Bab 8 - A?NP!

Rhea mengambil handphone-nya tatkala mendengar notif masuk dengan ringtone orang bersin.

Masalahnya saat Rhea membuka pesan yang belum dibaca di WhatsApp, ternyata kontak tanpa nama.

Yang artinya nomor telepon asing dan tidak pernah tersimpan hingga membuatnya mengerutkan dahi.

Setelah pesannya terbaca dan centang abu-abunya menjadi biru, Zevan tidak membalas pesannya lagi.

Rhea mengangkat bahunya acuh dan menyimpan nomer Zevan dengan nama 'Sappy Go! 🐮'

Rhea terkikik geli membayangkan wajah Zevan saat melihat nama kontaknya yang baru saja tersimpan.

Ternyata Zevan tidak seburuk yang dia kira. Memang cocok jadi calon suami idaman. Eh, apaan sih!

Rhea mematut dirinya di cermin sembari berputar, melihat penampilannya dengan tersenyum senang.

Seragam GHS terdapat kemeja putih berlengan pendek dipadu jas almameter merah bata yang disempurnakan rok hitam di atas lutut.

Rhea mengenakan dasi merah bata, name tag di sisi kiri jas almameter, memakai ikat pinggang dan tidak lupa parfum disemprotkan di seluruh tubuhnya.

Kemudian menyisir dan memilih untuk menggerai rambutnya, memoleskan wajahnya dengan bedak tipis-tipis dan di bibirnya dengan lipbalm.

"Kalau penampilan gue kayak gini, enaknya sikap gue pas di sekolah harus cool-girl atau bad-girl?"

"Kalau di sekolah nantinya ada cowok lebih ganteng plus lebih kaya dari Zevan, boleh lah gue ngeharem. Eh kagak jadi lah daripada nyawa gue taruhannya."

Dilanjut memakai kaos kaki berlogo sekolah dan Sneakers putih bermerk Moon Star.

Dia memakai jam tangan bermerk Rolex Submariner warna biru tosca di pergelangan tangan kanannya.

Dia mengambil tas ransel merah dan terdapat gantungan kunci boneka panda.

Yang berisi: empat buku tulis kosong, tempat pensil, iPad, laptop, lipbalm, parfum, kipas mini, tisu basah, tisu kering, charge, pembalut, hand sanitizer, hoodie dan dompet sebelum menutup resleting tas.

"Anjay! Gue kayak mau pindahan nggak sih? Eh tapi semua yang gue bawa penting banget, sampe bikin tasnya berat banget.. Semoga aja gue nggak makin pendek gegara gendong tas ini."

Dia tiba-tiba mendengar ringtone suara bersin yang berulang kali, membuatnya menghela napas kasar.

"Siapa lagi sih yang nge-chat gue?! Nggak mungkin Zevan? Padahal baru selesai berbalas pesan cok!"

Dia mengambil, lalu membuka handphone-nya kembali dan melihat siapa yang meneror spam pesan sebanyak itu.

"Lah? si Adelianjing! Ngapain ngirim pesan sebanyak ini cok! Hmm.. gue jawab semua chatnya atau nggak usah? Tapi nanti ketemuan di sekolah." monolognya.

Saat mau memasukkan handphonenya ke dalam saku jas tiba-tiba berdering dan membuat dirinya geram setengah mati.

Dengan kasar mengangkat panggilan telepon tanpa melihat namanya, dan mendekatkan benda pipih itu di telinga kirinya.

--------------------------------------------------------------------------------

📞 Rhea:

"Halo! Siapa sih lo?! Ganggu tau gak?!"

^^^📞 Adelia:^^^

^^^"Galak amat neng! Nanti wajah lo cepet tua^^^

^^^ kalau marah-marah gitu."^^^

📞 Rhea:

"Bentar, kok suaranya perempuan? Siapa lo!"

^^^📞 Adelia:^^^

^^^"Siapa, siapa! Heh markonah! Lo lupa sama ^^^

^^^sahabat sendiri? Tega bener lo sama gue."^^^

📞 Rhea:

"Sahabat gue? Adelianjing? Apa kabar bestie?"

^^^📞 Adelia:^^^

^^^"Nama gue itu Adelia, nggak ada tuh tambahan^^^

^^^anjing! Lo galak banget lagi pms atau gimane?"^^^

📞 Rhea:

"Ya kagak lah! Gue udah laper pake banget tapi lo malah nelpon gue. Kalau mau ngobrol, di sekolah kan bisa sih."

"Btw, gimana kabar nyokap lo? Baik-baik aja kan?

Lo sekarang masih di rumah sakit atau di rumah?"

^^^📞 Adelia:^^^

^^^"Nyokap gue sekarang udah mendingan, nanti ^^^

^^^malem dibolehin pulang kata dokternya. Ini^^^

^^^lagi di rumah, bokap yang nemenin nyokap."^^^

^^^"Gue ngirim chat dari tadi belum lo bales ^^^

^^^sampe sekarang. Sesibuk apa sih lo?"^^^

📞 Rhea:

"Kalau gue balesin semua pesan lo satu-satu kagak bakal kelar, anying! Lanjut nanti lagi ngobrolnya."

^^^📞 Adelia:^^^

^^^"Ya udahlah, terserah lo aja! Lo daftar sekolahnya ^^^

^^^di mana? Dianter pak Bowo atau naik si Juki?"^^^

📞 Rhea:

"Gue didaftarin bokap gue di GHS, mungkin di sana ada lo sama Zevan jadi mikirnya gue bakalan aman. Nanti gue berangkat naik si Juki."

^^^📞 Adelia:^^^

^^^"Oohhh.. Mau bareng sama gue? Kalau iya, ^^^

^^^gue bakal mampir ke rumah lo. Gimane?"^^^

📞 Rhea:

"Nggak usah ke sini, nanti yang ada lo telat. Rumah lo kan jauh banget dari GHS, kita ketemuan disana."

^^^📞 Adelia:^^^

^^^"Berarti lo kagak bakalan nyasar kan? Soalnya ^^^

^^^jalan ke GHS rumit cuy! Kagak lurus doang."^^^

📞 Rhea:

"Kagak lah! Gue udah hafal denah jalannya terus

sama denah sekolahannya juga. Tenang bestie."

^^^📞 Adelia:^^^

^^^"Syukur deh, kalau gitu gue tutup telponnya. Nanti kalau udah sampe sekolahan kabari gue oke?"^^^

📞 Rhea:

"Oke. Bye."

--------------------------------------------------------------------------------

Setelah panggilan telepon diakhiri, Rhea bergegas mengambil kunci motor sportnya. Tidak lupa juga, memasukkan kembali handphonenya ke saku jas.

Rhea berjalan keluar kamar sambil dia bernyanyi lagu ''Seven'' by Jeon Jungkook, menaiki lift agar bisa turun menuju lantai bawah.

Tentu saja dia memakai earphone yang menyumpal salah satu telinganya.

Setelah sampai di lantai bawah, langkah kakinya membawanya ke ruang makan.

Di sana sudah ada ayahnya yang duduk anteng dan membaca koran dengan secangkir kopi hitam.

Ibunya dibantu Bi Sumi, pembantu yang sudah lama bekerja di rumahnya untuk menyiapkan sarapan.

Rhea mendekat, mengecup pipi Devan dan pipi Diana yang fokus memasak di dapur.

Cup! Cup!

"Selamat pagi papa. Selamat pagi mama."

"Selamat pagi princess nya mama. Tumben kamu bangun nggak kesiangan? Mama kira kamu masih tidur ngebo tadi."

"Selamat pagi juga, putri kecil papa. Sini duduk sembari nunggu masakannya jadi.." ajak Devan menepuk kursi kosong sebelah kiri.

Rhea lantas duduk di kursi dan menaruh tas ransel merahnya di kursi kosong samping.

"Rhea kan harus bangun pagi buat pergi ke sekolah, jadi nggak boleh telat ma." ringisnya memerah malu.

"Oalah, baguslah kalau begitu. Besok-besok sering bangun pagi, biar mama nggak capek tenaga buat bangunin kamu." gurau Diana tersenyum kecil.

Devan terkekeh melihat raut wajah putrinya sedikit tertekuk, bibirnya mengerucut lima senti ke depan.

"Udahlah ma, kasihan Rhea. Lihat itu anak kamu, bibirnya mirip bebek."

Diana tertawa geli melihat putrinya yang semakin merajuk mendengar ejekan dari suaminya.

"Gara-gara papa juga.. Enak aja nyalahin mama doang. Tuh liat wajahnya kusut kayak baju yang belum disetrika."

Bi Sumi tersenyum melihat interaksi manis keluarga majikannya yang dipenuhi canda tawa harmonis.

"Rhea jangan ngambek dong, ya, ya?? Senyum dong. Nanti cantiknya hilang loh.."

"Iiihh, Papaa...! Yang ada Rhea makin mau ngambek ini. Mama kenapa sih kok mau nikah sama modelan kayak papa gini?"

"Ngambek kok bilang-bilang. Mama juga nggak tau kenapa bisa jadi istrinya papa. Apa mama memang harus nyari suami lagi buat ayah baru kamu?" tanya Diana sambil menyajikan masakannya di atas meja makan dibantu Bi Sumi.

"Kok mama gitu? Papa nggak like ah sama mama. Hmpth!" ucap Devan merajuk sambil memalingkan wajahnya ke samping dengan ekspresi cemberut.

Jangan lupakan tangannya yang bersidekap dada sepertu anak kecil.

"Puftt!- Bwahaha..." Tawa Diana dan Rhea seketika pecah saat melihat Devan dalam mode merajuk.

"Kok gantian papa yang ngambek sih? Ayo dong pa, jangan ngambek gitu ah . Nanti wajah tampan papa hilang loh." ejek Rhea menirukan ucapan Devan tadi.

"Nanti mama beneran cari yang lebih seksi, lebih ganteng dan lebih kaya ketimbang papamu yang modelnya kayak jamet gini."

Bola mata Devan melotot sempurna hingga hampir lepas saat mendengar penuturan istrinya.

"Mama beneran nyari ayah baru buat anak kita?? Mama udah nggak sayang papa lagi? Mama kok jahat sih, huwaaa..."

Pecah sudah tangisan Devan seperti anak kecil yang mainannya diambil. Kekanak-kanakan tapi lucu sih.

Bukannya panik, justru mereka ditambah Bi Sumi semakin menertawai tingkah lucu Devan.

Akhirnya, Diana yang menenangkan Devan karena tidak tega melihatnya menangis seperti itu.

"Mama sayang pake banget sama papa. Tadi cuma bercanda doang kok. Di hati mama paling terdalam hanya ada nama papa, nggak ada pria lain. Udah ya nangisnya, cup, cup, cup.."

"Beneran? Nggak bohong?" tanya Devan dengan wajah polos yang tidak sesuai ciri khasnya, yaitu ekspresi dingin sehari-harinya di luar rumah.

Diana mengangguk dengan ekspresi serius.

"Beneran lah, ngapain mama bohong. Nggak ada gunanya, terus juga dapatnya cuma dosa."

Sesaat kemudian, wajah Devan kembali menjadi cerah, secerah sinar matahari.

-TBC-

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!