Bisa kita Mulai?

Kaki Alysa bukan main gemetar, ia berdiri dengan hills setinggi tujuh centi meter biasanya bukan masalah baginya. Tapi, malam ini, mendadak tubuhnya tegang, sedangkan kakinya secara perlahan melemah menumpu tubuhnya. Alysa yakin kalau Reyhan tidak segera menyuruh dirinya duduk, sudah pasti Alysa akan tergeletak diatas dinginnya kamar Hotel bintang lima yang ia inginkan.

"Wine?" tawar Reyhan.

Alysa menelan susah ludah, tenggorokannya kering tiap kali ingin berucap, sehingga suara yang dihasilkan tidak jelas. Alhasil, hanya sebuah anggukan kepala sebagai tanggapan.

Reyhan masih dengan pakaian saat pertama kali dirinya bertemu, handuk yang berada di pinggang miliknya masih setia bertengger disana, menutupi bagian tubuh bawah Reyhan. Bedanya, rambutnya sudah sedikit mengering. Ia menuangkan Wine merah sedikit pada gelas milik Alysa. Kemudian, Reyhan menyerahkannya dengan santai, lalu meminta bersulang.

Ditempat Alysa duduk, ia terus menetralisir perasaannya saat ini. Wine yang tengah ia cicipi sesekali gelasnya ia goyangkan. Hal tersebut, ia lalukan untuk menghindari rasa kikuknya akibat pertemuan ini. Dari tempat Alysa duduk ia mulai merasakan ada seseorang yang tengah memandanginya, siapa lagi kalau bukan Reyhan? Dari ekor mata Alysa, ia bisa melihat kaki Reyhan semakin mendekat pada dirinya.

Setiap langkah yang dilakukan Reyhan membuat jantung Alysa semakin cepat berdetak, kegugupan semakin melingkupi dirinya. Sepertinya hal itu diketahui oleh Reyhan. "Jangan kaku hanya karna saya Dosen kamu, kita ini sedang diluar kampus."

Reyhan mengulurkan tangan pada Alysa. "Reyhan, nama saya Reyhan." Reyhan menunggu uluran tangan Alysa. Sama sekali ia tidak menurunkan tangannya, ia masih setia menunggu.

Meskipun Alysa bingung, ia pun ikut mengulurkan tangannya. "Alysa."

Reyhan tersenyum miring. "Bukan Ica?"

Alysa mengangkat wajahnya melihat Reyhan lebih jelas. Dosen mudanya ini seperti tengah mengolok dirinya.

"Sa...ya ... Sa...ya..." Mulut Alysa benar-benar tidak mampu mengeluarkan banyak kalimat, ia masih belum bisa berpikir bagaimana ia harus bersikap, selain meminum satu gelas wine dalam satu tegukkan habis.

"Biar saya tuangkan kembali," Reyhan mencoba membawa gelas kecil kosong dari tangan Alysa. Namun, secepat itu Alysa tolak. Faktanya, Alysa bukan peminum yang baik, kalau terlalu banyak minum ia akan menyebalkan, mungkin sedikit tipsy tidak masalah, tentunya bukan di depan Reyhan ia akan melakukannya.

"Tidak perlu."

Reyhan mengangguk, ia kembali menuangkan satu sloki kecil kembali ke dalam gelas, ia meminumnya cepat. Setelah itu, ia membawa satu bucket ukuran sedang bunga mawar merah yang Reyhan simpan dimeja untuk diserahkan pada Alysa.

"Permintaan kamu." Alysa menerimanya.

"Makasih."

"Sama-sama."

Alysa yang biasanya menyukai aroma mawar merah segar, kini tidak sedikitpun ia berani menghirup. Alysa bahkan tidak bisa mencium harum alami dari bunga mawar yang ia pegang, kegugupun menyita banyak perhatian Alysa, termasuk indra penciumannya.

"Bisa bantu saya mengeringkan rambut?" pinta Reyhan yang sudah menghilang dari pandangan Alysa. Tubuh tegap Reyhan berjalan menuju kamar utama di Hotel yang ia tempati, memaksa Alysa mengekor ikut Reyhan masuk kedalam kamar.

Sampai didalam kamar, Reyhan segera menyiapkan alat yang dibutuhkan. Sudah selesai, tubuh Reyhan berbalik melihat Alysa. "Sini." Titah Reyhan.

Alysa menarik pelan nafas, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Alysa mulai memberanikan diri melangkah. Sepanjang Alysa berjalan menuju Reyhan, selama itu pula bola mata Reyhan menatap tubuhnya dari atas hingga ujung kaki. Alysa melihat mata Reyhan tampak mengkilat, seperti seekor kucing melihat ikan yang siap untuk ia makan.

Alysa mungkin belum pernah berhubungan intim, tapi ia tahu sebagai perempuan dewasa ketika seorang laki-laki tengah berada di titik menginginkan sesuatu sebagai pria dewasa yang ingin diluapkan hasratnya.

Entah karna jalan Alysa yang lamban atau karna Reyhan sudah tidak tahan lagi, begitu jarak sudah semakin dekat. Reyhan, segera menarik pergelangan tangan Alysa, hingga tubuh Alysa untuk pertama kalinya tanpa sengaja menyentuh tubuh bagian atas yang terbuka milik Reyhan tanpa terhalang kain apapun.

"Saya tidak suka perempuan lelet." kata Reyhan pelan disamping telinga Alysa.

Kala posisi itu, tubuh Alysa memberi reaksi yang tidak biasa. Ada sebuah gleyar aneh dalam dirinya. Tiap kali Reyhan mengambil nafas kemudian menghembuskannya dekat Alysa. Tubuhnya menjadi sangat sensitif ia rasakan.

"Bisa kita mulai?" tanya Reyhan.

Alysa mundur beberapa langkah, tangan Reyhan segera menahan pinggang Alysa. "Kenapa?" tanya Reyhan.

Tentu saja Alysa mundur, ia terlalu takut, ia belum siap kalau harus dengan cepat Reyhan membawa dirinya dalam malam panjang yang sama sekali tidak pernah ada dalam pikirannya.

Disis lain Alysa merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia menolak, ia sendiri yang datang kesini, ia juga yang akan menerima uang yang dibutuhkannya itu. Dan itu, Reyhan sudah berani bayar mahal untuk dirinya.

"Sa..ya Sa..yaa." kalimat Alya kembali tidak selesai, mulutnya masih terbata-bata.

"It's okey. Rileks." pinta Reyhan mengelus pinggang Alysa perlahan.

Alysa menatap manik mata Reyhan. "Oke?" tanya Reyhan lagi.

Anggukan kecil Alysa sebagai jawaban bagi Reyhan. Setelah itu, Alysa melakukan tugasnya, ia mengeringkan rambut sambil berhadap dengan tubuh Reyhan yang bertelanjang dada.

"Saya suka parfum yang kamu pakai," seru Reyhan.

"Terima kasih."

"Saya tidak mengira kita akan bertemu disini," terang Reyhan.

"Apalagi saya Pak, ga ada sama sekali dipikiran saya." Rutuk Alysa dalam hati.

Reyhan menyisir tiap jengkal tubuh Alysa secara perlahan, sampai ia bisa bertemu dengan kedua bola mata milik Alysa. Dari tatapan itu, ia bisa melihat mata terang milik Alysa untuk beberapasaat, perlahan tangan kirinya ikut terangkat mengelus pinggang Alysa, sedangkan tangan kanannya mengelus pundak Alysa yang terbuka mengekpose leher jenjang serta pundak Alysa.

Alysa sekuat hati menutup mata, menahan diri agar tidak terbawa suasana. Tapi sulit, sejak Alysa mulai mengeringkan rambut Reyhan, selama itu pula kedua tangan Reyhan tidak pernah diam, ia terus memberikan sapuan halus pada area pinggang Alysa.

"Pinggang yang bagus."

