendengaran Nara di saat gadis itu kepayahan menahan segala rasa tak nyaman di tubuhnya.
"Hah...hah..." nafas Nara mulai tersendat.
Benahi alur yang tidak selaras dengan aturan kehidupan...
"Hah...sakit..." tubuhnya melemah kembali. Bunyi monitor terdengar nyaring.
Jalani kehidupan barumu, lakukan tugasmu, dan nanti setelah semuanya kembali ke posisinya, kamu akan menerima imbalan yang setimpal...
"To..tolong...."
Sebelum matanya benar-benar terpejam, Nara masih sempat mendengar pintu dibuka dengan keras. Lalu disusul teriakan penuh ke khawatiran.
"Arana!!"
Detik itu juga, ia menyadari. Hidupnya telah berubah. Segalanya tak akan lagi sama.
...•...
...•...
...•...
...🍒🍒🍒...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments