AJG 01

Secercah cahaya menyelinap masuk di sela gorden kamar hotel berbintang empat di pagi itu, menerobos menusuk penglihatan Tara yang baru saja melepas rekatan kelopak matanya.

Jiwanya terkumpul tanpa jeda kala melihat seorang pria tampan terbaring di sampingnya, membuat kerancuan bergejolak dalam kalbunya kala melekatkan pandangannya yang tertuju pada tubuhnya di balik selimut tipis putih itu, jiwanya seolah melayang dari raganya saat ia menyingkap selimut itu menampakkan tubuhnya serta tubuh sang pria yang tidak terbalut satu helai benangpun.

Semuanya telah terjadi!

Kejadian tragis ini tak membuatnya menyesal sekalipun bayangannya begitu nyata membekas dalam ingatan. Ia hanya memikirkan jalan keluar untuk menghadapi hal selanjutnya.

Wajah kusut selepas bangun tidur, ia tambah dengan ekspresi bringsut. Posisinya belum berubah, ia masih duduk di atas kasur sambil merenung. Tempat ini telah menjadi saksi akan kegairahannya semalam.

Noda merah melekat pada sprei berwarna putih, sebagai tanda bahwa sesuatu memang telah terjadi kepadanya tadi malam.

Perasaannya kalut tak dapat dijelaskan, bersamaan angan melayang dan harapan sirna. Ia ingin melampiaskan kemarahannya pada siapapun. Entah itu nasib sialnya ataupun perlakuan kedua orang tuanya.

Sayangnya, ia hanya melampiaskan semuanya kepada lelaki yang berada di sampingnya kini.

Plak!

Tanpa perasaan ia menampar lelaki yang memiliki lesung di pipinya. Batas kekuatan tenaganya membuat pria itu terkejut, hingga terperanjat dari alam bawah sadarnya.

"Hei–" ujar Sang pria terpenggal sambil mengusap pipinya lembut, ia harus meresapi rasa sakit dari sarapan paginya hari ini.

"Kamu bren*sek!" umpat Tara memekik menyayat telinga sang pria, hingga pria itu melenguh mencari cara untuk menepis emosi yang tergambar jelas dari wajah kemerahannya.

"Kamu lupa sama kejadian semalem?" tanya sang pria penuh waspada, hingga ia berucap penuh kelembutan hati dengan gerakan tangannya yang mengusap lengan sang wanita, setelah ia bringsut untuk duduk di samping wanita itu.

Tara merenung, memutar ingatannya menuju semalam lalu, saat terakhir kalinya ia masih memiliki kesadaran. Bibirnya menyeringai keji mengingat suatu perbuatan sadis saat malam kemarin.

Saat perjalanan pulang menuju kediaman orang tuanya malam tadi, tiba-tiba seluruh kesadarannya menghilang begitu saja di tengah perjalanan.

Dari sanalah ia mulai menerka jika adik tiri serta ibu tirinya telah melakukan perbuatan keji terhadap dirinya kini.

"Apa udah inget?" sapa sang pria mencabik lamunan sang wanita.

Seketika Tara diam membeku, lidahnya terasa kelu, dendam mulai merasuk ke dalam asmanya, akan tetapi bukan kepada pria itu. Kemudian ia mengangguk menjawab pertanyaan itu meski tidak sepenuhnya benar bahwa masih ada sesuatu yang tidak di ingatnya.

"Aku pasti tanggung ja–"

"Aku ga butuh itu!" potong Tara secepat angin topan melalap isi dunia. Mengingat tidak mungkin ia dapat membalaskan dendamnya kepada inu tiri serta adik tirinya untuk kejadian memilukan semalam tadi, jika ia di haruskan menikah dengan seseorang.

Sang pria merasa lega setelah mendengar pernyataan itu. Namun, rasa iba menyeruak dari dalam benaknya, jika membiarkan wanita berwajah lugu itu menanggung akibat atas perbuatannya.

"Kamu ga mau terima niat baik aku?" Pria ini memandang heran sekaligus tidak percaya akan penolakan dari wanita yang kini berada di sampingnya.

"Bukan, aku punya alasan sendiri," sahut Tara menyerukan lirihannya. Wajahnya menggambarkan pesona cantik terbalut nasib memilukan.

Seharusnya, ia menerima saja penawaran dari pria itu. Sebab, tak ada lagi tempat untuknya bernaung kini, mengingat jika ibu kandungnya telah memiliki tambatan hati.

Nasib sial ini telah menimpa dirinya sejak pengkhianatan sang ibu terhadap sang ayah. Sehingga ia harus mempertimbangkan pilihan satu di antaranya.

Dering alat panggilan jarak jauh dari dalam tas slempangnya sesaat melerai suasana tegang. Tangannya segera meraih benda itu dari atas nakas si samping kirinya.

Tanpa ragu ia menjawab panggilan setelah mengetahui siapa yang menyambut awal harinya.

"Ya pah?"

"Kembali kamu sekarang juga, atau papa akan membunuhmu!" ancam sang ayah di sebrang sana membuat gerakan tangan Tara reflek menjauhkan benda itu dari telinganya. Ia tak mampu mendengar suara penuh emosi memekik pendengarannya itu.

Sang pria sadar betul dengan tindakannya semalam, ia kemudian beranjak menuju kamar mandi meninggalkan wanita yang kini tercoreng olehnya. Berharap tetesan air mampu meredam semua rasa penyesalan.

Tara mengabaikan kepergian sang pria yang tengah hilang sepenuhnya dari hadapannya itu kala jawaban darinya di nanti sang ayah di sebrang sana.

Dan saat ini, terbersit rasa ingin membalaskan dendam terhadap ayahnya sesegera mungkin.

Inilah saatnya!

Ia kemudian melepas semua emosi yang selama ini diredamnya. Waktu pada akhirnya mendorong dirinya untuk melakukan tindakan ini.

"Kenapa aku harus pulang, biar kalian bisa nindas aku lagi?" sahut Tara berseru keji dengan nada bicara penuh emosi.

Baru kali ini ia berani menimpali ucapan sarkas terhadap ayahnya. Suara dan perkataan yang selalu di dapatinya setiap hari selama dua tahun ke belakang ini.

"Anak durhaka kamu Tara, kamu tau kalau kamu ga pulang maka kamu akan kehilangan seluruh warisan dari papa?" ancam sang ayah kembali berseru murka, akan tetapi terbengkalai tatkala sang anak tak acuh mengabaikannya.

"Aku ga perduli!" putus Tara pekat di iringi helaan napas dalamnya mewakili rasa lega.

Setelah dua tahun ia memendam amarah pada ayahnya, kini terlepas sudah walaupun hanya sekadar ucapan sadis yang terlontar, tanpa berpikir panjang bahwa ayahnya akan tersinggung.

"Aku juga akan bawa adik-adik aku," imbuh Tara di kala ingatannya terlintas sebuah bayang dari nasib kedua adiknya kelak, jika ia meninggalkannya.

Itulah alasan ia bertahan selama dua tahun menjual kebebasannya pada harta warisan, yang selalu menjadi ancaman hidup dari ayahnya.

"Kamu, apa tidak terlalu kurang ajar bicara begitu pada papa kamu?" seru sang ayah melembut, akan tetapi pedas kalimatnya masih tersirat keji. Sehingga membuat sang anak membisu dalam senyuman miris penuh lukanya.

Siapakah yang lebih kurang ajar, apakah ayahnya mengetahui penderitaannya selama dua tahun ini? Akibat dari keegoisan untuk membalaskan dendam pada ibu kandungnya. Wanita yang sudah mengkhianatinya dengan menyanding seorang pria yang lebih kaya darinya.

Apakah ayahnya peduli dengan jeritan batin dirinya yang selalu mendapat penghinaan dari ibu tiri?

Untuk kali ini, ia pastikan jika nasib sial itu akan menimpanya untuk yang terakhir kalinya dari ibu tirinya yang selalu berulah itu.

Kejadian tragis kali ini sudah tidak dapat termaafkan lagi olehnya hingga ia menaruh dendam laknat yang pekat tidak mampu di hindarkan di baliknya.

