Sejak malam itu, Xavier senantiasa menghabiskan waktu bersama Evillia (tatkala yang lain) tidur hingga lewat tengah malam.
Evillia membantu lebih banyak dalam meningkatkan keahliannya dalam Acceleration, Enhancement, dan Manipulation.
Karena itu, Xavier hanya menggunakan waktu latihan normalnya untuk meningkatkan kemampuan dan teknik bertarung. Hasilnya, ia jadi lebih cepat berkembang dibandingkan yang lain. Musuhnya adalah Emperor dan pengawal-pengawalnya yang tangguh, Xavier tidak mau membuang-buang waktu hanya untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Seperti malam-malam lalu, malam ini pun Xavier menghabiskan waktu tengah malamnya dengan Evillia.
Namun, tidak seperti biasanya, keduanya tidak berada di halaman belakang. Mereka kali ini berada di ruang latihan bawah tanah. Evillia ingin melihat sudah sejauh apa Xavier berkembang. Pun Xavier ingin mengetes kemampuan penuhnya melawan Evillia. Oleh sebab itu, keduanya kini berdiri berhadap-hadapan dengan ekspresi serius di wajah.
Xavier menghirup napas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan. Ia menyelimuti tubuh dengan mana, menerapkan teknik Acceleration dan Enhancement. Xavier lalu melesat menerjang Evillia yang menunggu menyambut serangannya.
Kepalan tangan kanan Xavier melesat tajam mencoba mengenai wajah jelita Evillia, tetapi sang elf bertubuh mungil menghindar dengan mudah. Xavier melontarkan pukulan beruntun. Evillia menepis semua pukulan tersebut dengan hanya satu tangan. Tetapi Xavier tak menyerah begitu saja. Ia memusatkan aliran mana pada kedua kepalan tangan dan melanjutkan pukulan beruntun.
Bibir Evillia perlahan-lahan melengkung. Meskipun ia dapat memblok semua pukulan Xavier dengan mudah, kakinya sudah terseret beberapa langkah dari titik awal tempatnya berdiri. Bagus sekali, jika perkembangan Xavier secepat ini, maka dalam beberapa tahun dia akan menjadi Magic Master tingkat tinggi.
Karena itu, Evillia tidak akan menahan diri. Ia memblok tendangan menyamping Xavier dengan tangan kiri, kemudian dengan gerakan cepat mendaratkan tinju tangan kanan ke perut Xavier. Anak beriris merah darah itu berusaha melindungi diri, tetapi kecepatan Evillia masih jauh di atasnya.
Alhasil, Xavier terlempar jauh ke belakang, menghantam dinding dengan cukup keras. Mulutnya sedikit terbuka memuntahkan sejumlah saliva. Jika ia tak membaluti tubuhnya dengan mana, sudah pasti pukulan itu akan menimbulkan luka dalam, dan benturan barusan akan membuat tulang-tulangnya retak.
Evillia sangat kuat, batin Xavier sembari berusaha bangkit. Namun, tepat setelah matanya berkedip, Evillia sudah berada di hadapannya dengan tinju melayang menerjang wajah.
Dhuakkk!
Xavier kembali menghantam dinding dengan lebih keras. Tulang-tulangnya serasa retak, rahangnya sakit bukan main.
Rasa sakit yang menerjang tubuhnya tak berhenti sampai di situ. Kaki kanan Evillia sudah terangkat, bersiap-siap menghantam tubuhnya. Xavier yang tak ingin kembali menerima serangan, seketika menyelubungi tubuhnya dengan api hitam yang membara. Evillia sontak melompat mundur menghindari api yang, meski tak meradiasikan panas, dapat membakar segalanya.
Xavier bangkit terengah-terengah, api hitam menyelubungi tubuhnya layaknya baju zirah. Ia memuntahkan darah yang berkumpul di mulut, melesat menerjang ke tempat Evillia berdiri. Ia tidak punya pilihan lain selain melakukan ini, kalau tidak maka ia hanya akan menjadi sasaran tinju elf itu.
Evillia tak ambil pusing dengan Xavier yang melesat tajam ke arahnya. Elf beriris biru langit itu menggerakkan jemari tangannya, seketika puluhan lingkaran sihir kecil muncul mengelilingi dirinya dan Xavier. Akar-akar pohon mencuat tajam dari lingkaran sihir, membabi buta melesat menyerang Xavier.
Xavier membuat api hitam yang menyelimuti tubuhnya membesar, membakar setiap akar pohon yang mendekat. Kemudian Xavier mengulurkan tangan kanan ke depan, sebuah lingkaran sihir biru besar muncul di hadapannya. “Fire Stream,” ucap Xavier, seketika semburan api biru keluar meluap-luap dari lingkaran sihir biru, menerjang semua yang ada di hadapannya.
Evillia tak gentar. Ia menghilangkan semua lingkaran sihir yang mengelilinginya dan Xavier lalu membuat belasan lingkaran sihir hijau kecoklatan di depannya. Kemudian lingkaran sihir itu lenyap dalam sekejap dan digantikan oleh belasan tembok kayu yang masing-masing memiliki tinggi, lebar, dan panjang seperempat meter. Tetapi itu tak dapat berbuat banyak, api biru langsung melahap semuanya dan membuat api itu semakin liar dan membara.
Bibir Evillia kembali melengkung. Kemahirannya dalam sihir tumbuhan masih jauh dibawah Evana, sangat wajar melihat api-api itu melahap sihir buatannya dengan sangat mudah. Tetapi berbeda lagi dengan sihir utamanya. Evana tak akan mampu melukainya jika ia bersungguh-sungguh. Bahkan, dirinya tidak berani menggunakan kekuatan penuh sihir bintangnya, karena ia sendiri tidak akan mungkin selamat dari Supernova. Seperti kata Evana, sihir bintang miliknya adalah sihir paling destruktif di dunia ini yang dia tahu. Oleh sebab itu, ia harus menahan diri dari menggunakan sihir utamanya jika tidak ingin melenyapkan segala yang ada di sekitar.
Semburan api biru melesat tajam menyembur elf mungil berambut panjang agak ikal yang seputih salju. Tetapi bukannya membakar sang target, api biru yang meluap-luap itu justru berbelok dan berkumpul mengelilingi gadis tersebut. Sebelum akhirnya terkonversi menjadi suatu substansi biru keputihan yang memancarkan percikan-percikan seperti petir yang menyambar-nyambar.
Xavier yang melihat semua itu segera menghilangkan lingkaran sihirnya, menghentikan serangannya. Matanya sedikit membelalak, wajahnya dipenuhi keterkejutan. “Bagaimana bisa…?”
“Apa kau tahu, kalau api itu adalah perubahan gas menjadi plasma?” tanya Evillia dengan pandangan tertuju pada plasma yang menyelubungi dirinya. “Apa kau tahu, kalau matahari dan bintang-bintang itu semuanya adalah plasma?” tanyanya lagi seraya mengangkat tangan kanan.
Seketika, substansi biru keputihan itu berputar lalu menuju dan berkumpul di telapak tangan sang elf. Itu membentuk bola yang sangat kecil namun berpendar terang hingga membuat Xavier harus menyipitkan mata. Pun panas yang diradiasikan bola itu sangat tinggi, jauh melampaui api biru miliknya. Jika dibiarkan terus, ia dan seisi ruangan ini akan meleleh.
Menghirup napas dalam-dalam, Xavier membuat energi yang meradiasikan panas itu menjadi menyebarkan hawa dingin, membuat suhu ruangan perlahan-lahan menurun.
Evillia menaikkan sebelah alisnya begitu menyadari hawa panas yang diradiasikan bola plasmanya menghilang, digantikan hawa dingin. Meskipun plasma di tangannya masih sangat panas, tetapi panas itu sama sekali tidak meninggalkan bola plasma miliknya.
“Sihirmu itu sangat menarik dan misteriu. Tapi, bagaimana jika aku terus menekan bola plasma panas ini ke tingkat tertinggi, apa yang bisa sihirmu lakukan?”
Xavier memfokuskan seluruh konsentrasinya pada bola plasma kecil itu, dan sedetik kemudian energi yang membentuk bola plasma itu pecah, terdispersi dan menghilang.
“…!”
Evillia, untuk pertama kali dalam hidupnya, tidak bisa menahan diri untuk tidak terkejut. Namun, raut keterkejutan itu hanya bertahan beberapa detik, sebelum kemudian tawa jahat terlepas dari mulutnya dan memenuhi ruangan bawah tanah.
