"Daisy, apa yang sedang kamu lakukan?." Tanya Kevin begitu dia kembali dari kamar mandi, suara berat Kevin membuat Daisy tersadar dari lamunannya.
Sementara itu, pandangan Kevin turun ke berkas yang berada ditangan Daisy dan wanita itu kemudian meletakkannya kembali ke atas meja sebelum akhirnya tersenyum pada Kevin.
"Kevin, apakah aku boleh bekerja di perusahaan perhiasan mu yang baru?." Pinta Daisy.
Kevin mengernyitkan dahinya, dia berjalan untuk duduk di kursi kerjanya. "Daisy—"
"Kamu selalu merawat ku... Lagipula aku juga seorang desainer perhiasan dan aku ingin membantu."
Ketika Daisy mengatakan hal tersebut... raut wajah Kevin terlihat serius. Pria itu memikirkan kondisi Daisy dan perasannya yang rumit merayapi dirinya.
"Apa menurutmu aku tidak bisa bekerja karena keadaanku?." Tanya Daisy dengan suaranya yang lembut dan terdengar menyedihkan.
Perasaan bersalah memenuhi hati Kevin dan dia tidak tahu bagaimana cara mengatakan 'Tidak' pada Daisy tanpa membuat wanita itu merasa terpuruk.
Kevin berdehem. "Tentu saja kamu boleh bekerja. Kamu boleh bergabung dengan perusahaan sebagai salah satu desainer."
Mata Daisy terlihat berbinar ketika mendapati Kevin yang setuju. Wanita itu pun tersenyum. "Terima kasih, Kevin. Aku akan berusaha sebaik mungkin, aku berjanji."
Kevin menghela napas, menatap Daisy. "Kamu tidak perlu memaksakan diri."
Daisy menganggukkan kepalanya. Ketika Kevin menurunkan pandangannya, menatap dokumennya di atas saja. Membuat Kevin terlewatkan untuk melihat senyuman sinis dari Daisy.
"Kevin, apa kamu akan bertemu dengan Davina?." Tanya Daisy.
Kevin mengernyitkan dahinya. Dia kembali menatap Daisy. "Bagaimana kamu tahu tentang pertemuan itu?."
"Hm... Bara datang dan dia bilang pertemuan kalian sudah diatur." Kata Daisy. "Apa aku boleh ikut? Davina dan aku sama-sama ahli dalam desain perhiasan dan aku pikir, aku bisa membantu saat kalian menandatangani kontrak, bagaimana aku boleh ikut? Kevin, aku mohon." Sambung Daisy..
Daisy harus memastikan bahwa dirinya mengetahui semua rincian dari kolaborasi Kevin dan Davina, memastikan mereka tidak menghabiskan lebih banyak waktu bersama setelah pertemuan itu.
Melihat tatapan Daisy yang sangat memohon padanya itu, membuat Kevin mau tidak mau menyetujuinya. "Tentu saja, kamu sudah di pekerjakan sebagai desainer perhiasan ku dan tentu saja, kamu bisa ikut menghadiri pertemuan itu."
***
Beberapa saat kemudian, Davina Grizelle Ardonio sudah menunggu di ruang konferensi di perusahaan Grup Delwyn. Wanita itu memperhatikan arah pintu masuk, ketika pintu tersebut terbuka dan terlihat Kevin yang masuk sembari mendorong kursi roda Daisy, diikuti dengan asisten Kevin.
Kevin menatap Daisy dan jantungnya berdebar kencang. Setiap kali melihat wajah wanita itu, dia merasakan emosi yang tak terlukiskan dalam dirinya.
Apakah mungkin karena dia mirip dengan Elmira?
Kevin tidak bisa menahan rasa tertariknya pada Davina.
"Nona Davina, senang bertemu dengan anda. Saya tidak menyangka akan mendengar kabar baik dari anda secepat ini." Kata Kevin, tersenyum.
Melihat Daisy dan Kevin datang ke ruang rapat secara bersamaan, membuat Davina memperlihatkan ekspresi acuh tak acuh di wajahnya. "Saya seorang pengusaha dan karena tawaran anda menguntungkan bagi saya dan perusahaan saya, tidak mungkin saya menolaknya."
Kevin menganggukkan kepalanya. Dia kemudian terkekeh kecil. "Bagus! Saya suka dengan ketegangan anda. Jadi, bagaimana kalau kita bahas syarat-syarat kerja sama kita?."
