Evillia duduk tenang menikmati teh hangat di samping jendela ruang kamarnya—terletak tepat di bawah lantai di mana Xavier dan yang lainnya tinggal. Ia tidak tinggal sendiri di lantai yang memiliki dua kamar tidur ini. Camelia tinggal di kamar di seberang kamarnya. Elf yang lima puluh tahun lebih tua darinya itu mulai tinggal bersamanya di sini sejak 70 tahun yang lalu.
Selagi ia asik menikmati teh, pintu kamarnya dibuka, sosok Camelia tanpa topeng yang menutupi wajah masuk ke dalam. Wanita itu masih mengenakan pakaian ketat serba hitamnya, tetapi ekspresi yang terlukis di wajah cantiknya sangat jauh dari datar. Iris hijau gelap elf yang membuat kebanyakan wanita iri itu tampak berkilat-kilat. Dia melangkah perlahan-lahan mendekati Evillia yang duduk membelakanginya. Kedua tangannya terangkat, bersiap-siap memeluk sang pemilik ruangan dari belakang.
“Hentikan, Camelia, atau kupecahkan kepalamu.”
Camelia menghiraukan peringatan itu dan langsung melingkarkan kedua tangannya memeluk sang pemilik ruangan. Ia mendaratkan dagunya di bahu kiri Evillia lalu menempelkan dan menggesek-gesekkan pipi kanannya pada pipi kiri elf mungil itu. “Ah~, Illia lembut dan wangi seperti biasa~, biarkan kakak ini memeluk Illia selamanya!”
“Ca-Camelia, aku benar-benar akan memecahkan kepalamu, lho! Dan juga, kau bukan kakakku!”
“Illia~, lembut sekali, ah~, ayo panggil aku kakak, ka-kak, kakak, ayo panggil ka-kak~” Camelia tidak mempedulikan protes Evillia, ia sibuk memeluk dan menikmati kelembutan tubuh mungil gadis itu.
Perempatan-perempatan mulai muncul di pelipis Evillia. Ia lekas membuat akar-akar pohon keluar dari permukaan lantai dan langsung menarik paksa Camelia yang memeluk paksa dirinya.
Meski wanita ini sangat efektif dalam menjalankan tugas yang ia berikan, tetapi sifatnya yang satu ini sangat menjengkelkan. Dia akan menjadi menjijikkan seperti ini jika tak memakai topeng ataupun ketika hanya ada mereka berdua saja. Jika tidak karena kegunaannya, Evillia sudah pasti akan mengenyahkan wanita ini dari dekat-dekat dirinya.
“Jadi, bagaimana, siapa saja yang tidak puas pada kepemimpinan sang raja? Sangat disayangkan jika aku harus menyingkirkan mereka semua. Mengingat mereka dipilih oleh Evana dan ketiga lansia lainnya, aku tak akan terkejut jika ada.” Evillia membalikkan kursi, membuatnya duduk memandang tajam pada Camelia yang kedua tangan dan kakinya dililit akar-akar kayu.
“Ahahaha…mengenai hal itu, em…, aku belum memastikannya. Ta-Tapi tenang saja, jika Illia membiarkanku tidur bersama Illia malam ini maka esok harinya aku pasti akan langsung memastikannya, sumpah!”
Ekspresi Evillia mendatar, matanya menggelap. Tangan kanannya terangkat, telapak tangan mengarah ke wajah Camelia yang tiba-tiba pucat. “Sepertinya kau sudah merindukan Extra Mini Less Powered Supernova milikku, huh, Camelia?”
“Eh, tidak, tolong, jangan! Apa pun, asalkan jangan itu!” teriak Camelia, memandarang ngeri pada kumpulan titik-titik biru keputihan yang mulai berkumpul di telapak tangan Evillia. “Tidak! Tidak! Kumohon, jangan! Tidaaaaaaak!“
Buaaaaaaammmmmm!
Evillia menepuk-tepukkan tangannya menghilangkan noda yang sebenarnya memang tidak ada di tanga, kembali memutar kursi sehingga ia balik menghadap ke jendela.
Gadis elf bertubuh mungil itu kembali melanjutkan acara minum tehnya. Ia tidak peduli pada sebagian besar dinding kamar yang sudah tak berbentuk—membuat kamar Camelia terlihat jelas dari pantulan cermin di pinggiran jendela.
Tak berselang lama kemudian, Camelia kembali menghampirinya. Evillia dapat melihat penampilannya yang kacau juga darah yang sedikit mengalir keluar dari bibir wanita itu.
“Mengapa kau tidak mati saja?” celetuk Evillia dengan kening mengernyit.
“Ohohoho, jika Illia menginginkan aku mati, tentu Illia akan menggunakan Mini Less Powered Supernova. Sejatinya, Illia yang cantik dan lembut ini hanya malu karena senang aku menunjukkan cinta yang begitu besar pada Illia, bukan~?”
Evillia menghela napas lelah. Meladeni wanita di sampingnya ini memang selalu menguras tenaganya. Bagaimana bisa ada makhluk dengan kepribadian rusak seperti Camelia? Siapa yang membuat wanita ini menjadi menjijikkan seperti ini? Tidak mungkin dirinya, 'kan? Sungguh, jika Camelia tidak memiliki sihir yang sangat berguna maka ia sudah pasti akan menghabisi wanita ini saat ini juga.
“Jadi, siapa saja yang tidak perlu dibunuh?” tanya Evillia, kali ini ekspresinya murni serius.
Melihat ekspresi yang sangat jarang ditunjukkan Evillia, ekspresi Camelia pun menjadi serius. “Hanya Tuan Alforalis yang tidak senang dengan kepemerintahan Raja Elfranda. Selaras dengan itu, Raja Elfranda juga senantiasa mencari-cari kesalahan Tuan Alforalis agar bisa mencopot jabatannya sebagai Kapten pasukan pengawal elit kerajaan.”
Bibir Evillia melengkung tipis. “Alforalis ditunjuk langsung oleh raja kedua Kerajaan Elf, adik Evana, bukan begitu?”
Camelia mengangguk. “Selain karena dia yang terkuat di antara semua pasukan pengawal elit raja, itu juga adalah alasan mengapa tidak ada yang berani menurunkan posisinya sebagai kapten. Seperti yang Illia ketahui, Tuan Alforalis tetap teguh pada prinsip raja kedua Kerajaan Elf: memusuhi vampire. Tapi, raja-raja setelah adik Nona Evana itu justru berteman dengan vampire dan berselisih dengan Emiliel Holy Kingdom.”
Lengkungan bibir Evillia melebar. “Atur pertemuanku dengannya dalam tiga bulan, tepatnya setelah aku memenangkan permainanku dengan nenek tua Evana.”
“Oh, Illia akan langsung merebut tahta kerajaan?”
“Tentu saja,” angguk Evillia. “Sangat wajar jika yang pertama kali kulenyapkan adalah penanggung jawab dari kejadian hari itu, bukan begitu?”
Camelia mengangguk mengerti, kemudian beranjak lalu merebahkan dirinya di ranjang Evillia. “Ah~, bau Illia, sangat memabukkan~, bahkan rasa sakit di tubuhku sampai memberi kenikmatan~!”
Perempatan kembali muncul di pelipis Evillia, bibirnya juga berkedut-kedut kesal. “…Pergi dari kamarku, masokis sialan!”
“Eh, siapa yang masokis, Illia? Aku sama sekali bukan masokis! Ah, tapi, jika Illia ingin melakukan hal-hal yang sadis padaku, aku tidak keberatan menjadi masokis untuk Illia, sungguh!”
“Arrrghhhh! Aku ingin membunuh diriku sendiri karena tidak mau membunuhmu, sialan!” teriak Evillia frustasi, melempar gelasnya ke muka Camelia. Namun, bukannya mengaduh kesakitan, wanita itu justru mendesah kenikmatan.
Evillia menepuk jidatnya sendiri, beranjak meninggalkan ruangan miliknya, meninggalkan si masokis dalam fantasi menjijikkannya di ranjang Evillia.
Ia bukan hanya keluar kamar, melainkan keluar dari lantai kediamannya. Kaki mungilnya lalu menuruni tangga, membawanya ke lantai bawah. Evillia terus turun, hingga ia menemukan dirinya di pintu paling bawah yang mengantarkan siapa pun yang memasukinya ke halaman belakang rumah pohon ini.
Evillia membuka pintu besar itu, melangkah ke luar. Udara segar langsung saja memasuki indra pernapasannya, menyegarkan pikirannya dari pengaruh menjijikkan Camelia. Tatkala matanya menyusuri halaman belakang yang cukup luas, Evillia mendapati sosok Xavier bermeditasi di bawah sebuah pohon rindang. Mata anak itu terpejam, dia dikelilingi ratusan dedaunan yang menari-nari mengikuti aliran mana abu-abu gelap anak itu yang sangat liar.
“Bagaimana kau bisa keluar dari penghalang yang terpasang di sini?” tanya Evillia, sedikit penasaran. Pasalnya, penghalang yang dipasang oleh Evana menggunakan artefak sihir buatan legenda pandai besi Hernandez sangatlah kuat. Bahkan Evillia dulu sangat kesulitan membebaskan diri dari kurungan Evana. Namun, Xavier dapat melakukannya dengan mudah? Bagaimana caranya?
Mata Xavier terbuka, iris merah darahnya sedikit menyala dalam gelap. “Kau belum tidur, meski sudah selarut ini?” tanyanya dengan kening mengernyit, menghiraukan pertanyaan Evillia tadi. “Tapi aku tidak terlalu terkejut melihatmu, Nona Evillia, dan aku cukup beruntung karena kau bukan Nona Evana.”
“Ho?” Alis kiri Evillia sedikit terangkat, kakinya melangkah mendekati bocah berambut merah darah itu. “Aku tidak tahu kalau kau setertarik itu padaku. Tapi seperti yang kubilang, saat ini kau masih terlalu muda. Mungkin dalam delapan atau sepuluh tahun lagi aku akan mempertimbangkan perasaanmu.”
Ya, Evillia sangat yakin bocah ini sangat tertarik padanya. Pasalnya, Evillia seringkali mendapati Xavier memandang dirinya dengan intens, seolah-olah dirinya adalah puzzle yang harus diselesaikan. Dan, setiap kali ia melihat ke arah bocah itu, bocah itu selalu mengernyitkan keningnya—sepertinya kesal karena dia ketahuan olehnya memandang dirinya diam-diam. Ya, pastilah seperti itu.
Xavier mengernyitkan keningnya. Wanita ini, apa yang dia pikirkan sebenarnya? Setiap Xavier melihatnya tatkala dia memasang senyum jahat yang indah, wanita ini selalu membalas memandangnya dan sesekali menyeringai, juga terkadang mengatakan hal seperti tadi lalu diakhiri dengan kedipan mata.
Ia sudah mencoba mengamati ekspresi elf ini setiap kali mengatakan hal-hal yang mencurigakan, tetapi Xavier tidak benar-benar dapat mengerti, seolah-olah wanita ini memang sengaja mengatakan itu untuk membuatnya memandang gadis itu. Mengapa? Apa gadis ini…tertarik padanya? Ia terlalu muda untuk wanita ini, tetapi itu beda lagi dalam delapan atau sepuluh tahun.
Evillia mendudukkan diri di samping Xavier. Kepalanya sedikit ia majukan, memandang lamat-lamat wajah Xavier yang, harus ia akui, akan membuatnya cukup tampan ketika dia dewasa. Evillia memerhatikan baik-baik wajah itu, memastikan apakah asumsinya benar-benar sungguhan. Dan ketika ia melihat kernyitan di kening Xavier bertambah, Evillia menjadi sangat yakin kalau anak ini memang benar-benar menyukainya.
Xavier tidak ragu lagi. Wanita ini…wanita ini menyukai dirinya. Memang, Monica sering dekat-dekat dengannya, tetapi mata Monica tak memancarkan kepenasaran seperti yang dipancarkan iris biru langit Evillia. Wanita ini mengatakan delapan atau sepuluh tahun lagi akan mempertimbangkan perasaannya, tapi sepertinya yang ingin dia sampaikan adalah dia akan mengungkapkan perasaannya pada diri Xavier dalam delapan atau sepuluh tahun lagi.
Anak ini…
Wanita ini…
…dia akan jadi pion terkuatku, batin Evillia, tersenyum jahat.
…aku akan memanfaatkannya, batin Xavier, menyeringai jahat.
“Jadi, bagaimana kau bisa keluar dari penghalang?” tanya Evillia, menyandarkan tubuhnya pada batang pohon.
Xavier menghilangkan mana dari sekujur tubuhnya, membuat dedaunan yang bernari-nari jatuh berhamburan. “Aku memiliki sihir unik,” jujur Xavier, menghadapkan wajahnya pada Evillia. “Aku bisa membuat gravitasi berbalik arah dan membuat penghalang yang tak bisa ditembus menjadi ditembus.” Xavier membuat dirinya dan Evillia melayang untuk membuktikan perkataannya.
Evillia melihat ke bawahnya. Ia menemukan diri duduk melayang beberapa langkah di atas tanah. “Hoo, jadi kau menyembunyikan sihir yang menakjubkan ini dariku dan yang lainnya? Apa lagi yang bisa dilakukan sihir itu?"
Xavier perlahan-lahan menurunkan dirinya dan Evillia. “Masih banyak yang belum kuketahui, jadi aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti,” ucap setengah jujur Xavier. “Aku memang sengaja merahasiakan hal ini dari yang lain, tapi aku rasa aku harus memberitahukannya padamu. Kau sudah sangat banyak membantuku berkembang, Nona Evillia, rasanya aku akan baik-baik saja memberitahumu rahasiaku.”
“Ah, aku merasa tersanjung kau memercayaiku untuk mengatakan hal yang bahkan teman-temanmu tidak ketahui. Dan, panggil saja aku Evillia.”
Xavier sedikit menundukkan wajahnya, menahan dirinya dari menyeringai lebih lebar.
Evillia menggigit bibir bawahnya, menahan dirinya untuk tidak tertawa jahat.
Aku benar-benar akan memiliki pion terkuat.
Tidak kusangka ini akan sangat mudah, bidak pertama berhasil kudapatkan.
“Evillia….”
“Xavier….”
Bibir Xavier melengkung, membentuk senyum ramah seramah yang ia bisa.
Evillia pun melengkungkan bibirnya. Meski dia berusaha tersenyum ramah, bibirnya tetap menyiratkan niat jahat.
“Kalau begitu kau harus mempersiapkan dirimu, Xavier, aku akan melatihmu lebih keras lagi.”
“Tentu saja, aku akan melakukan yang terbaik untuk menguasai kedua sihirku.”
Evillia mengangguk, kemudian bangkit berdiri. “Aku harus kembali sekarang,” ucapnya, “kau pun harus segera beristirahat, Xavier.”
Xavier mengangguk. “Aku akan kembali sebentar lagi.”
Evillia lalu melangkah pergi, bibirnya melengkung lebar membentuk seringaian terlebar yang pernah terbentuk. Camelia sebagai pengumpul informasi dan mata-mata, lalu Xavier sebagai tangan kananku, juga kelima anak lainnya yang pasti akan sangat berguna…. Aku bisa membayangkan diriku menguasai dunia.
Xavier memandang punggung Evillia yang semakin menjauh. Meskipun aku masih belum tahu seberapa kuat dia, setidaknya dia punya akses langsung terhadap Evana yang berhubungan baik dengan Zie. Sebenarnya aku tidak perlu repot-repot karena Zie dan Evana juga menganggap Emperor sebagai musuh, tapi bisa saja mereka memutuskan untuk bersembunyi dari Emperor di tempatnya “ingatan” Hernandez. Aku harus membuat semuanya berkeinganan untuk menghancurkan Emperor, tidak peduli apa pun resikonya.
“Malam ini sangat indah, aku tak menyesal telah keluar,” gumam Xavier dan Evillia bersamaan, meski keduanya tak saling mendengarkan suara mereka satu sama lain.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Edited.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 392 Episodes
Comments
Penjelajah
hahaha
2022-12-20
0
Cam
astaga 🤣 saling memanfaatkan dalam artian yg berbeda 😌
2022-01-04
2
Cam
geli 😳
2022-01-04
2