"Hm, terima kasih."

Tepat setelah ucapan terima kasih itu, Reyhan cepat menurunkan alat pengering rambut tanpa mematikannya terlebih dahulu, kemudian bergerak memagut bibir Alysa.

Alysa yang terkejut tidak siap atas serangan Reyhan. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Reyhan agar terlepas. Alysa menolak sentuhan Reyhan.

Tubuh Alysa masih dalam dekapan Reyhan, meski sekuat tenaga ia mencoba mendorong. Tubuh Alysa terdiam kaku. Tangannya masih bertengger sempurna dikedua pundak Reyhan. Tangan Reyhan tidak membiarkan tubuh Alysa menjauh, sehingga membuat Alysa tidak bisa bergerak leluasa.

"Pak, saya mohon jangan lakukan itu," pinta Alysa dipundak Reyhan. Alysa harap Reyhan mendengar suaranya yang parau, karna ia benar-benar belum siap untuk melakukannya.

Alysa mungkin salah, karna bagaimana bisa ia menolak ciuman yang baru saja dilakukan dalam waktu kurang dari dua menit. Tapi, itu respon alami tubuhnya, ia tidak bohong, kalau dirinya terkejut. Hal itu karna dirinya belum siap menerima serangan ciuman dari Reyhan. Secara, Reyhan adalah orang baru bagi dirinya. Meskipun, keduanya sudah saling mengetahui satu sama lain sebelumnya, meski sebagai seorang Dosen dan Mahasiswi.

Pikir Alysa, dirinya akan mendapatkan marah Reyhan atas penolakan yang dilakukan Alysa. Sebaliknya, laki-laki didepan Alysa justru tertawa.

Reyhan terkekeh kecil. "Pak?" katanya.

Kepala Alysa terangkat sedikit demi sedikit memberanikan diri tubuhnya mundur menjauh dari pundak Reyhan, mengangkat kepalanya untuk menatap Reyhan. "Iyaa," sahut Alysa terbata-bata.

Reyhan menghela nafas, kemudian menatap manik mata Alysa. Entah kenapa ia, mulai menyukai bola mata kecoklatan terang itu untuk ia pandangi. "Bukankah kita sudah berkenalan? Kamu masih manggil saya, Pak? saya tersinggung." kata Reyhan.

Alysa menggeleng cepat. "Bukan begitu, Pak, saya masih tidak biasa atas semua ini, tolong jangan tersinggung dulu."

"Lalu? Kamu pikir saya sudah setua itu sampe harus dipanggil, Bapak?" pertanyaan Reyhan justru membuat Alysa takut, juga tidak kuasa menahan tawa karna ucapan spontan Reyhan. "Kenapa ketawa?" tanya Reyhan dingin.

Alysa segera membenarkan mimik wajahnya serius. "Saya minta maaf." Alysa mengakui ia menertawakan panggilannya untuk Reyhan.

Kaki Reyhan menjauh dari Alysa, ia pun melepaskan kedua tangannya dari pinggang ramping Alysa. Kaki Reyhan berjalan menuju kasur mengambil kaos yang disiapkan. kemudian membuka handuk berganti celana tanpa malu dilihat oleh Alysa.

"Akhhh, Pak Reyhan." teriakan Alysa membuat Reyhan terheran atas tingkah Alysa, bagaimana bisa perempuan panggilan kaget hanya karna pelanggannya membuka celana.

Reyhan menatap sinis Alysa, kemudian meninggalkan gadis itu keluar dari kamar utama menuju ruang tamu.

Alysa cepat bergerak mengikuti langkah besar Reyhan. "Pak, saya minta maaf, saya tidak bermaksud...," kalimat Alysa segera Reyhan cela.

"Saya lapar, bisa buatkan saya makanan?" pinta Reyhan, sambil terus berjalan lurus.

"Makanan? Tapi, saya tidak bisa memasak, Pak," ungkap Alysa.

