[ Not Edited ]
“M-A-T-I-L-A-H” Ucap laki-laki berpakaian serba hitam itu dengan menempelkannya sebilah pedang di leher Adellia.
(Berpikirlah Tyga, tolong berpikirlah. Bagaimana caraku untuk menghentikannya. Alihkan perhatiannya, selamatkanlah Adellia!)
“Tunggu!! Bukankah kau ingin menjadikannya sebagai permaisurimu, kenapa kau ingin membunuhnya!” Selaku.
“Hoi-hoi-hoi, apa kau tidak bisa diam untuk sejenak saja?!”
“Bagaimana aku harus, ada seorang wanita yang ingin dibunuh tepat di depan mataku!”
"Sudah kukatakan tadi! aku juga akan membunuhmu nanti, jadi tunggu dan bersabarlah.” Ucapnya yang begitu halus membuatku muak dan ingin muntah, bagaimana bisa sosok seperti dia yang kalem itu dapat membunuh orang dengan mudah dan mempunyai kekuatan yang menyeramkan.
Dia berbalik ke arahku dan menatap dengan tajam. Aku hanya diam dan terpaku menatapnya.
(Apa yang dia inginkan?)
“Sekarang kau hanya diam? Mana semangatmu tadi?” Tanyanya.
“A-A-Aku akan mem-membunuhmu.” Suaraku terdengar pelan, tak tahu mengapa mulut keluh oleh ludah. Keringat mengucur deras bak hiliran sungai.
“Hoi-hoi-hoi ingin membunuhku? Apa kau tahu bagaimana rasa sakit itu? Apa kau ingin merasakannya?”
Perlahan-lahan dia mendekatiku, setapak demi setapak menumbuhkan geitr dalam sanubari. Jantung berdetak secara tidak normal, cepat nan menyesakkan. Pedang tampak merah mengkilap, bekas darah yang telah mengering.
Sementara Adellia yang tak jauh dariku hanya membatu. Pandangannya kosong tanpa seberkas cahaya sedikitpun, pupilnya membesar dan berwarna pucat. Mulutnya terbuka lebar seakan sedang tercekik oleh suatu entah apa dan mengapa.
Laki-laki berwajah pucat kini memberhentikan langkahnya. Dia menoleh ke arah Adelli dan kembali memandangiku, silih bergantian.
“Lihatlah, dia sekarang tidak bisa berbuat apa-apa.”
“Apa yang telah kau lakukan padanya?”
“Sudah kuduga, ternyata kau sangat bodoh. Lebih bodoh dari monster yang kau kalahkan itu.” Ucapnya seraya menunjuk Zardock yang tergeletak tak bernyawa.
"Bukannya itu adalah salah satu perbuatanmu? Dassar Licik! Dasar Picik!” Hinaku.
“Hoi-hoi-hoi, apa yang sedang kau bicarakan? Dari mana kau tahu kalau itu semua adalah perbuatanku?”
“Mau mengelak bagaimanapun, kami pasti percaya bahwa semua kejadian ini tak lain dan tak bukan kalau bukan disebabkan oleh perbuatan kalian!”
“Siapa yang kau maksud itu? Jangan bercanda! Memang aku salah satu dari mereka, tapi aku berbeda. Aku akan menjadi raja dari segala raja kegelapan!” Matanya mendelik tajam, pupilnya tampak hitam pucat selayaknya mata sebuah mayat.
"Lantas siapakah dirimu sebenarnya?! Kenapa kau tak berani menampakkan wujud aslimu?” Tandasku.
“Hoi-hoi-hoi, tenang-tenang, jangan terburu-buru sampai segitunya kau ingin mengetahui jati diriku yang sesungguhnya. Bukan berarti aku tak mau menampakkan wujud asliku, namun di sini aku hanyalah sebuah roh dan sedang merasuki tubuh seseorang. Jadi percuma saja kalau kalian menghujamku dengan berbagai macam sihir, menusukku dengan beragam senjata suci! Hal itu percuma! A-K-U / T-I-D-A-K / A-K-A-N / M-A-T-I, karena aku adalah Sang Guardian.” Sabdanya sembari mengancungkan pedang ke dadaku.
(Sang Guardian? Apa maksudnya)
“Aku ulangi sekali lagi, yang akan mati adalah K-A-L-I-A-N.”
Mataku tertuju langsung pada pedang yang tengah terangkat tepat ketika matahari mulai menampakkan diri, tampak . Pagi telah datang, namun kehidupanku sebentar lagi akankah segera berakhir, entah sudah berapa kali aku merasakan “Apa aku akan mati sekarang?” Sampai-sampai sukma ini lelah dan bosan. Sementara Adellia benar-benar membisu dan wajahnya kian pucat, aku tak tahu apa yang telah terjadi padanya.
Aku teringat sebuah pepatah yang sempat diutarakan oleh mendiang Kakek Hisyam yakni “Terbit dengan harapan, terbenam dengan kenangan.” Namun keadaan yang aku alami sekarang sangatlah berbeda, aku terbit dengan sebuah kematian dan terbenam dalam kesedihan.
“Apa kau sudah siap? Mungkin ada suatu wasiat yang ingin kau sampaikan.” Tanyanya selayaknya Malaikat pencabut nyawa.
“Tapi tak mungkin wasiat itu tersampaikan, semua orang yang ada di sini pada akhirnya akan mati juga.” Imbuhnya dengan memamerkan senyuman licik.
Dalam benak aku berharap jikalau aku mati, kematianku bukanlah hal yang sia-sia. Cukup itu saja.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Hallo sobatt pembaca sekalian!! yang sudah membaca novel ini maupun sekadar mampir, saya sebagai author mengucapkan banyak terimakasih jika kalian memberikan dukungan dengan cara di bawah ini:
* Dukung penulis dengan memberikan tips / vote seadanya
* Follow akun penulis
* Berkomentar yang baik dan bijak
* Always like and share in your social media
* Bintang limanya ya gaes
* Favorit (Ini yang paling penting wkwkwkwk)
Bantuan kalian sangatlah berarti untuk Author, karena setiap support yang kalian berikan dapat menambah semangat author dalam melanjutkan cerita ini!! Dukung terus ya gaesss.... :D
# Terimakasih banyak gaes, see you on the next chapter.... ^_^
WA : 08973952193
IG : bayusastra20
email : bayu_sastra20@yahoo.co.id
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
San Jaya
Dialog: Bagaimana aku harus?
Apa maksudnya? :v
Koreksi: "Tentu saja tidak ...."
----
Waktu baca dialog yang dikapital dan pake tanda strip, aku kayak anak TK yang diajari cara baca lagi wkwkwk.
----
2020-07-04
0
Honey
Ada saltik: geitr >>> getir
Saatnya bangkit Tyagaaaaa. Don't despair and never lose hope ....
2020-07-03
0
rita ningsih
14 komentar kurang?
2020-05-05
2