Tak jauh berbeda dengan Jackson, Tara mengatur rencana untuk mengatasi masalah kehidupan kelak. Dia yang berada di dalam kendaraan umum, duduk bersama kedua adiknya. Sedangkan si bungsu terpejam dalam pangkuannya, adik pertamanya hanya terdiam membisu duduk di sampingnya.
Perjalanan yang mereka tuju memang cukup jauh. Tara bermaksud untuk menyerahkan kedua adiknya pada sang ibu, yang keberadaannya di luar kota.
Akan lebih baik demikian, kedua adiknya biar tinggal bersama ibu kandungnya saja. Dengan harta kekayaan, Tara bisa membujuk agar dia berlaku baik pada kedua adiknya.
Bagaimanapun juga ia telah mengucap ikrar pada ibu dan ayahnya untuk memberikan kehidupan layak kepada kedua adiknya.
"Kak, apa mama udah terima kita?" tanya Keyla pada kakaknya untuk emastikan nasib dirinya tidak akan sama seperti sebelumnya, dimana ia pun menerima perlakuan memilukan dari ibu tirinya.
Tara tersenyum membalas tatapan lirih itu, kemudian ia mengusap puncak kepala adik bungsunya yang berada dalam pangkuannya. Dengan percaya diri ia berkata, "Kakak janji buat itu! Membeli seluruh kebahagiaan kalian."
Gadis berusia dua belas tahun dengan nama Keyla itu tersenyum, bahwasannya dia sangat bahagia mendengar ucapan kakaknya.
Keyla menggantungkan hidupnya pada Tara. Selama empat tahun ini memang seperti demikian, akan tetapi yang diinginkan kini hanya keluar dari sarang macan kediaman ayahnya itu.
Getar ponsel milik Tara memotong pembicaraan mereka. Sesegera mungkin ia menjawab panggilannya, hingga untuk sejenak tak menyahut dulu wajah cantik terbalut lirih di sampingnya itu.
"Ra, apa benar kamu bawa adik-adik kamu ke sini?" tanya sang ibu, tanpa berbasa-basi setelah panggilannya terangkat.
"Ya mah, aku udah di perjalanan, mungkin bentar lagi sampai."
"Tara! Kamu mau kehilangan warisan–"
"Tenang aja lah mah, aku pasti tanggung jawab buat itu," penggal Tara tanpa dosa, tatkala batinnya sudah menerka jika sang ibu mengkhawatirkan harta kekayaannya.
"Itu kamu yang bilang, mama ga–"
"Udahlah mah, mama lihat aja nanti." Kembali Tara menginterupsi, membuat sebuah dengusan terdengar di balik panggilannya.
"Apa yang kamu pikirkan Tara?" Sang ibu frustasi, terdengar dari nada bicaranya yang emosi, sehingga membuat sang anak menyeringai jijik tanpa bisa dilihatnya.
"Aku mau tinggal sama Kak Jasmeen di Jakarta, kalian hidup dengan damai aja di sana." keputusan Tara agaknya ragu-ragu, ada sebuah dilema yang tiba-tiba merangkak masuk menggoyahkan keyakinan. Sejujurnya ia pun tidak tahu apakah ini keputusan benar atau tidak.
"Kamu mau kerja?"
"Ya!" singkat Tara penuh lirihan dalam otaknya yang masih berputar memikirkan cara untuk menjalani kehidupan tragisnya mulai detik itu.
"Di mana? Berapa penghasilannya?" tanya sang ibu tak acuh dan mengabaikan keadaan anak yang seharusnya di khawatirkan olehnya.
"Belum tau!" sahut Tara mulai emosi hingga nada memekik tertutur darinya. "Mama bisa ga mama cukup urus anak-anak mama aja?" imbuhnya kian melenting membuat telinganya kembali mendengar dengusan kasar dari pada panggilan yang masih tersambung itu.
"Baiklah, kamu sudah janji Tara!" sang ibu menerima keputusannya meskipun sedikit melenguh frustasi.
Sebenarnya, ia menginginkan sang anak menjadi aset kekayaannya. Namun, jika sang anak hanya bekerja di tempat orang lain, ia akan kehilangan secuil harapan.
"Aku tau itu." Tara sudah tidak mampu lagi berucap, hingga ia berkata asal saja dalam menyahut sampai memutuskan panggilan sepihak.
Selalu demikian, ibu kandungpun tak ayal memperlakukannya seolah ia bukan anaknya, karena sipat tamak ibunya lah yang membuahkan petaka bagi seluruh anaknya.
Tara merenung kembali setelah panggilan terputus. Batinnya murka saat mengingat sipat serakah ibunya. Ia akan semakin kesulitan, jika sang ibu enggan memberikan sedikit saja harta dari kehidupan mewahnya yang didapat dari kekasih barunya itu.
Jika demikian, semua akan menjadi lebih merepotkan bahkan menyudutkannya untuk membuktikan kepada sang ayah jika ia mampu menepati janji yang telah terikrar dengan pasti untuk membahagiakan kedua adiknya.
*******
Setelah mengantar kedua adiknya menuju kediaman ibunya, Tara kini berada di balik pintu kediaman seorang saudara yang akan di jadikan sebagai tempat perlindungan untuk sementara.
Sebelum ia mendapat pekerjaan yang layak, ia belum mampu mencari tempat tinggal untuk dirinya sendiri. Hingga saat lalu, ia pun memutuskan untuk menggantungkan diri kepada seorang wanita bernama Jasmeen Shanaya.
"Kamu berantem lagi sama ibu tiri kamu?" tutur Jasmeen menyambut kehadiran sepupunya yang sudah berdiri di balik pintu masuk rumah mewahnya.
"Kak Jas, mulai sekarang aku pasti banyak ngerepotin kakak," balas Tara tidak enak hati jika wanita yang tersenyum di hadapannya akan kembali di recokinya dengan permintaan bantuannya.
"Masuk dulu, aku ga suka ngobrol di depan pintu," ajak Jasmeen memaksa, hingga ia merangkul bahu Tara, membawa masuk ke dalam rumah kediamannya dalam tuntunan langkah kaki.
Kepiluan hatinya kembali terusik dalam langkah kakinya ini. Keputusan yang telah diambil kini sudah dipikirkan dengan matang selama perjalanan tadi. Tidak ada seorang pun mampu membantu dirinya kini, hanya Jasmeen satu-satunya harapan. Mengingat bahwa ia pun tak begitu dekat dengan saudara-saudara yang lain.
Dia, Jasmeen Shanaya anak dari kakak ibu tirinya yang memiliki musuh sama dengannya yaitu Sonia Mareta sang ibu tiri, Jasmeen yatim piatu sejak usia empat belas tahun, kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.
"Kamu yakin mau keluar dari rumah itu?" tanya Jasmeen penuh kesungguhan yang terpancar pada sorotan matanya memandang wanita yang telah duduk manis di atas sofa yang terletak di tengah ruang tamunya.
"Seratus persen!" sahut Tara sepenuh hati, tatkala dendam sudah tidak dapat terbungkam lagi. Namun, wanita di sampingnya justru menertawai tindakan bodohnya itu.
"Kamu berhasil bikin dia menang Tara," sahut Jasmeen terhenti kala melihat wanita di sampingnya tertegun memutar isi otaknya di sana.
"Kak Jas aku takut papaku ga akan ngasih adik-adikku tinggal sama aku," tutur Tara mengungkap isi hati yang menjadi renungannya sejak tadi, hingga ia melirih di balas gelengan penolak wanita di sampingnya.
"Kamu tau kalau caramu itu yang dia mau?" ungkap Jasmeen penuh misteri, sehingga membuat wanita di sampingnya menatapnya penuh rasa heran.
"Yang dia mau?" ulang Tara kian terheran-heran tatkala pikirannya sendiri tak mampu menyibaknya.
"Ya, ibu tiri kamu!" sahut Jasmeen di balas anggukan paham oleh wanita di sampingnya mengetahui jika sang ibu tiri ingin sekali menghempas dirinya dari kehidupan ayahnya. "Kamu ga usah cemas, aku yakin dia yang akan bujuk papa kamu, bukannya udah lama dia mau singkirin kamu?" imbuhnya kian membuat wanita di sampingnya mengangguk tegas.
"Kalo gitu, aku ga usah cari biaya buat ke pengadilan bukan?" seru Tara memperjelas maksud lawan bicaranya, lalu ia mendapat anggukan keras sebagai jawaban. "Oke kalau gitu aku ga akan khawatir buat hak asuh adik-adikku," imbuhnya di iringi senyum kemenangannya.
Itulah yang menjadi pertimbangan beratnya saat ini. Jikalau kedua adiknya akan kesulitan mendapatkan hak mereka. Sebab sang Ayah masih bersikeras hati memberikan harta warisannya kepada orang yang tidak memiliki ikatan sedarah.
Namun, batinnya kini mendapatkan firasat baik. Sikap serakah ibu tirinya akan menjadi bomerang tersendiri. Cepat atau lambat keserakahan akan membawanya keluar dari kediaman penuh sengketa milik ayahnya itu.
•
•
•
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
🍁Devi❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
tak mengerti sepenuhnya sikap ibu kandung tara,kenapa seolah dia keberatan mengasuh anak2 nya??
mengapa pula sikap nya sungguh terlihat kejam ke tara,mungkinkah tara anak yg tdk di inginkan kelahirannya??
selamat berjuang tara,menata masa depan dengan peluh halalmu.
2023-04-14
0
ᵃⓂᵉⓁ☪️𝐙𝐨ͤ𝐍ᷤ𝐞ͣ🌏
harta jd sumber pertikaian emak tiri emak kandung dan si Tara yg jd korban
2022-03-10
0
🌸Mom NailaAthaR⃟🌸
sungguh terlalu mamahnya tara
2021-04-09
1