"TARA!" bentakan sang ayah itu malah kian menyulut api emosinya, hingga tanpa ragu Tara menyerukan keinginan yang akan membuat sang ayah murka di sana.

"Kembalikan adik-adikku sama mamaku," seru Tara berteguh diri mengambil keputusan tanpa menimang resiko yang akan di dapati di kemudian hari, yang ia pikirkan saat ini hanyalah segera menjauh dari pasangan kejam itu.

"Kalau kamu mau kehilangan harta warisanmu, kamu jangan mengajak adik-adikmu Tara," balas sang ayah meronta tidak terima jika anak sulung yang biasanya paling penakut itu kini berani menimpalinya.

"Aku mampu!" sahut Tara berteguh hati terpampang dari nada bicaranya yang tegas. "Aku akan membahagiakan mereka dengan kedua tanganku sendiri!" ikrarnya seolah tidak mempedulikan kesulitan di kemudian hari.

Sunyi hingga beberapa menit ke depan Tara tidak lagi mendengar bentakan serta ucapan sarkas ayahnya, sepihak ia pun mengakhiri panggilannya.

Tepat kala alat media itu tergeletak di atas tempat tidur, pria tadi kembali menampakkan diri di hadapannya.

"Berapa yang kamu minta?" tanya sang pria tanpa basa-basi saat ia tengah kembali dengan tubuhnya yang sudah terbalut pakaiannya.

"Aku ga jual diri!" tepis Tara sebagai balasan pada pria yang telah menatapnya penuh kejut itu, membuatnya mendongkakan kepalanya, menatap pria yang sudah berdiri gagah di sampingnya. "Kamu tau di mana baju aku?"

Sang pria menghela napas dalamnya, ia menemukan wanita ini tadi malam dalam kondisi mengenaskan. Dimana ia tahu jika wanita ini telah kehilangan busana yang tengah dikenakannya.

"Tunggu di sini, aku bantu cari baju kamu," putus sang pria berniat akan membelikan busana baru untuk Tara.

"Siapa yang sudi keliaran tanpa baju?" Tara meruntuk dalam delikan matanya, akan tetapi membuat sang pria terkekeh gemas.

Tanpa menunggu jawaban, sang pria bergegas meninggalkan Tara seorang.

Beberapa jam kemudian, sang pria telah kembali dengan apa yang di butuhkan sang wanita. Tanpa menunggu ia menyerahkan bungkusan plastik yang di bawanya kepada Tara.

Bukan hanya itu, iapun memberinya obat untuk lukanya di sana. Meski tak terlihat, akan tetapi sang pria yakin bahwa wanita itu mendapat luka akibat kegairahannya semalam tadi.

Tanpa bertanya, Tarapun bukan wanita bodoh yang tidak tau apa yang di berikan sang pria, ia hanya menganggukkan kepala kemudian bergegas menuju kamar mandi, meski bersusah payah dalam langkah goyahnya atas luka yang di dapatinya.

Sang pria beranjak cemas pada langkah kaki yang terlihatnya begitu menyakitkan itu, hingga ia meraih pergelangan tangan wanita itu. "Saki–"

"Diem di sana atau aku teriak?" ancam Tara dalam ringisan menahan perih. Sang pria lantas melepaskan genggaman tangan itu usai mendengar ancaman dari wanita di hadapannya seraya mengembalikan napas kasarnya.

Hingga pada akhirnya mereka saling merenung pada tempat yang terpisah di mana Tara melamunkan keluhannya di bawah guyuran air, sang pria duduk gelisah di atas kursi yang tersedia di sana.

Beberapa menit kemudian Tara kembali, tubuhnya telah terbungkus busana yang di berikan lelaki itu, hingga ia percaya diri untuk menghadap sang pemberi kenikmatan yang membuatnya mendapat nasib buruknya.

"Kamu bisa cari aku seandainya butuh sesuatu," tawar sang pria mengulurkan tangan memberikan sebuah kartu tanda pengenal. Hal itu di sambut wanita di hadapannya dengan segera meraih dan melirik isi di baliknya.

"Jackson Jordan Charington," tutur Tara membaca dengan lantang, sebuah nama tertulis di atas secarik kertas itu membuatnya menyerukan tawa kecilnya kala ia menilik wajah yang bergaris asia.

Batinnya berseru konyol tentang nama barat yang tercantum di kartu pengenal itu, tak layak disandang oleh wajah bergaris asia ini.

"Hmm." Sang pria hanya mendeham membenarkan ucapan itu kala Tara menyebut namanya.

"Kamu ga usah tau siapa aku," balas Tara percaya diri kemudian menyerahkan kembali kartu tanda pengenal itu pada pemiliknya. "Bisa ga aku minta uang buat ongkos taxi?" Pesonanya tampak merah setelah mengatakan kalimatnya dengan malu-malu.

"Aku anter aja," tepis sang pria tat kala rasa cemas yang tersulut dari penyesalan yang masih terpendam dalam ingatannya.

"Ga!" Tara menolak tegas sebab ia sendiri belum mengetahui arah tujuannya. Hal tersebut membuat sang pria mendengus kesal tidak mempercayai bahwa wanita ini menolak segala yang dia tawarkan.

Namun, sang pria memutuskan untuk mengabulkan keinginan wanita itu demi menebus dosa besar yang telah di perbuatnya pada wanita yang telah menatap harap di hadapannya.

Ia pun merogoh saku celananya, meraih dompet lantas menyerahkan selembaran kertas berwarna merah pada wanita yang telah tersenyum menyambut uluran tangannya.

"Terimakasih," ujar Tara dalam senyuman manis dan pergi tanpa pamit. Ia berlalu begitu saja dari hadapan pria itu.

Senyuman itu adalah senyuman manis untuk pertama dan terakhir kali Jackson melihatnya, membuatnya kian mendengus meresapi penyesalan yang di rasa tidak akan kunjung berakhir.

Kepergian wanita itu menjadi sebuah kehilangan bagi dirinya, penyesalannya kian mendalam, ia menyerukan siasatnya dalam benaknya.

Berniat akan mencari tau siapa wanita itu suatu hari nanti. Tepatnya jika ia sudah memiliki sebuah kedudukan tinggi yang di janjikan ayahnya.

Kini waktu belum mengizinkannya memiliki takhta yang akan mempermudahnya memiliki kekuasaan dalam negeri.

Ia berjanji, suatu saat nanti ia akan menemukan wanitanya kembali, bagaimanapun caranya, apapun alasannya ia harus menemukannya.

Namun, ia mendengus kembali memikirkan bahwa wanita itu tidak akan sanggup menunggunya dalam waktu tiga tahun ke depan.

Bukan!

Seharusnya ia mengatakan itu pada dirinya sendiri, ia berharap jika dirinya yang dapat bertahan selama tiga tahun ke depan untuk mendapat takhtanya pada waktu yang telah di tentukan ayahnya.

Namun, ia tersenyum pekat saat ia mempercayai dirinya sendiri, dengan otak cerdik serta sosoknya yang menarik itu akan mampu dengan mudah memiliki kedudukannya secepat mungkin.

