Bab. 2 Mau Bukti?

Berpikir mengenai tawaran pernikahan dengan seseorang yang menyukai sesama jenis. Inara benar-benar tidak habis pikir.

Inara menggelengkan kepala. “Pak, apa Bapak juga akan membuktikan sama orang, kalau Bapak ini bukan Gay?” Buru-buru Inara membungkam mulutnya sendiri. Merasa sial karena telah kelepasan mengatakan itu. ‘Duh, kalau dipecat, bisa berabe gue.’

“Jadi, selama ini kamu anggap saya sebagai Gay?” Argha mendelik. Bahkan berita itu telah menyebar ke mana-mana. Ia sendiri kualahan. Ia tak akan mengampuni siapaoun yang menyebarkan berita bohong itu. Pria berwajah tirus itu menggulung kemejanya sampai siku. “Saya bukan seperti itu.”

Inara beringsut mundur, saat Argha mencondongkan tubuhnya.”Ma-maaf, Pak. Saya hanya dengar dari gossip.”

“Dari gossip, ya? Apa kamu mau saya buktikan sekarang, seberapa perkasanya saya?”

Inara seakan lupa cara bernapas dengan baik, dengan jarak sedekat ini dan wajah tampan yang selalu dingin itu membuatnya benar-benar menggigil. Aroma maskulin pada pria ini benar-benar membuatnya gila. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Ia tidak akan memberikan hal berharganya pada siapapun. Entah kekuatan dari mana, Inara langsung mendorong dada Argha untuk menjauh, dan memalingkan wajah. “Ya, saya kan tahu cuma dari gossip.”

“Gosip murahan dari Artha. Huh! Dia tidak mau bersaing sama saya. Ini kesempatan terakhir buat kamu, mau balas dendam dengan menikah sama saya, atau—“

“Oke! Saya setuju.” Tanpa berpikir panjang, Inara langsung menyetujui. Ia akan membalas rasa sakit hatinya dengan menjadi kakak iparnya Artha. Ya. Cara itu yang bisa ia pakai dengan berbalas dendam. Bukankah selama ini mereka sering putus-nyambung? Kali ini, ia tak ingin menerima permohonan maaf sedikitpun dari pria itu.

“Kamu tidak mau berpikir lagi?”

“Tidak. Tapi, apa jaminannya kalau Bapak hanya memperalat saya?”

Argha mengendurkan ikatan dasinya. “Sebagian harta saya, akan jadi milik kamu. Tenang saja.”

‘Woah … ini, sih berkah! Gak dapat adeknya, dapat abangnya yang sarang duit. Soal tampang, Pak Argha memang jauh lebih menawan, meski agak kurang normal juga, sih. Ah, bodo amat! Kalaupun dia gak nyentuh aku, seenggaknya aku bisa beli apapun yang aku mau. Gue selama ini capek selalu dihina matre, sekarang, aku tunjukan ke orang-orang, sebagaimana matrenya aku. Sebel banget aku.’

Argha menjentikkan jarinya di depan wajah Inara. Gadis bermata lebar itu berjengit. Kini di hadapannya ada pria tampan yang ia sebut tak normal itu. “Apa yang kamu pikirin?”

“Ehem. Tidak. Saya setuju.”

Argha manggut-manggut, lantas bangkit dari tempatnya duduk. “Baiklah. Istirahat saja. Saya masih ada urusan. Fokuskan pada kesembuhan kaki kamu, saya tidak mau tahu, kamu harus cepat pulih. Dan saya akan menggelar pesta pernikahan yang mewah.”

“Sebentar, Pak!” sergah Inara dengan menarik tangan Argha. “Ma-maaf.” Inara melepaskannya karena merasa telah melampaui batas. Gadis itu nyengir karena merasa bersalah.

Ia menggigit bibir bawahnya. Argha terlihat sabar menunggu. Pria tampan itu bersedekap dada.

“Bagaimana dengan keluarga Bapak mengenai ini?” tanya Inara hati-hati. Mengingat hubungannya dengan Artha saja sebelumnya dilarang. Lantas, bagaimana dengan Argha yang kabarnya pewaris?

“Saya tidak butuh pendapat mereka. Soal papa saya, itu akan jadi urusan saya. Kamu, cukup persiapkan diri.”

Inara mengangguk. Ia tahu bagaimana kerasnya hati seorang Arghantara Winata. Pria berusia 32 tahun itu memang sangat arogan, dingin dan jarang tersenyum. Selama ia bekerja di perusahan keluarga Winata, tak pernah ia melihat sosok Argha tersenyum. Wajahnya selalu datar.

