12,ternyata?

Adinda POV

Aku dan Bastian tengah berada di sebuah taman yang begitu indah, taman yang masih banyak sekali bunga-bunga yang indah, aku dan Bastian tengah duduk di kursi taman menghirup udara yang sejuk di sini.

Aku memejamkan mata sambil menyenderkan tubuh di senderan kursi, kini perasaan ku sudah tenang, aku juga jadi ingat saat waktu itu aku di bully oleh Bastian kak Daniel mengajakku pergi menikmati udara yang sejuk untuk menenangkan ku.

Dan kini saat aku di bully yang menemani ku bukan lagi kakak tapi Bastian orang yang pernah aku benci mati-matian, tapi kini rasa benci itu perlahan mulai hilang kalau kalian tanya kenapa, aku juga tidak tau kenapa alasan.

Saat aku membuka mataku kembali, aku melihat sepasang bola mata hazel tengah menatapku, kini aku merubah posisi duduk menjadi tegap.

"Din kenapa kamu tadi gak bilang sama mereka kalau yang ngelakuin itu Della dan temen temennya? " tanya Bastian.

"kak, kakak tau kan kalau kak Lintang saat ini lagi deket sama Rere, aku cuman gak mau ganggu hubungan mereka aja, " balas ku sambil membalas tatapannya.

"Tapi kenapa? bukannya itu bagus, kan si Rere itu gak pantes buat si Lintang," balas Bastian dengan keheranan.

"Biarin waktu yang jawab kebusukan mereka aja lah kak, aku mana peduli, " ucapku sambil memalingkan pandangan, karena aku sudah tidak kuat menatapnya.

"Ke rumah gue yuk, " ajak Bastian.

"Gak ah malu, " balas ku.

"Kenapa harus malu coba? "

Tanpa menunggu jawaban dari ku kak Bastian langsung saja menarik tangan ku untuk menaiki motor nya, yah sudah aku menuruti saja apa yang dia mau.

Bastian POV

Aku tak tau perasaan apa yang sedang aku rasakan saat ini, rasanya jika aku di dekat wanita ini, hati ku begitu tenang dan nyaman.

Aku tengah membawa Dinda ke rumah, aku ingin ibuku mengenal Dinda, dan aku telah sampai di depan gerbang rumah saat aku dan Dinda turun dari motor.

Saat itu mata ku tertuju pada sesosok pria paruh baya yang tengah bersama ibuku, seperti nya ia tengah mengobrol serius.

Dari luar gerbang rumah aku terus memperhatikan nya , sampai aku tau siapa dia, ternyata dia adalah sosok orang yang aku benci dan aku cari.

Tanpa sadar aku langsung menarik tangan Dinda dan membuka gerbang rumah dengan kasar, berjalan dengan menggebu-gebu, rasanya seluruh tubuhku memanas sekarang.

Saat aku sampai di hadapan mereka, mereka pun berbalik menatapku, aku melihat ibuku tengah berusaha menahan air matanya untuk jatuh, aku melepaskan tangan Dinda dan beranjak mendekati ibu.

"Ngapain lu ada di sini? " sinis ku, ibu menarik tangan ku dan menggeleng kan kepalanya, aku tau ibu menyuruh ku untuk diam tapi tidak bisa sekujur tubuhku sudah tak bisa aku kontrol lagi.

"Jadi ini cara kamu memanggil ku sebagai ayah mu?" balasnya.

"Ayah? kau bilang ayah ku, " aku tertawa kecil dengan apa yang dia ucapkan, dia tidak pantas mengaku sebagai ayahku.

"Bukannya aku tidak punya ayah yah? kalau memang kau ayah ku lalu selama 17 tahun ini anda kemana saja? mati suri hah, apa anda masih layak saya panggil ayah setelah apa yang anda lakukan pada saya dan ibu saya? anda tau selama 17 tahun ibu saya menjadi tulang punggung keluarga saya berjuang menghidupi saya, "ketus ku sambil menampilkan kan smirk ku.

"Bas udah sayang, udah yah, " ibu mencoba menenangkan ku, namun seperti nya itu percuma aku sudah tidak bisa membendung amarah ku.

"Bas bagaimana pun dia tetep ayah mu apapun yang terjadi, dan ibu telah menerimanya kembali, keputusan ibu sudah bulat kau tidak bisa mengubahnya, ibu yakin dia pasti bisa berubah, gak salah kan kita kasih kesempatan kedua pada seseorang, " tegas ibu yang berhasil membuatku semakin kesal, lalu aku melepaskan tangan ibu yang berada di tangan ku.

