Ketika matahari terbit dari ufuknya, burung-burung dengan giat terbangun dari tidur malamnya dan beradu siul indah seraya mengepakkan sayap-sayap mungilnya. Tempak riang berceloteh sekelompok burung pipit, melompat sendu dan hinggap dalam ranting pohon. Kawanan tersebut asyik berdiskusi membicarakan suatu tempat dengan hamparan sari-sari bunga dan biji-biji buah yang telah matang siap untuk disantap di eloknya pagi.
Akupun terbangun dan memandang ke arah luar jendela, bunga-bunga di ladang yang basah karena diselimuti embun pagi hari yang telah meninggalkan bau basah, pohon-pohon rindang bergoyang ria, dihembus oleh ribuan pasukan angin sejuk sehingga memancarkan suasana rindang dari setiap ranting, dahan, batang, dan daun hijau seakan sedang menampilkan pantonim alam dan melodi pembangun sukma jiwa yang masih terlelap dalam mimpi.
“Kakak...” Suara merdu bak simponi keindahan melantun gurau.
“Kakak, apa kakak sudah bangun?” Aku sangat mengenali suara ini.
“Kakak! Kalau sudah bangun tolong bukakan pintunya.” Ucapnya agak kesal. Dia yang sedari tadi memanggil-panggilku dengan sebutan kakak, tak lain dan tak bukan adalah adik kesayanganku, Saigiri.
“Iya, aku sudah bangun. Sebentar aku mau ganti baju dulu.” Jawabku malas.
“Cepat bukakan pintunya Kak.”
“Hey kau mau apa?! Mau mengintipku ganti baju apa? Sini-sini masuklah, akan kutunjukkan sesuatu.” Candaku.
“Bukan begitu Kak!! Kakak menyebalkan! Kalau tak kunjung turun, aku akan berangkat duluan!” Ujarnya sangat kesal, namun aku tahu pasti sekarang wajahnya memerah. Aku paling suka menggodanya, karena wajahnya tampak lucu dan terlebih lagi dia sering salah tingkah sendiri.
“Berangkat duluan?”Gumamku bingung.
“Tunggu Saigiri! Memangnya hari ini ada acara apa?” Tanyaku dari balik pintu menghentikan langkah kakinya.
“Kakak lupa ya? Kalau hari ini adalah pelepasan beberapa murid Akademi Bunga Hijau.”
“Huh!! Pelepasan katamu?” Aku dibuat semakin bingung dengan kata-katanya.
“Iya pelepasan, hari ini murid-murid tersebut akan dipindahkan ke salah satu akademi markas pusat, Akademi Teratai Ungu.” Ujarnya.
“Sungguh aku tak memahaminya, tunggu sebentar lagi aku akan segera selesai.” Pintaku seraya memasukkan sebilah pisau dan beberapa buah-buahan ke dalam tas pinggang untuk sarapan pagi.
“Sudah selesai?’ Tanya Saigiri setelah kubukakan pintu kamarku.
“Iya sudah, bisa kau jelaskan lebih rinci lagi?”
“Maksudmu tentang tadi?” Ucapnya.
Aku menganggukan kepala, sepertinya kemarin setelah aku menyerahkan barang titipan Kakek Hork ada hal penting yang aku lewatkan begitu saja. Iya memang. Selepas peperangan panjang, aku langsung kembali kamp dan menyerahkannya. Namun setelahnya aku lekas ke rumah. Mandi, bersih-bersih diri, mengobati beberapa luka memar, memasang perban, dan selanjutnya aku langsung membaringkan tubuhku di atas kasur dengan nikmatnya.
“Nanti akan aku jelaskan di jalan, untuk sekarang ayo cepat berangkat! Semua orang telah menunggu kita dari tadi!” Tukas Saigiri.
“Iya, iya. Dasar perempuan cerewet.” Ejekku.
“Biarlah!” Ucapnya meninggalkanku dan berlari kesal turun dari tangga.
“Hey tunggulah.” Ujarku mengejarnya.
Sesampainya di lantai dasar, aku melirik ke arah taman. Biasanya ayah di situ, menikmari pagi dengan secangkir kopi dan selembaran kertas informasi desa, meneliti tiap berita, dan menyelesaikannya jika ada suatu permasalahan desa. Memang itulah tugasnya, sebab dia adalah salah satu pensiunan penjaga desa dan sangat disegani oleh warga desa.
Walaupun sudah tua, tapi tak dapat dipungkiri lagi kekuatan fisiknya. Kemarin saja saat terjadi penyerangan Zardock, dia dapat menahan Zardock dan mengalihkan perhatiannya untuk menjauh dari desa. Dia sempat beradu kekuatan dengan Zardock sendirian, walaupun tak cukup kuat untuk mengalahkannya. Tetapi ayah telah memberikan sedikit waktu untuk menyiapkan pasukan desa guna mengalahkan Zardock.
Tapi sejauh mata memandang aku tak menemukan batang hidungnya sedikitpun. Tidak seperti biasanya, mungkin ayah juga ikut dalam pelepasan murid Akademi Bunga Hijau. Dia juga salah satu alumni dan pengajar di akademi tersebut.
“Apa kau sedang mencari ayah?” Tanya Saigiri.
“Iya, apa ayah juga ikut?”
“Pastilah, ayah berangkat duluan tadi pagi-pagi buta. Dia bilang ingin ke makan ibu terlebih dahulu dan menemani beberapa tetua desa untuk mempersiapkan pelepasan murid.” Jawabnya.
Akupun termenung sebentar, setelah sadar bahwa ibu juga ikut terbunuh dalam tragedi itu. Waktu itu dengan cerdik Zardock mengarahkan salah satu serangannya tepat ke arah tempat persembunyian dan itu mengakibatkan semua warga desa yang berada di tempat itu terbunuh, termasuk ibu.
“Maafkanku, andai saja aku lebih kuat lagi waktu itu, pasti aku dapat menyelamatkan ibu dan warga desa.” Ujarku lesu.
“Sudahlah Kak, yang lalu biarlah berlalu. Sekarang waktunya kita bangkit dan terus berusaha menjadi lebih kuat lagi, agar kita dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa lagi.” Bisik Saigiri seraya memeluk erat tubuhku.
“Aku akan selalu berada di sisimu, Kak.” Imbuhnya.
“Berjanjilah... Aku juga akan selalu menjagamu, walau nyawa sebagai taruhannya.” Aku membelai lembut rambutnya, dan kubisikkan kata-kata tersebut.
Saigiri hanya membalas dengan senyuman lega dan secuil air mata menggenang mungil di kelopak matanya. Tampak indah berkilauan, sungguh pemandangan yang menyejukkan hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
San Jaya
"Kakak..." ❌
"Kakak ..." ✔️
----
Tak ❌
Tidak ✔️
----
Alurnya bagus.
2020-07-05
0
Honey
Kakak adek yang so sweet. Hmmmm. Tapi aku tidak setuju.
2020-07-04
0
Who Know
Brocon Atau Siscon Gitu Dong Thor, Biar Greged
2020-06-17
1