“Jadi, apa ada lagi yang ingin kamu tanyakan?”

Inara menggelengkan kepala. Semuanya sudah terasa jelas.

“Baiklah, istirahat dengan benar. Supaya kakimu iyu cepat sembuh.” Argha memutar tumit, lantas pergi dari kamar Inara.

Inara mengembuskan napas dengan kasar. Sepertinya ini benar-benar sulit untuk dimengerti.

“Sebenarnya, apa yang sedang Pak Argha rencanakan?”

Tok tok tok!

Seorang wanita membawakan nampan berisikan makanan. Wanita itu berjalan mendekat. “Permisi, Nona, saya Ami. ART di sini. Tuan Argha menyuruh saya untuk mengantarkan makanan untuk Anda.”

Ami meletakkan satu nampan berisikan nasi dan air putihnya di atas nakas. “Apa langsung mau dimakan, Nona? Anda butuh sesuatu?”

Inara menggelengkan kepalanya. “Em, tidak. Terima kasih Mbak Ami.”

“Sama-sama, Nona. Oh, ya. Kalau begitu saya pamit keluar.”

“Sebentar, Mbak,” sergah Inara. Gadis itu benar-benar sangat penasaran mengenai keluarga Winata. Barang kali, ia bisa menemukan informasi mengenai keluarga itu.

Dengan sedikit meringis, Inara menurunkan kakinya yang sakit ke bawah. “Apa kamu lihat ponsel saya?”

Ami menggelengkan kepalanya kuat. “Sejak Anda dibawa ke mari, saya tak melihat ponsel, Nona.”

Inara menepuk kepalanya. “Apa jatuh di got ya?”

Ami terlihat bingung. Ia hanya meringis. “Jadi, apa Anda butuh sesuatu?”

“Em, Mbak. Pak Argha itu kakaknya Mas Artha, kan? Apa Mas Artha sering pulang ke sini?”

“Jarang sekali, Nona. Pak Artha jarang ke sini. Kecuali kalau Tuan dan Nyonya besar di rumah. Pak Argha sebenarnya juga jarang di sini.”

Mata Inara mengerjab beberapa kali. Tak habis pikir dengan keluarga yang tak kompak ini. Matanya mengedar ke penjuru ruangan. “Rumah sebesar ini jarang dihuni?”

“Iya, Nona. Tuan Artha dan Tuan Argha memiliki apartemen masing-masing.”

Tentu Inara tahu kalau soal itu. Siapa yang tak tahu Arghantara Winata yang memiliki banyak uang. Satu apartemen itu hanya barang kecil. Ia yakin, Argha memiliki lebih dari itu.

“Em, kenapa Pak Argha dan Mas Artha kelihatan tidak akur, ya, Mbak?” tanya Inara pada intinya.

Wajah Ami berubah pias. Gadis itu resah dan meremas ujung seragamnya. “Em, maaf, Nona. Kalau soal itu saya tidak tahu. Lagi pula, itu bukan kapasitas saya untuk berbicara.”

Inara mengerti. Kalaupun Ami mengatakan yang sebenarnya, tentu itu akan mempengaruhi pekerjaan gadis itu di sini kan? Ah, Inara merasa tidak enak hati. Ia meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Jadi, apa ada lagi yang ingin Nona tanyakan?”

Inara menggelengkan kepala. “Tidak. Itu saja, Mbak. makasih ya, sudah membawakan makanan untuk saya.”

Ami mengangguk dengan sopan. “Sama-sama, Nona. Oh, yam obatnya jangan lupa di minum ya. Beberapa saat lagi saya akan datang untuk mengambil lagi nampannya.”

Inara mengangguk dan Ami pun pergi dari kamarnya.

Inara menoleh pada makanan yang sudah disiapkan oleh Ami. Makanan yang terbilang mewah baginya yang biasanya hanya memakan nasi bungkus dan mie instan di tanggal tua seperti ini.

“Mama bakalan marah gak ya? Masa aku mau nikah sama abangnya, setelah putus dari adiknya. Apa kata dunia? Ah, bodo, ah! Lagian, siapa sendiri selingkuh!”