"Apa persyaratan anda?."
"Ini akan menjadi kontrak selama satu tahun. Saat mengerjakan desain untuk perusahaan, saya berharap anda bekerja sama dengan saya setiap saat. Saya mungkin perlu membuat beberapa perubahan pada desain dan saya harap Anda bersedia melakukan perbaikan tersebut. Untuk itu, saya ingin Anda bekerja sama dengan saya dan mengadakan pertemuan rutin dengan saya," kata Kevin.
Davina mengernyitkan dahinya. Mengapa dirinya harus selalu bertemu dengan Kevin, padahal hanya sekedar membuat desain?.
"Tuan Kevin, saya tidak memiliki waktu untuk menemui anda secara rutin. Anda dapat memberi tahu asisten saya jika ada yang Anda perlukan," bantahnya.
"Kevin, sebagai CEO, kamu dan Davina selalu memiliki kesibukan. Kalau kamu mempunyai pertanyaan terkait desain, aku bisa menghubungi Davina sebagai desainer di perusahaan." Kata Daisy memberikan saran.
"Daisy, kamu tahu aku seorang CEO. Sudah saatnya membahas ketentuan kontrak dengan serius, bukan desainnya." Kata Kevin menyela saran Daisy, sembari terus menatap Davina.
"Saya tidak bekerja sama dengan asisten anda. Tapi, dengan anda sendiri, Nona Davina. Jangan khawatir, saya tidak punya maksud tersembunyi, saya hanya memastikan kalau tidak ada kesalahan. Lagipula, saya belum pernah melihat hasil kerja anda sebelumnya. Wajar saja jika saya ingin memantau kemajuannya." Sambung Kevin.
Kevin menjelaskannya secara resmi. Namun, dia tahu bahwa dirinya hanya menginginkan kesempatan untuk lebih dekat dengan Davina dan mengenalnya lebih jauh.
Davina menghela nafas. Karena ini hanya pekerjaan, dia bisa mencari cara untuk menghindari Kevin. Wanita itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Tidak masalah. Aku setuju dengan ketentuannya. Tapi, ketentuanku adalah kita berbagi keuntungan lima puluh lima puluh."
Meningkatkan pendapatan perusahaannya dan membuat para anggota dewan terkesan adalah satu-satunya hal yang Davina pedulikan.
Kevin tersenyum dan memberikan isyarat kepada asistennya.
Bara kemudian menyerahkan kontak kepada Davina dan setelah wanita itu membaca syarat dan ketentuan, dia meraih pena dan menandatanganinya.
Selesai memberikan tanda tangannya, Davina pun beranjak dari tempat duduknya. "Saya akan segera mulai mengerjakan desain baru."
"Tunggu..." panggil Kevin saat Davina hendak pergi.
Davina menoleh kearah Kevin dan pria itu berdehem.
"Bagaimana kalau kita makan malam bersama untuk merayakan kerja sama ini?." Tanya Kevin menawarkan.
"Tidak, terima kasih." Tolak Davina secara langsung. "Saya sudah punya acara sendiri." Setelah mengatakannya, Davina berbalik dan langsung pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Sementara itu, Daisy mengepalkan tangannya saat mendengar jika Kevin mengundang Davina makan malam.
'Kevin, apa kamu masih ingin dekat dengan Davina, meskipun kamu tahu dia bukan Elmira? Apa karena mereka mirip? Aku sudah berkorban begitu banyak untuk bisa dekat denganmu, dan aku tidak akan pernah membiarkanmu bersama dengan wanita lain.' Batin Daisy, tatapan penuh kebencian terlihat jelas di matanya.
"Kevin, aku merasa tidak enak badan."
Kevin tersadar dari lamunannya setelah mendengar suara Daisy, pria itu kemudian menoleh dan melihat wajah pucat Daisy, membuat merasa bersalah kemudian.
"Apa kamu ingin pergi ke rumah sakit?." Tanya Kevin dengan nada bicaranya yang terdengar khawatir. Kevin harus mengakui bahwa Davina telah begitu memengaruhi pikirannya sehingga dirinya mengabaikan Daisy.
"Aku baik-baik saja, mungkin aku hanya lapar. Kevin, ayo kita makan malam sekaligus merayakan kerja sama ini." Pinta Daisy.
"Baiklah, dengan senang hati." Jawab Kevin, dia berusaha menyingkirkan rasa kesalnya setelah Davina menolak ajakannya untuk makan malam bersama.
****
Ketika Kevin mendorong kursi roda Daisy masuk kedalam sebuah restoran mewah. Pria itu menghentikan langkah kakinya.
Tanpa sengaja, dia melihat Davina dan seorang pria sedang makan malam, tampaknya mereka sangat bersenang-senang.
Kevin menggertak giginya, rahangnya terkatup rapat dan dia menyipitkan matanya ke arah pasangan itu.
***
"Bagaimana kamu bisa tahu tentang tempat ini? Padahal kamu pendatang baru di kota ini." Davina melihat ke sekeliling restoran itu.
Aksa tersenyum. "Aku bertanya-tanya tentang tempat terbaik untuk mengajak wanita cantik berkencan," katanya.
Davina berdiam dan matanya sedikit melebar.
Ketika Aksa memperhatikan ekspresi Davina, pria itu tertawa terbahak-bahak. "Lihatlah ekspresi mu. Aku hanya bercanda. Aku ingin membawamu ke sini untuk merayakan kerja sama pertamamu."
Davina kembali tersadar setelah mendengar penjelasan Aksa. Diam-diam Davina menghela napas lega. "Terima kasih, Aksa. Kamu selalu baik padaku, entah itu di luar negeri atau di sini. Aku sangat berterimakasih."
"Ini tidak gratis.... setelah makan malam. Kamu akan berhutang mengajak ku makan malam juga." Kata Aksa.
Davina terkekeh. Dia menggelengkan kepalanya. "Tentu saja, lain kali aku akan mentraktir mu makan malam."
Restoran itu memiliki pencahayaan redup dengan alunan musik lembut sebagai latar belakang. Suasana tenang nan romantis terasa menenangkan.
Saat mereka terus makan dan mengobrol, mereka tidak menyadari adanya tatapan mengancam yang menatap mereka dari belakang.
Pada saat yang sama, Kevin mengepalkan tangannya saat gelombang kecemburuan aneh menyerbunya saat dia melihat Davina dan pria asing itu bermesra-mesraan di restoran.
Mengapa?.
Mengapa dia menjadi marah? Davina hanya mirip dengan istrinya dan dia bukan istrinya.
Daisy yang kebetulan juga melihat mereka pun buka suara. "Bukankah itu Nona Davina? Dia bersama pria itu lagu. Apakah mereka berpacaran?."
Saat tidak mendapatkan respon apa pun dari Kevin, Daisy menoleh ke arah Kevin. "Kevin, kamu mau bergabung dengan mereka?."
Kevin mengernyitkan dahinya. Dia kemudian menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak mau." Jawabnya terdengar kesal.
Daisy tersenyum senang saat Kevin mendorong kursi rodanya ke meja lain. Mereka memesan makanan dan Daisy terus mencoba mengobrol dengan Kevin. Namun, wanita itu menyadari bahwa tubuh Kevin bersamanya, tetapi pikiran pria itu berada ditempat lain.
Daisy melihat jika pandangan Kevin tertuju kearah Davina dan Aksa. Kevin tidak memperhatikan makanan yang dia pesan.
Kilatan api amarah terlintas di mata Daisy. 'Davina punya pria lain. Tapi dia masih saja mencuri perhatian Kevin!.' Batinnya.
"Kevin, apakah makanannya tidak sesuai dengan seleramu?" Tanya Daisy mencoba untuk menarik perhatian Kevin.
"Tidak apa-apa." Kata Kevin, dia bahkan tidak menoleh kearah Daisy sedikit pun.
Kevin terus melihat kearah Davina. Ada sebuah saos yang berada di sudut bibir Davina dan Aksa mengulurkan tangannya untuk membersikan bibir Davina dari saos.
Pemandangan itu terlihat mesra dan membuat mereka tampak seperti pasangan yang romantis..
Tatapan mata Kevin berubah dingin. Tanpa menoleh kearah Daisy, Kevin beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekati meja Davina.
"Nona Davina, senang melihat anda ada disini." Kata Kevin.
Davina dan Aksa yang sebelumnya tengah bersenang-senang, terlihat berhenti ketika mendengar suara Kevin.