Tubuh Reyhan berenti sebentar, kemudian berbalik, berputar menghadap Alysa. "Kamu mau buatkan saya makanan, atau kamu yang saya makan?" ancam Reyhan.

Alysa melotot, dengan cepat ia menangguk, kemudian memilih berlari menuju Dapur. Alysa tidak mengetahui ia harus masak apa untuk Reyhan, Tapi, ia bisa mencoba membuat sandwich kesukaannya.

Saat tengah berada di Dapur, Reyhan kembali menemui Alysa. Padahal keduanya belum lama berjauhan dalam hitungan puluhan menit, tapi Reyhan sudah seperti kekasih yang merindukan kekasihnya saja. Langkah Reyhan menuju Alysa tenang, namun menghipnotis Alysa untuk berenti dari pekerjaannya memotong sayur. Reyhan memutari meja pentry. Sampai dekat dengan Alysa yang tengah menyiapkan makanan untuknya, Reyhan berdiri dibelakang tubuh Alysa.

Reyhan menyudutkan Alysa semakin lekat pada meja pantry untuk memasak. Tubuh Reyhan sudah menempel sempurna pada belakang tubuh Alysa, disusul ucapan Reyhan sudah seperti suara bisikan ditelinga Alysa dapat ia dengar, membuat sekujur tubuhnya seketika panas dingin.

"Suara Hills kamu mengundang saya ke Dapur," tutur Reyhan.

"Ma...aff," sahut Alysa gugup.

"Jangan bergerak," titah Reyhan, berbisik ditelingan Alysa.

Perlahan kepala Reyhan merunduk, ia memberi kecupan kecil, sepanjang bahu Alysa. Hal tersebut, membuat Alysa memutar kepala kemudian menatap Reyhan tidak terima. Seolah tersihir akan pesona Reyhan, sama sekali Alysa tidak memberikan perlawanan apapun. Bibirnya terkatup rapat.

"Ikat rambutmu." bisik Reyhan.

Kembali tangan Reyhan membenarkan pandangan Alysa agar lurus kedepan. Menurut, Alysa mengikat rambutnya sembarangan hanya menggunakan satu sumpit.

Tanpa membuang waktu Reyhan mulai menjelajah pundak putih Alysa. Ia beberapa kali terdiam sebentar untuk menghirup aroma tubuh Alysa. Puas dengan pundak yang ia beri kecupan kecil, ia lakukan kembali pada punggungnya Alysa. Secara tidak sadar, Alysa mau merunduk, demi memudahkan Reyhan menciumi punggung yang terbuka tanpa kain.

Mendapat akses dengan mudah, Reyhan memeluk perut rata Alysa. Menahan, agar Alysa tidak melakukan banyak pergerakan. Sedangkan bibir Reyhan terus turun menjelajah mengecup semua bagian belakang tubuh Alysa.

"Pak," bisik Alysa mencoba protes, kala Reyhan menggesekan miliknya kepada area dua bulatan yang ada dibelakang milik Alysa.

"Reyhan, panggil aku Reyhan." bisik Reyhan kembali ke dekat telinga lalu menjilat cepat daun telinga Alysa.

"Hmm..," Alysa menurut, ia mulai tidak terkendali.

Reyhan kembali kebawah, sampai di lutut, ia segera membawa tubuh Alysa keatas meja. "Rey," panggil Alysa kaget.

"Saya suka panggilan itu."

Sebuah senyuman terbit di bibir Rey, diikuti tubuhnya sedikit melekung kedepan mendorong diri agar lebih dekat dengan Alysa. "Kamu suka diperlakukan seperti apa?" tanya Reyhan tanpa basa basi.

Mata Alysa menyipit. Mencoba menerka pertanyaan Reyhan kemana arahnya. "Begini?" Reyhan secara mendadak mencoba mencium leher Alysa. Tapi, segera Alysa tangkis dengan sebuah dorongan kecil pada dada Reyhan.

"Tidak suka?" tanya Reyhan diikuti senyuman nakalnya. "Begini?" Reyhan semakin mendekatkan diri, sambil kedua tangannya terulur mengelus kedua pipi Alysa, mencoba memberikan ketenangan.