Episodes
1 Bab. 1 Diputusin Demi Wanita Lain
2 Bab. 2 Mau Bukti?
3 Bab. 3 Mencapai Tujuan
4 Bab. 4 Jangan Pedulikan Orang Lain
5 Bab. 5 Hubungan Saling Menguntungkan
6 Bab. 6 Terbaik
7 Bab. 7 Calon Suami Posesif
8 Bab. 8 Tinggal Bersama
9 Bab. 9 Berkah atau Petaka?
10 Bab. 10 Memendam Sendirian
11 Bab. 11 Bukti Berupa Ciuman
12 Bab. 12 Buaya Buntung
13 Bab. 13 Mengadu
14 Bab. 14 Kesepakatan
15 Bab. 15 DiDP Duluan
16 Bab. 16 Jangan Sembarangan Menilai
17 Bab. 17 Restu
18 Bab. 18 Dia Tak Seperti yang Diduga
19 Bab. 19 Berdebar
20 Bab. 20 Salah Tingkah
21 Bab. 21 Menjebak?
22 Bab. 22 Pernikahan dan Kehancuran Artha
23 Bab. 23 Tragedy Malam Pertama
24 Bab. 24 Ini Hak Saya
25 Bab. 25 Cowok Tsundere
26 Bab. 26 Ditagih Cucu Lagi
27 Bab. 27 Gangguan Artha
28 Bab. 28 Memanas-manasi
29 Bab. 29 Meminta Maaf
30 Bab. 30 Cemburu?
31 Bab. 31 Jangan Terlalu Berharap
32 Bab. 32 Masa Lalu Argha
33 Bab. 33 Artha dan Cewek Aneh
34 Bab. 34 Gengsi
35 Bab. 35 Penawaran Menarik
36 Bab. 36 Mempertahankanmu, Tujuan Hidup
37 Bab. 37 Pengakuan Argha ; Jangan Tinggalkan Aku
38 Bab. 38 Ayo, Kencan sama Om, Dek!
39 Bab. 39 Semakin Dekat, Semakin Mesra
40 Bab. 40 Unboxing part 1
41 Bab. 41 Terhalang
42 42 Fakta yang Sesungguhnya
43 Bab. 43 Tiba-tiba Saja
44 Bab. 44 Membujuk Shifa
45 Bab. 45 Jadilah Lelaki yang Bertanggung jawab
46 Bab. 46 Hamil?
47 Bab. 47 Ancaman Diah
48 Bab. 48 Jujur dari pada Semakin Runyam
Episodes

Updated 48 Episodes

1
Bab. 1 Diputusin Demi Wanita Lain
2
Bab. 2 Mau Bukti?
3
Bab. 3 Mencapai Tujuan
4
Bab. 4 Jangan Pedulikan Orang Lain
5
Bab. 5 Hubungan Saling Menguntungkan
6
Bab. 6 Terbaik
7
Bab. 7 Calon Suami Posesif
8
Bab. 8 Tinggal Bersama
9
Bab. 9 Berkah atau Petaka?
10
Bab. 10 Memendam Sendirian
11
Bab. 11 Bukti Berupa Ciuman
12
Bab. 12 Buaya Buntung
13
Bab. 13 Mengadu
14
Bab. 14 Kesepakatan
15
Bab. 15 DiDP Duluan
16
Bab. 16 Jangan Sembarangan Menilai
17
Bab. 17 Restu
18
Bab. 18 Dia Tak Seperti yang Diduga
19
Bab. 19 Berdebar
20
Bab. 20 Salah Tingkah
21
Bab. 21 Menjebak?
22
Bab. 22 Pernikahan dan Kehancuran Artha
23
Bab. 23 Tragedy Malam Pertama
24
Bab. 24 Ini Hak Saya
25
Bab. 25 Cowok Tsundere
26
Bab. 26 Ditagih Cucu Lagi
27
Bab. 27 Gangguan Artha
28
Bab. 28 Memanas-manasi
29
Bab. 29 Meminta Maaf
30
Bab. 30 Cemburu?
31
Bab. 31 Jangan Terlalu Berharap
32
Bab. 32 Masa Lalu Argha
33
Bab. 33 Artha dan Cewek Aneh
34
Bab. 34 Gengsi
35
Bab. 35 Penawaran Menarik
36
Bab. 36 Mempertahankanmu, Tujuan Hidup
37
Bab. 37 Pengakuan Argha ; Jangan Tinggalkan Aku
38
Bab. 38 Ayo, Kencan sama Om, Dek!
39
Bab. 39 Semakin Dekat, Semakin Mesra
40
Bab. 40 Unboxing part 1
41
Bab. 41 Terhalang
42
42 Fakta yang Sesungguhnya
43
Bab. 43 Tiba-tiba Saja
44
Bab. 44 Membujuk Shifa
45
Bab. 45 Jadilah Lelaki yang Bertanggung jawab
46
Bab. 46 Hamil?
47
Bab. 47 Ancaman Diah
48
Bab. 48 Jujur dari pada Semakin Runyam

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!