Tbc

Terpopuler

Comments

ᵃⓂᵉⓁ☪️𝐙𝐨ͤ𝐍ᷤ𝐞ͣ🌏

ᵃⓂᵉⓁ☪️𝐙𝐨ͤ𝐍ᷤ𝐞ͣ🌏

masih blm ketebak alurnya lanjut marathon 💪💪

2022-03-10

0

🌸Mom NailaAthaR⃟🌸

🌸Mom NailaAthaR⃟🌸

kayanya Jackson suka sama tara

2021-04-08

0

OFF

OFF

bawa jempol ma bintang 5 ya mom

2021-03-05

0

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 AJG 01
3 AJG 02
4 AJG 03
5 AJG 04
6 AJG 05
7 AJG 06
8 AJG 07
9 AJG 08
10 AJG 09
11 AJG 10
12 AJG 11
13 AJG 12
14 AJG 13
15 AJG 14
16 AJG 15
17 AJG 16
18 AJG 17
19 AJG 18
20 AJG 19
21 AJG 20
22 AJG 21
23 AJG 22
24 AJG 23
25 AJG 24
26 AJG 25
27 AJG 26
28 AJG 27
29 AJG 28
30 AJG 29
31 AJG 30
32 AJG 31
33 AJG 32
34 AJG 33
35 AJG 34
36 AJG 35
37 AJG 36
38 AJG 37
39 AJG 38
40 AJG 39
41 AJG 40
42 AJG 41
43 AJG 42
44 AJG 43
45 AJG 44
46 AJG 45
47 AJG 46
48 AJG 47
49 AJG 48
50 AJG 49
51 AJG 50
52 AJG 51
53 AJG 52
54 AJG 53
55 AJG 54
56 AJG 55
57 AJG 56
58 AJG 57
59 AJG 58
60 AJG 59
61 AJG 60
62 AJG 61
63 AJG 62
64 AJG 63
65 AJG 64
66 AJG 65
67 AJG 66
68 AJG 67
69 AJG 68
70 AJG 69
71 AJG 70
72 AJG 71
73 AJG 72
74 AJG 73
75 AJG 74
76 AJG 75
77 AJG 76
78 AJG 77
79 AJG 78
80 AJG 79
81 AJG 80
82 AJG 81
83 AJG 82
84 AJG 83
85 AJG 84
86 AJG 85
87 AJG 86
88 AJG 87
89 AJG 88
90 AJG 89
91 AJG 90
92 AJG 91
93 AJG 92
94 AJG 93
95 AJG 94
96 AJG 95
97 AJG 96
98 AJG 97
99 AJG 98
100 AJG 99
101 AJG 100
102 AJG 101
103 AJG 102
104 AJG 103
105 AJG 104
106 AJG 105
107 AJG 106
108 AJG 107
109 AJG 108
110 AJG 109
111 AJG 110
112 AJG 111
113 AJG 112
114 AJG 113
115 AJG 114
116 AJG 115
117 AJG 116
118 AJG 117
119 AJG 118
120 AJG 119
121 AJG 120
122 AJG 121
123 AJG 122
124 AJG 123
125 AJG 124
126 AJG 125
127 AJG 126
128 AJG 127
129 AJG 128
130 AJG 129
131 AJG 130
132 AJG 131
133 AJG 132
134 AJG 133
135 AJG 134
136 AJG 135
137 AJG 136
138 AJG 139
139 AJG 138
140 AJG 139
141 AJG 140
142 AJG 141
143 AJG 142
144 AJG 143
145 AJG 144
146 AJG 145
147 AJG 146
148 AJG 147
149 AJG 148
150 AJG 149
151 AJG 150
152 AJG 151
153 AJG 152
154 AJG 153
155 AJG 154
156 AJG 155
157 AJG 156
158 AJG 157
159 AJG 158
160 AJG 159
161 AJG 160
162 AJG 161
163 AJG 162
164 AJG 163
165 AJG 164
166 AJG 165
167 AJG 166
168 AJG 167
169 AJG 168
170 AJG 169
171 AJG 170
172 AJG 171
173 AJG 172
174 AJG 173
175 AJG 174
176 AJG 175
177 AJG 176
178 AJG 177
179 AJG 178
180 AJG 179
181 AJG 180
182 AJG 181
183 AJG 182
184 AJG 183
185 AJG 184
186 AJG 185
187 AJG 186
188 AJG 187
189 AJG 188
190 AJG 189
191 AJG 190
192 AJG 191
193 AJG 192
194 AJG 193
195 AJG 194
196 AJG 195
197 AJG 196
198 AJG 197
199 AJG 198
200 AJG 199
201 AJG 200
202 AJG 201
203 AJG 202
204 AJG 203
205 AJG 204
206 AJG 205
207 AJG 206
208 AJG 207
209 AJG 208 (END)
210 EPILOG
Episodes