"Bu, ibu itu kenapa sih orang kayak dia masih mau ibu Terima, bu aku mohon bu, aku cuman gak mau ibu kenapa-napa lagi, " kesal ku.

"Bas ayah tau kamu kesal sama ayah tapi tolong lah dengarin penjelasan ayah, apa yang kamu dengar itu salah, cerita yang kamu dengar itu salah, ayah pergi bukan karena ke inginan ayah, " balas ayah nya.

"Diam! saya tidak mengajak anda berbicara, " teriak ku.

Namun tiba-tiba ibu menamparku dengan lumayan keras.

"Kamu gak boleh bersikap seperti itu sama ayah kamu sendiri, " bentak ibu.

Aku masih menegang pipi ku yang memanas karena di tampar, aku masih tidak habis pikir sama sekali dengan apa yang terjadi, aku langsung beranjak meninggalkan mereka tanpa membalas ucapan ibu.

Aku baru sadar kalau ternyata Dinda melihat hal yang tak baik untuk ia lihat, aku langsung menariknya pergi dari sana.

"Kamu mau kemana bastian? " teriak ibu, yang aku hiraukan, saat ini pokoknya hatiku tengah hancur.

Aku menaiki motor ku dan membawa Dinda ke suatu tempat, namun saat aku membawa motor aku memang suka tidak sadar diri kalau sedang kesal, aku membawa motor di atas rata-rata, yang membuat Dinda mungkin takut sampai-sampai Dinda memeluk pinggang ku dengan sangat kuat.

saat aku menghentikan motor ku pun seperti nya Dinda belum sadar motor nya berhenti, ia tetap memelukku dan menutup matanya, itu membuat ku tersenyum tanpa sadar.

"Din udah nyampe kok lo bisa buka mata," Ucapku.

Aku melihat dari kaca spion motor kalau Dinda membuka matanya pelan-pelan, dan juga melepaskan pelukannya dengan pelan-pelan.

"Kamu mau bikin aku mati yah?" bentak Dinda yang langsung turun dari motor ku.

"ya maaf."

"Kamu bawa aku kemana lagi? "

"Lu mau kan temenin gue bentar aja."

"Ya udah Iyah."

"Ke sana yuk, " aku menunjuk ke pinggiran danau.

"Yuk."

Setelah berada di sana aku duduk berdampingan dengan Dinda di sana sembari memandang air danau yang begitu tenang.

"Din gue minta maaf yah lu jadi ngeliat kejadian yang seharusnya gak lu liat. "

"Gak papa kok kak, " balasnya sambil tersenyum, senyum yang mampu membuat ku sedikit tenang.

"Kak aku gak tau masalah apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku yakin kakak pasti bisa melewati itu semua."

"Boleh minta satu permintaan gak? "

"Boleh selagi aku bisa kabulin aku bakal kabulin permintaan kakak, asal jangan minta beliin pesawat yah soalnya mana mampu aku kak. "

"ya kali gue minta di beliin pesawat, gue cuman mau minta izin sama lu. "

"izin? izin apa kak? "

"Boleh kan gue meluk loh."

"Bo-boleh kak. "

Akupun mendekap tubuh kecil milik Dinda, jantung ku berdetak sangat kencang mungkin saja Dinda pun akan bisa merasakan detak jantung ku, rasanya aku tak ingin melepaskan pelukan ini, aku ingin pelukan ini menjadi milik ku, rasanya aku kembali tenang.

Setelah beberapa menit kita berpelukan aku melepaskan pelukan itu.

"Pulang yuk? " aku mengajak nya pulang karena ini sudah sore, sebenarnya aku masih butuh dia di samping ku namun aku sadar dia bukan milikku dan tak bisa terus selalu ada di samping ku.

"Kak, aku pulang sendiri aja yah, kaka di sini aja tenangin dulu perasaan kakak. "

"Tapi," dia memotong ucapan ku.

"Gak ada tapi-tapian aku pergi dulu yah kak, " dia beranjak meninggalkan ku, aku hanya bisa menatap punggung indahnya menjauh, setelah itu aku kembali menatap ke arah depan.

Terpopuler

Comments

ice lemon tea

ice lemon tea

Aha hampir aja ketauan

2020-06-21

2

Claudia Tengker

Claudia Tengker

upp logi thorr semangat nulisnga

2020-02-02

3

a͒r͒r͒o͒w͒ 🏹

a͒r͒r͒o͒w͒ 🏹

Bastian masih mengira kalau Lintang dan Denil deket sama Dinda karena orangnya baik dan Hangat doang 😅

2020-02-01

15

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!