Davina menoleh, menatap Kevin dan memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Selamat malam, Tn Kevin."
"Saya pikir anda tidak ingin makan malam?." Tanya Kevin.
Davina mengangkat sebelah alisnya. "Saya bilang kalau saya mempunyai acara lain, Tn Kevin. Acara makan malam bersama orang lain..."
Orang lain....
Entah mengapa, dua kata itu membuat Kevin merasa kesal. Dia bahkan tidak menyadari kelakuannya sendiri. Namun, setiap kali melihat Davina, ada sesuatu yang menggelitik dalam dirinya dan Kevin tidak ingin melihat Davina bersama dengan pria lain.
Kevin mengalihkan pandangannya kearah Aksa yang terlihat tengah mengernyitkan dahinya. Pria itu terlihat familiar bagi Kevin, tetapi Kevin tidak dapat mengingat dimana dirinya pernah melihat wajah seperti itu.
Kevin kembali menoleh kearah Davina. "Dia...?."
Davina mengernyitkan dahinya. 'Apa yang sedang Kevin lakukan? Dia terlalu ingin tahu urusan orang.' Batinnya..
Davina hendak menjawab, tetapi suara Daisy telah lebih dulu menyelanya.
"Davina, senang melihatmu di sini." Kata Daisy setelah menekan tombol di kursi rodanya, mendekati meja Davina.
Davina mengernyitkan dahinya, Daisy bersikap seolah mereka berdua adalah sahabat karib.
"Apa aku mengenalmu?." Tanya Davina.
"Kita bertemu di ruang rapat Kevin. Maaf, aku tidak sempat memperkenalkan diri. Aku Daisy, tunangan Kevin." Kata Daisy sembari tersenyum pada Davina.
Akan tetapi, tidak ada kesan ramah dalam senyuman itu dan hal itu membuat Davina merinding.
Daisy meraih tangan Kevin dan menoleh kearah Davina. "Terima kasih telah bermitra dengan Kevin. Dia tahu aku suka desain dan telah menciptakan perusahaan untukku..."
"Daisy—" tegur Kevin.
"Aduh! Apa aku merusak kejutannya?." Daisy menutup mulutnya dan terkikik. "Maaf, Kevin. Aku akan tutup mulut."
Kevin menyipitkan matanya kearah Daisy. Namun, mereka berada ditempat umum dan dia tidak melihat perlunya mengoreksinya di depan Davina dan Aksa.
Davina melirik. ''Jadi, dia membuka toko perhiasan demi cinta sejatinya? Manis sekali.' Cibirnya dalam hati.
"Apakah dia tunangan mu, Davina? Aku melihat kalian berdansa kemarin di pesta." Daisy tiba-tiba bertanya dan Kevin langsung menoleh kearah Davina. Kevin juga ingin tahu tentang hubungan mereka.
Keheningan menyelimuti mereka. Daisy kemudian terkekeh. "Belum? Jadi, kalian masih berpacaran? Kalian terlihat sangat dekat, itu mengingatkanku pada hubunganku yang manis dengan Kevin."
Wajah Davina berkedut. Sebelum dirinya sempat menjawab, Aksa telah lebih dulu memegangi tangan Davina dan mendekat, kemudian dengan gerakan cepat Aksa mengecup bibir Davina.
Setelah itu, Aksa menoleh kearah Daisy dan Kevin. "Bukankah ini sudah jelas?."
Entah mengapa, Kevin merasa seakan jantungnya tertusuk pisau. Dia melayangkan tatapan tajamnya kearah Aksa dan tangan Davina yang masih digenggam oleh pria itu. Tetapi, Kevin harus menahan diri agar tidak mencabik-cabik nya.
"Nona Davina, saya perlu melihat draf desain Anda minggu ini," perintah Kevin dengan nada dinginnya.
"Apa anda bercanda? Minggu ini? Saya membutuhkan lebih banyak waktu—"
"Kalau begitu, mungkin sebaiknya anda menghentikan aktivitas yang membuang-buang waktu dan berkonsentrasi pada desain. Jangan lupa kalau kita mempunyai kontrak kerja sama." Kata Kevin sembari menggertakkan giginya.
Setelah mengatakan kata-kata itu pada Davina, Kevin berbalik badan dengan mendorong kursi roda Daisy, lalu keluar dari restauran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments