Mentari sudah sepenuhnya terbenam tatkala kedua kereta kuda berukuran lumayan besar—yang masing-masing ditarik dua ekor kuda—itu berhenti melaju.
Seminggu telah berlalu sejak mereka meninggalkan Desa Carnal. Dalam seminggu itu, perjalanan berjalan lancar tanpa adanya hambatan berarti. Area yang melingkupi Desa Carnal hingga titik pemberhentian ketujuh mereka ini hanyalah padang rumput hijau dengan berpuluh-puluh pepohonan besar di tempat-tempat tertentu. Warna hijau terhampar sejauh mata memandang.
Akan tetapi, mulai dari titik ini mereka harus berhati-hati. Dalam tiga sampai empat hari lagi mereka akan mulai memasuki kawasan Hutan Kabut Mephisto, hutan yang terkenal karena ilusi yang ditimbulkannya yang dalam tingkatan ekstrem dapat membunuh seseorang—yang bermental lemah—yang masuk ke dalamnya.
Meskipun jarang sekali ada Magical Beast yang berkeliaran di luar area hutan, kedua kusir kereta kuda—yang Xavier yakini dua sampai tiga tahun lebih muda dari ayahnya—mengatakan kalau mereka beberapa kali pernah menemukan beberapa Magical Beast yang berkeliaran, terutama Panthera—yang memang terkenal sebagai predator di Hutan Kabut Mephisto. Karenanya, mereka harus berhati-hati ketika melanjutkan perjalanan esok hari.
Ada dua pasang tenda yang didirikan di dekat kereta kuda, satu berukuran besar dan satu lagi kecil. Di antara kedua tenda itu sudah terbuat api unggun kecil, cukup untuk menghangatkan dan menerangi malam mereka. Xavier dan kelima anak lainnya duduk mengitari api unggun itu, sedang kedua kusir yang bertugas mengantar mereka ke kaki Gunung Emerald menyiapkan santap malam.
Kedua kusir yang dipercaya ketua desa untuk mengantar mereka sangatlah profesional dan handal. Salah seorang dari mereka memiliki sihir elemental air, dia dapat menciptakaan air bersih dengan jumlah tertentu dari udara. Sedang satunya lagi sangat handal dalam memasak, dia juga memiliki sihir unik pendeteksi. Setelah berbicara banyak dengan mereka semalam, Xavier akhirnya tahu kalau mereka berdua adalah anggota dari Kongsi Dagang Andraste, sebuah kongsi dagang independen yang berada dalam manajemen yang sama dengan Serikat Sihir Andraste.
“Apa makanan kita malam ini, Paman Verdolf, Paman Yulagh?” tanya Monica pada kedua kusir yang sebaya itu tatkala keduanya menghampiri mereka dengan bawaan yang lumayan banyak.
“Sapi asap bakar dan sup kentang, Nona Monica,” respon Verdorf. Dia lelaki berperawakan besar berkulit coklat, rambutnya ikal berwarna coklat kehitaman.
“Seperti yang Verdolf bilang, Monica.” Yulagh memiliki tubuh yang lebih kecil dari Verdorf, rambutnya pirang pendek, tak sampai menyentuh telinga. Yulagh-lah yang menjadi juru masak di antara mereka berdua.
Yulagh membagi porsi makanan sama rata, kemudian ia mendudukkan dirinya di samping Verdorf yang duduk di samping Jose. Seperti biasanya, mereka semua menyatukan kedua telapak tangan mengucap syukur kepada sang dewa, Edenia, yang telah memberi mereka makanan. Xavier tidak berdoa, ia hanya melihat mereka berdoa, kemudian memulai makan ketika semuanya memulai menyantap hidangan.
Tentu saja jika ada ibunya di sini, sudah pasti ia berdoa sebelum makan. Tetapi ibunya tidak ada di sini; Xavier tidak punya alasan untuk berdoa. Toh, yang menyiapkan makanan itu Yulagh, sedang bahannya disiapkan ketua desa; satu-satunya jasa Edenia—nama dewa yang telah disebarkan oleh pihak gereja suci—adalah menciptakan dunia dan seisinya. Itu saja. Lalu, apa ia harus berterima kasih untuk itu? Tentu saja tidak; Edenia menciptakan dunia murni untuk kepentingannya sendiri.
Apa ia sendiri percaya kalau ajaran yang disebarkan gereja itu benar, bahwa Edenia adalah sang dewa? Untuk saat ini… Xavier tidak punya alasan untuk percaya.
Keesokan paginya, mereka melanjutkan perjalanan setelah sarapan dan membersihkan area kemah. Lebih cepat mereka bertemu dengan ketiga penyihir, lebih baik bagi mereka semua. Xavier cukup percaya diri untuk setidaknya mengalahkan prajurit biasa kekaisaran jika satu lawan satu, tetapi ia tidak akan bisa berbuat banyak di hadapan Panthera. Satu-satunya dari mereka semua yang bisa menghadapi Panthera satu lawan satu adalah Heckart, tetapi akan berbahaya jika ada lebih dari satu panthera.
Seandainya ia punya guru yang melatihnya sihir dan ilmu pedang, mungkin ia tidak akan merasa was-was seperti ini. Tetapi percuma saja berandai-andai, Xavier harus bisa memanfaatkan segala yang ia punya dengan baik. Dan setelah perjalanan ini selesai, ia akan mulai berlatih habis-habisan.
Barulah dua hari kemudian mereka mencapai titik temu di mana tiga orang penyihir sudah menunggu. Meskipun mereka memakai topeng putih polos yang menyembunyikan wajah mereka, terlihat jelas bahwa mereka semua adalah wanita: satu berambut biru panjang yang diikatnya dengan model ekor kuda, dua lainnya memiliki rambut pirang—yang satu panjang sepinggang dan satunya lagi sebahu.
Mereka mengenakan pakaian yang memungkinkan untuk bergerak leluasa. Masing-masing dari mereka mengenakan kalung dengan sebuah emblem berbentuk belah ketupat yang di permukaannya terpatri simbol “V”. Kedua perempuan berambut pirang itu membawa tombak di tangan, sedang sang wanita berambut biru memiliki sebuah pedang tersemat di pinggang kirinya.
“Apa kalian sudah menunggu lama, Nona Zie, Nona Em, Nona En?” tanya Yulagh pada ketiga wanita berusia dua puluhan itu.
“Tidak, kami baru menunggu satu jam.” Yang menjawab adalah perempuan berambut biru, sedang kedua wanita berambut pirang hanya diam memandang ke arah mereka.
Yulagh mengangguk mengerti lalu memandu mereka menaiki kereta kuda yang satunya.
Monica sebelumnya sudah bertanya apakah dirinya dan yang lainnya harus memperkenalkan diri, tetapi Yulagh bilang tidak perlu. “Mereka bertiga tidak tertarik untuk mengenal setiap klien mereka,” begitu kata Yulagh. Karenanya mereka tidak saling memperkenalkan diri.
Dan setelah melihat dari jendela gerbong kereta kuda, Xavier meyakini perkataan Yulagh itu sepenuhnya. Ketiga wanita itu, mereka tipikal yang hanya fokus pada tugas mereka saja. Satu-satunya hal yang membuat mereka berinteraksi dengan dirinya dan yang lainnya hanyalah jika itu bagian dari tugas mereka. Yang nyatanya tidak; tugas mereka bertiga hanya melindungi mereka dari Magical Beast.
Kereta kuda kembali melaju. Kali ini sama sekali tidak ada kehati-hatian dalam langkah cepat para kuda. Namun, jendela-jendela gerbong tetap Xavier dan yang lainnya buka. Selain karena udara jadi lebih segar dan pemandangan hamparan hijau cukup memanjakan mata, Xavier ingin melihat seperti apa pertarungan ketiga wanita itu saat menghabisi para magical beast.
Harapan Xavier tak berakhir hampa. Beberapa jam kemudian tampak empat ekor magical beast menanti jauh di depan kereta kuda. Tetapi bukan Panthera seperti yang ia bayangkan, melainkan Greytox Wolf. Serigala berbisa itu tak secepat Panthera, tetapi sangat berbahaya jika menghadapi mereka dari dekat. Bukan saja gigitannya mampu menyuntikkan bisa, cakarnya pun cukup ampuh untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh korbannya.
Kereta kuda tidak berhenti; tampaknya Yulagh dan Verdorf percaya penuh pada kemampuan ketiga penyihir itu. Xavier jadi semakin tertarik untuk melihat bagaimana ketiga penyihir itu menyingkirkan keempat greytox wolf tersebut. Tampaknya bukan dirinya saja yang tertarik, Heckart pun memandang intens ke luar jendela. Monica dan yang lainnya? Mereka sedang pulas-pulasnya terlelap.
“Mother Earth.”
Xavier tidak tahu siapa di antara ketiga wanita itu yang mengucapkan dua patah kata tersebut. Tetapi yang matanya lihat jelas adalah, keempat greytox wolf itu langsung tertelan dalam tanah ketika kedua kata itu selesai terucap.
“Itukah teknik sihir yang hanya bisa dipelajari setelah seseorang bisa memanipulasi sihir dan menemukan jenis sihirnya?” tanya Xavier pada dirinya sendiri.
“Aku tidak melihat adanya lingkaran sihir,” komentar Heckart, membuat pandangan Xavier tertuju padanya.
“Ketika seorang penyihir telah benar-benar menguasai sebuah spell,” jelas Xavier, “mereka bisa menggunakannya tanpa memerlukan lingkaran sihir. Tapi tentu saja, lingkaran sihir akan membuat spell menjadi lebih kuat dan stabil. Spell Mother Earth tadi, jika penggunanya menggunakan lingkaran sihir, pasti daya hisapnya akan lebih kuat lagi.”
Heckart mengangguk mengerti. “Aku cukup handal dalam menggunakan Acceleration dan Enhancement, tetapi aku sama sekali belum mempelajari Manipulation. Kapan-kapan, jika kau tak keberatan, aku ingin kau mengajariku dasar-dasar Manipulation. Sebagai gantinya, aku akan membantumu untuk lebih memperdalam Acceleration dan Enhancement.”
“Aku sudah menyelesaikan tahap pertama dan tahap kedua, aku masih belum bisa menyelesaikan tahap ketiga untuk bisa mencapai tingkat dasar dari Manipulation. Kalau kau tidak masalah dengan itu, akan kuterima tawaranmu.”
“Tidak masalah; lebih baik daripada tidak sama sekali.”
Xavier mengangguk. Akan sangat bagus sekali jika ia bisa meningkatkan kemampuan acceleration dan enhancement-nya. Buku sihir yang ia miliki hanyalah buku sihir dasar, ia membutuhkan buku sihir lanjutan untuk mempelajari cara-cara efektif meningkatkan acceleration, enhancement, dan manipulation. Karena belum mencapai tingkat dasar dalam manipulation, Xavier tak ingin langsung mempelajari tingkat lanjut.
Bukan tanpa alasan Xavier ingin begitu. Acceleration dan enhancement saling bertolak belakang dengan manipulation. Jika ia meningkatkan acceleration dan enhancement terlebih dahulu, akan sulit mempelajari manipulation. Jika ia mempelajari manipulation terlebih dahulu, akan jadi berat untuk mempelajari kedua dasar sihir lainnya. Oleh sebab itu, ia harus sudah bisa menguasai tingkat dasar manipulation sebelum mempelajari enhancement dan acceleration tingkat lanjut.
Jika saja meningkatkan efektifitas penggunaan sihir itu sama dengan latihan fisik, mempelajari sihir tidak akan sesulit yang ia rasakan.
Sekarang Xavier memikirkan hal itu, mengapa tidak ia coba memanfaatkan ketiga penyihir dari Serikat Sihir Andraste itu untuk membantunya menyelesaikan Manipulation tingkat dasar? Ia bisa membayar mereka jika mereka tidak mau mengajarkannya secara gratis. Bukankah ibunya bilang untuk menggunakan koin yang ibunya berikan jika perlu?
Ya, aku harus mencobanya; kapan lagi coba aku bisa bertemu dengan penyihir sekuat mereka jika aku mengabaikan kesempatan ini?
Bibir Xavier sedikit melengkung, ia sudah memutuskan apa yang harus ia lakukan.
Malam harinya, tepat tengah malam, Xavier keluar dari tendanya setelah melihat Menez, Jose, dan Heckart terlelap. Ia tak perlu mengecek tenda Elena dan Monica; keduanya sudah pasti terlelap dalam tidur nyaman mereka.
Xavier melihat-lihat sekeliling tenda, matanya mengeksplorasi area sekitar mencari keberadaan ketiga wanita itu.
Xavier mendapati wanita berambut biru duduk diam di atas salah satu gerobak, kaki kirinya terjuntai bebas sementara kaki kanan dia tekuk. Xavier tak bisa melihat ekspresinya, topeng itu menyembunyikan wajah wanita itu.
Ke arah gerobak di mana wanita itu duduk di atasnya Xavier melangkah.
“Halo,” sapa Xavier, wajahnya sedikit mendongak ke atas.
“…” Wanita itu menoleh memandangnya, tetapi dia tidak membuka suara.
Xavier melengkungkan bibirnya, tersenyum setulus yang ia bisa pada wanita itu.
Tumbuh di desa yang dikuasai kekaisaran membuat Xavier terbiasa untuk memasang senyum palsu dan bermain kata-kata. Karena, jika ia tidak pandai dalam memuji dan mempengaruhi, ia tidak akan bisa hidup tenang di desanya.
Awalnya tak selalu separti itu; ia sempat berterus terang memasang wajah kebencian dan kejijikannya. Tetapi dampak dari hal itu adalah mereka memukulnya lalu mengambil paksa perkebunan ayahnya. Hari itu, Xavier harus rela melihat ayahnya bersimpuh di hadapan para prajurit meminta maaf dan memohon agar kebunnya tidak dirampas. Hari itu Xavier belajar kalau ia harus bisa menyembunyikan pemikirannya dan memasang ekspresi palsu.
Malam ini pun tak terkecuali, senyum Xavier tercipta dengan elegannya.
“Aku melihat bagaimana spell Mother Earth tadi siang menelan keempat Greytox Wolf. Itu sungguh menakjubkan, apalagi spell itu digunakan tanpa lingkaran sihir. Aku sendiri saat ini juga sedang mempelajari sihir, tetapi sudah berminggu-minggu aku belum bisa menguasai Manipulation dasar.” Xavier mengangkat kedua tangannya, ekspresi kecewa memenuhi wajahnya.
“Oh ya,” lanjut Xavier dengan raut penuh ketertarikan, “apa sihir itu dilancarkan oleh Anda, Nona Zie? Itu sungguh menakjubkan. Sangat jarang aku melihat seseorang memiliki sihir elemental tanah. Anda pasti sangat hebat sekali, Nona Zie.”
“Siapa namamu?”
“Xavier, Xavier Hernandez.”
Xavier tidak tahu apa yang wanita itu pikirkan dengan memandangnya intens seperti itu. Apa ia harus meneruskan caranya ini, atau langsung berterus terang? Sangat bagus jika dia menawarkan diri untuk membantunya, tetapi Xavier cukup paham bahwa seseorang melakukan sesuatu berdasarkan sesuatu. Bisa jadi itu motif yang baik, bisa jadi itu motif yang buruk.
“…Kau mau memintaku membantumu menguasai manipulation dasar?”
Bibir Xavier sedikit melengkung. Bukan, itu bukan ekspresi yang ia buat-buat, tapi ekspresi yang muncul begitu saja. Wanita ini, Zie, dia tahu apa yang ia inginkan dan tidak berpura-pura untuk tidak tahu lalu menanyakan “apa maumu?”.
Wanita ini, Xavier bisa berterus terang padanya. Karenanya, Xavier mengangguk pelan. “Aku siap membayar jika Nona Zie tidak mau membantu secara percuma,” tambahnya.
“Tunjukkan padaku.”
Zie tidak perlu memperjelas ucapannya untuk Xavier ketahui kalau yang wanita itu ingin lihat adalah dirinya melakukan latihan manipulation dasar.
Jadilah Xavier mengepalkan kedua tangannya, mengedarkan keinginannya pada seluruh isi tubuhnya untuk membuat [mana]-nya menguar dari tubuhnya. Butuh beberapa detik bagi Xavier untuk melakukannya, dan energi abu-abu gelap sukses menguar dengan liar dari tubuhnya.
Kemudian Xavier menghilangkan [mana]-nya, lalu duduk bersila. Kali ini, Xavier membayangkan dirinya berada di dalam ruang [mana] miliknya, dirinya sebagai inti dari ruang tersebut. Hal itu sangat mudah untuk dilakukan, tubuh Xavier perlahan-lahan melayang lalu berhenti belasan centi di atas tanah. Lalu perlahan-lahan tubuhnya mendarat, kembali menyentuh tanah.
Selanjutnya, Xavier mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan saling berhadapan, tetapi tidak bersentuhan—ada jarak dua kepal tangan antara telapak tangan kanan dan telapak tangan kiri.
Ini bagian tersulitnya, batin Xavier, mengusahakan memanifestasikan sihirnya.
Akan tetapi, seperti yang sudah-sudah, tak ada apa pun yang melambangkan sihir yang muncul di antara kedua telapak tangannya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
[Edited]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 392 Episodes
Comments
Penjelajah
wkwkw kepala desa dh tau bakal ada penyerangan di desa... makanya anak² diungsikan😀
2022-12-20
0
Eko Emizar Putra
baca nama Verdorf jadi ingat Harry Potter, mirip Voldemort 😅
2022-06-12
1
DNK • SLOTH SINN
next
2021-12-26
0