"Biasanya, pelanggan akan meminta bagaimana cara ia mau diperlakukan, bukan sebaliknya," terang Reyhan.

"Pelanggan?" satu pertanyaan keluar dari mulut Alysa.

"Yaa, pelanggan," sahut Reyhan tenang, sambil menatap manik bola mata terang milik Alysa.

"Sepertinya, sudah sesering itu melakukan hal ini." ungkap Alysa pada Reyhan.

"Tidak juga, mungkin sesekali saat hidup saya terasa sepi atau terlalu banyak pekerjaan. Kenapa? Kamu tertarik dengan kehidupan ranjang saya?" tanya Reyhan sambil tersenyum miring penuh percaya diri.

"Tapi anda Dosen." sela Alysa.

"Kamu juga Mahasiswi," sahut Reyhan.

"Anda kaum pendidik."

"Kamu kaum terdidik, sama saja." sahut Reyhan membuat Alysa diam. "Alysa, jangan pikirkan hal itu disaat tengah seperti ini. Dan, pandanglah saya sebagai laki-laki yang sangat menginginkanmu malam ini, bukan Dosen yang kamu kenal di kampus." putus Reyhan membuat Alysa terkejut karna kalimat terakhir yang ia utarakan.

"Tapi, Pak."

Reyhan menghela nafas kasar. "Saya tidak tahu, kamu sedang berpura-pura malu pada saya, atau kamu masih memang sangat malu karna identitas kamu sebagai perempuan penghibur diketahui oleh Dosen kamu sendiri." terang Reyhan.

Bibir Alysa masih terkatup. Ia tidak mungkin menanggapi semua ucapan Reyhan. Bukan karna ia takut lagi, tapi hal itu akan sia-sia. Reyhan tidak akan mungkin percaya semudah itu pada Alysa, jika ia jujur atas kondisi keadaannya saat ini.

"Kenapa diam?" tanya Reyhan.

Alysa menggelengkan kepala lemah.

"Saya bisa menjaga rahasia ini," kata Reyhan lagi, berhasil mengangkat wajah Alysa menatap Reyhan. "Kalau itu yang kamu takutkan sejak kamu datang. Saya bisa jaga rahasia, begitupun kamu, bukan? Kamu ingin tidak ada siapapun tahu soal ini, kan?" lanjut Reyhan.

Alysa diam. Reyhan mengartikan kebisuan Alysa sebagai jawaban yang sama, sesuai dugaan Reyhan untuk dirinya bahwa, Alysa tidak ingin ada orang yang tahu soal kejadian ini.

"Saya rasa, sebaiknya kamu lanjutkan untuk memasak. Maaf sudah menganggu," ucap Reyhan disusul kecupan manis dikening Alysa lama. "Sebelum itu, biar saya buka sepatu kamu, suara ketukan hillsnya mengundang saya datang." lanjut Reyhan diikuti seringai.

Usai mengucapkan hal Itu, Reyhan membuka sepatu milik Alysa. Tapi, sebelum itu. Reyhan menciumi kaki jenjang Alysa singkat-singkat.

"Saya suka aroma tubuh kamu Alysa, tubuh kamu, rambut kamu, dan matamu yang indah itu, saya suka." ungkap Reyhan terang-terangan memuji Alysa.

Puas dengan apa yang ia lakukan pada Alysa. Kaki Reyhan kembali ke tempat ia semula ia diam. Di ruang tv. Setelah sebelumnya ia mengucapkan.

"Akan menjadi malam yang panjang untuk kita malam ini, Alysa."

...Akan dilanjut jika komentarnya minimal 10-20 komentar, tolong sekali jangan lupa di like, di share, dan ramaikan cerita ini yaa...

...Terima kasih sudah membaca sampai selesai, sampai ketemu dichapter selanjutnya....

Terpopuler

Comments

Blue Persona

Blue Persona

Thor, saya ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya!

2024-12-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!