Updated 210 Episodes

1
PROLOG
2
AJG 01
3
AJG 02
4
AJG 03
5
AJG 04
6
AJG 05
7
AJG 06
8
AJG 07
9
AJG 08
10
AJG 09
11
AJG 10
12
AJG 11
13
AJG 12
14
AJG 13
15
AJG 14
16
AJG 15
17
AJG 16
18
AJG 17
19
AJG 18
20
AJG 19
21
AJG 20
22
AJG 21
23
AJG 22
24
AJG 23
25
AJG 24
26
AJG 25
27
AJG 26
28
AJG 27
29
AJG 28
30
AJG 29
31
AJG 30
32
AJG 31
33
AJG 32
34
AJG 33
35
AJG 34
36
AJG 35
37
AJG 36
38
AJG 37
39
AJG 38
40
AJG 39
41
AJG 40
42
AJG 41
43
AJG 42
44
AJG 43
45
AJG 44
46
AJG 45
47
AJG 46
48
AJG 47
49
AJG 48
50
AJG 49
51
AJG 50
52
AJG 51
53
AJG 52
54
AJG 53
55
AJG 54
56
AJG 55
57
AJG 56
58
AJG 57
59
AJG 58
60
AJG 59
61
AJG 60
62
AJG 61
63
AJG 62
64
AJG 63
65
AJG 64
66
AJG 65
67
AJG 66
68
AJG 67
69
AJG 68
70
AJG 69
71
AJG 70
72
AJG 71
73
AJG 72
74
AJG 73
75
AJG 74
76
AJG 75
77
AJG 76
78
AJG 77
79
AJG 78
80
AJG 79
81
AJG 80
82
AJG 81
83
AJG 82
84
AJG 83
85
AJG 84
86
AJG 85
87
AJG 86
88
AJG 87
89
AJG 88
90
AJG 89
91
AJG 90
92
AJG 91
93
AJG 92
94
AJG 93
95
AJG 94
96
AJG 95
97
AJG 96
98
AJG 97
99
AJG 98
100
AJG 99
101
AJG 100
102
AJG 101
103
AJG 102
104
AJG 103
105
AJG 104
106
AJG 105
107
AJG 106
108
AJG 107
109
AJG 108
110
AJG 109
111
AJG 110
112
AJG 111
113
AJG 112
114
AJG 113
115
AJG 114
116
AJG 115
117
AJG 116
118
AJG 117
119
AJG 118
120
AJG 119
121
AJG 120
122
AJG 121
123
AJG 122
124
AJG 123
125
AJG 124
126
AJG 125
127
AJG 126
128
AJG 127
129
AJG 128
130
AJG 129
131
AJG 130
132
AJG 131
133
AJG 132
134
AJG 133
135
AJG 134
136
AJG 135
137
AJG 136
138
AJG 139
139
AJG 138
140
AJG 139
141
AJG 140
142
AJG 141
143
AJG 142
144
AJG 143
145
AJG 144
146
AJG 145
147
AJG 146
148
AJG 147
149
AJG 148
150
AJG 149
151
AJG 150
152
AJG 151
153
AJG 152
154
AJG 153
155
AJG 154
156
AJG 155
157
AJG 156
158
AJG 157
159
AJG 158
160
AJG 159
161
AJG 160
162
AJG 161
163
AJG 162
164
AJG 163
165
AJG 164
166
AJG 165
167
AJG 166
168
AJG 167
169
AJG 168
170
AJG 169
171
AJG 170
172
AJG 171
173
AJG 172
174
AJG 173
175
AJG 174
176
AJG 175
177
AJG 176
178
AJG 177
179
AJG 178
180
AJG 179
181
AJG 180
182
AJG 181
183
AJG 182
184
AJG 183
185
AJG 184
186
AJG 185
187
AJG 186
188
AJG 187
189
AJG 188
190
AJG 189
191
AJG 190
192
AJG 191
193
AJG 192
194
AJG 193
195
AJG 194
196
AJG 195
197
AJG 196
198
AJG 197
199
AJG 198
200
AJG 199
201
AJG 200
202
AJG 201
203
AJG 202
204
AJG 203
205
AJG 204
206
AJG 205
207
AJG 206
208
AJG 207
209
AJG 208 (END)
210
EPILOG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!