Dan tatkala tawa itu mereda, puluhan lingkaran sihir merah kehitaman sudah tersusun rapi di belakangnya. Dari lingkaran-lingkaran sihir itu, keluarlah bola-bola energi merah kehitaman yang diselimuti percikan-percikan listrik hitam kemerahan yang menyambar-nyambar.
Seketika Xavier mengambil langkah mundur. Bagaimana pun ia melihatnya, ia akan mati jika bola-bola itu mengenainya. Ia tidak bisa menggunakan sihir apinya untuk menahan bola-bola yang jika mengenai sesuatu pasti akan meledak. Pun Xavier tidak bisa menggunakan sihir uniknya untuk membuat bola-bola energi berbahaya itu runtuh, saat ini ia hanya bisa memfokuskan pikirannya pada satu bola pada satu waktu.
Apa yang harus ia lakukan? Wanita itu tak sungguh-sungguh akan melontarkan bola-bola itu padanya, ‘kan?
“Multiple Extra Mini Less-Powered Supernova!” seru Evillia, dan bola-bola energi itu seketika melontar dengan kecepatan yang tak bisa mata Xavier ikuti.
Wanita ini, wanita sadis ini! Sialan!!!
Buum! Buum! Buum! Buaammmm!
Evillia menyipitkan mata memandang ledakan demi ledakan yang ia sebabkan.
Kendati ledakan-ledakan itu terbilang sangat kuat, ia telah mengontrolnya sehingga kekuatan ledakan tidak lebih kuat dari pertahanan yang artefak-artefak sihir ciptakan untuk melindungi ruangan. Evillia memang belum pernah bertemu siapa pun yang bisa menggunakan [rune magic], tetapi ia sangat tahu sihir seberbahaya apa sihir unik tersebut.
Selain itu, Evillia menggunakan sihir utamanya karena ia sungguh percaya kalau Xavier tidak akan mati hanya karena serangan super lemahnya ini—kendati ia yakin itu cukup untuk membunuh seekor naga kecil. Sihir unik Xavier itu, Evillia ingin membuat Xavier lebih menguasainya.
Perlahan-lahan, kepulan asap akibat ledakan beruntun itu berangsur menghilang. Evillia memandangnya lekat-lekat, kakinya siap-siap melangkah jika ternyata Xavier terluka parah. Namun, apa yang terlihat oleh matanya seketika membuat Evillia mematung. Kelopak matanya terbuka lebar.
Xavier yang berambut merah gelap pendek acak-acakan, kini rambutnya memanjang sampai ke pinggang. Tidak ada luka sedikit pun padanya. Pun semua debu-debu yang menempel di wajah dan bajunya sudah menghilang total. Wajah anak itu tidak memancarkan apa pun, hanya kehampaan. Dan yang membuatnya mematung dengan mata melebar, adalah dua belas pasang sayap putih berbulu yang terbentang angkuh di punggungnya.
“Xavier” memandang dirinya dengan pandangan kosong, sebelum kemudian pemilik iris merah darah itu memandang kedua telapak tangannya.
“Tubuh yang lemah, sangat lemah hingga aku tidak bisa merasakan keberadaan putrinya Emiliel.”
Seluruh sel di tubuh Evillia menjerit memintanya melarikan diri dari makhluk yang telah mengambil alih tubuh Xavier. Namun, Evillia tak bisa bergerak, kakinya gemetaran dan tak bisa ia gerakkan. Seolah-olah seluruh tenaganya telah lenyap begitu saja.
Evillia memang tidak pernah membaca apa pun tentang malaikat, tetapi jelas yang ada di hadapannya saat ini adalah malaikat tingkat tinggi. Emiliel adalah nama dari Seraphim yang paling diagungkan oleh Emiliel Holy Kingdom. Hanya dengan satu kalimat itu, Evillia bisa menerka siapa sosok yang telah mengambil alih tubuh Xavier.
“Malaikat Agung Luciel,” gumam Evillia setenang yang mulutnya bisa.
“Xavier” mengalihkan pandangannya pada Evillia. “Elf? Bukan, hybrid? Hm… aku terkejut.” Meskipun dia mengatakan terkejut, ekspresi wajahnya masih tetap kosong. “Meskipun fisikmu adalah Elf, kau bukanlah Elf. Aku tidak tahu makhluk apa kau ini, sedang aku menyaksikan penciptaan dari ras pertama, Elf, hingga ras terakhir, Iblis. Biarkan aku, Luciel Yang Agung, tahu, ras apa kau ini.” Luciel melangkahkan kakinya ke depan, mendekati Evillia yang mematung.
Evillia mengerahkan segala daya dan upaya untuk melangkah mundur, tetapi kakinya tetap enggan melangkah. Dan semakin Luciel mendekatinya, tekanan yang ia rasakan semakin besar, hingga membuat pelipisnya dipenuhi keringat dingin.
“Aku Elf, namaku Evillia,” ucap Evillia, menyelimuti tubuhnya dengan mana, menerapkan Acceleration dan Enhancement ke tingkat yang paling maksimum yang ia bisa.
“Sepertinya kau adalah hasil dari eksperimen yang menjijikkan,” ucap Luciel dengan suara tanpa emosinya, “dan kau tahu itu namun tetap menganggap dirimu sebagai Elf,” lanjutnya seraya berhenti satu langkah di depan Evillia, mengangkat tangan kanan menyentuh pipi kiri gadis berambut seputih salju itu. “Kehidupan yang menyedihkan. Kedua orangtuamu dibunuh di depan matamu, lalu kau dijadikan objek eksperimen yang menjijikkan juga mengerikan bagimu, kemudian diselamatkan oleh wanita yang tersenyum sangat hangat padamu dengan syarat kau harus menerima keinginannya, kemudian kau tahu kalau wanita itu adalah dalang dari semua yang menimpamu. Pantas saja kau menjadi cukup kuat untuk menghadapi seorang Seraphim satu lawan satu. Aku sungguh mengasihani dirimu.”
Evillia terdiam, tubuhnya melemas, semua mana yang menyelimuti tubuhnya menghilang. “Bagaimana…...kau tahu semua itu?” tanya gadis itu, sorotan matanya menjadi hampa.
...***...
Tiga wanita bertopeng putih polos terlihat berlari dalam gelap malam di dalam hutan yang cukup lebat. Lari mereka cukup cepat, tetapi masih belum lebih cepat dari kuda yang berlari kencang.
Tiba-tiba wanita berambut biru menghentikan langkah kakinya, membuat kedua wanita berambut pirang yang mengapit di kiri dan kanannya ikut berhenti.
“Nona Zie?” tanya salah satu dari wanita berambut pirang.
“Kita kembali ke Evrillia sekarang juga, Em, En,” respons Zie seraya mengaktifkan lingkaran sihir teleportasi.
Em dan En yang melihat nona mereka tergesa-gesa itu tidak bertanya lebih lanjut. Mereka menganggukkan kepala dengan cepat. Kemudian lingkaran sihir itu aktif, lalu ketiganya menghilang dari gelapnya hutan.
Lingkaran sihir itu muncul di puncak rumah pohon besar di pinggiran kota, kemudian tiga orang wanita berambut pirang dan biru muncul di dalam lingkaran sihir tersebut.
“Em, En, temui Nona Evana!” perintah Zie, lalu dirinya, tanpa menunggu respons kedua wanita, langsung menjatuhkan diri ke bawah.
Dua sayap yang serupa dengan sayap kelelawar mencuat dari punggung Zie, membuat wanita itu melayang di depan jendela sebuah kamar di lantai ke dua dari atas.
“Tidak ada,” desis wanita itu kesal, lalu mengepakkan sayapnya menuju kamar lain di sisi lain rumah pohon besar. Namun tiba-tiba, kepakan sayapnya terhenti seketika. Pandangan Zie tertuju pada halaman belakang rumah pohon, tepatnya di bawah sebuah pohon beringin di sana.
Zie lalu menghilangkan kedua sayap dan menjadikan dinding pohon sebagai pijakan untuk melontarkan tubuhnya ke bawah.
Zie mendarat dengan elegan di depan pohon itu, mata memandang tajam seorang elf bertubuh mungil yang di pahanya tertidur pulas seorang anak laki-laki berambut merah gelap.
“Oh, kau sungguh datang….”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 392 Episodes
Comments
『Minecraft』
misteriu= misterius
2022-05-15
0
M Juliansyah
mantul
2021-06-25
0
Oo Oo
oke
2021-05-16
0