Walaupun keadaan sudah semakin genting. Akan tetapi Nack tak ingin menyerah begitu saja, dengan keadaan yang seperti itu. Nack terus menyerang robot-robot itu dengan pedang lasernya secara membabi buta. Anggota dari pembunuh bayaran Kota Air Pasifik itu tak ingin mati begitu saja. Ia ingin mati sebagai seorang pejuang bukan seorang pecundang.
Satu persatu robot yang menyerangnya pun, dapat ia jatuhkan dengan susah payah, dalam keadaan dirinya yang tengah kritis dan di ujung maut seperti itu.
Ia benar-benar seorang pejuang sejati.
Setelah robot-robot yang menyerang dirinya telah berhasil ia bereskan seluruhnya. Ia lalu menyerang dan berhasil menjatuhkan robot yang ingin menyerang Tella. Dan Nack pun berhasil menjatuhkan seluruh robot-robot yang menyerang Tella pada akhirnya.
Tetapi keadaan Tella sudah benar-benar berada di ujung maut, ia sudah tak mungkin dapat bertahan lagi untuk hidup. Walaupun ia telah berada di sisinya.
"Tella!, kau harus dapat bertahan. Aku akan membawamu keluar dari kuil ini. Dan kita akan kembali ke markas kita di kota Air Pasifik...!" ucap Nack, sambil membaringkan Tella di pangkuannya dengan penuh kasih sayangnya.
"Tidak Nack, aku sudah tidak dapat bertahan lagi. Aku rasa hanya sampai disinilah usiaku. Sepertinya Malaikat maut akan menjemputku segera, Nack...," sahut Tella lirih, seakan sudah kehabisan napasnya.
"Tidak!, kau harus tetap hidup. Apapun yang terjadi!" jawab Nack, semakin mengeratkan pelukannya kepada Tella.
"Tidak perlu seperti itu Nack. Mungkin seperti inilah takdir kita. Kita tidak mungkin bersatu untuk selamanya...." ujar Tella dengan suara yang lirih.
"Tapi aku ingin kau tetap hidup!" kata Nack.
"Kau jangan naif.... Aku sudah tidak mampu bertahan lagi. Malaikat kematian sudah ada di sini..."
Terdengar suara Tella semakin lemah. Hingga akhirnya ia pun tak bersuara, dan bernapas lagi.
Tella telah mati, ia telah pergi untuk selamanya dari dunia ini. Tetapi Nack masih tak percaya akan hal itu. Ia pun berteriak dengan kerasnya, seperti orang yang telah kehilangan kendali jiwanya.
"TIDAK...!. INI TIDAK MUNGKIN TERJADI PADA DIRIKU. SEMUANYA SUDAH MATI. AKU TIDAK PERCAYA SEMUA INI. INI HANYALAH MIMPI SEMU BELAKA, YANG AKAN SEGERA BERAKHIR!" teriak Nack, dengan kerasnya. Hingga suaranya pun menggema ke segala arah, di dalam kuis misterius itu.
"Dasar manusia bodoh!, kau pikir semua ini hanyalah mimpi belaka. Ini adalah kenyataan buruk dan terburuk. Yang pernah terjadi di dalam hidupmu!" ucap Komandan Merah.
Mendengar akan hal itu. Nack lalu bangkit. Dan menyerang pasukan robot yang tersisa kembali, dengan membabi buta. Dengan menggunakan pedang lasernya.
Satu persatu robot-robot itu pun berjatuhan, akibat dari serangan Nack, yang membabi-buta. Hingga membuat Komandan Merah murka, melihat ulah Nack itu. Tetapi sebelum kemurkaannya itu meluap. Ada satu robot yang melaporkan kejadian, yang terjadi di luar kuil misterius itu.
"Komandan Merah, pasukan kita di luar telah habis. Dibantai oleh 2 orang manusia. Satu orang yang menyerang dari arah depan, dan ia membawa pula robot kecil yang memiliki kekuatan dahsyat. Sedangkan seorang lagi menyerang dari arah belakang. Ia bersenjatakan sebuah cambuk, yang seakan menyatu dengan tangan kirinya Tapi sepertinya mereka dari dua kelompok yang berbeda," laporan dari anak buahnya itu membuat Komandan Merah geram mendengarnya.
"Cepat kalian semua pergi dari sini, dan halangi mereka masuk ke sini. Biar aku yang mengambil patung Budha giok itu," tutur Komandan Merah, memberi perintah kepada seluruh anak buahnya yang tersisa, yang segera meninggalkan tempat itu. Ketika mendengar perintah atasannya. Hingga yang tersisa hanya tinggal Nack dan Komandan Merah, di ruang pemujaan itu.
"Aku harus segera mengambil patung Budha Giok itu. Jika tidak, nanti pasti aku akan menemui kesulitan, oleh para manusia itu. Yang entah berasal darimana?" ucapnya, tanpa menghiraukan kehadiran Nack yang tengah sekarat.
Komandan Merah terus melangkahkan kakinya, maju untuk mengambil patung Budha Giok. Akan tetapi langkahnya itu pun terhenti. Seperti ada penghalang maya yang menghalangi langkahnya itu. Hingga kakinya pun dapat tertahan di posisinya saat ini. Tertahan sejauh 2 meteran dari jarak keberadaan patung Budha giok.
"Sial!, daerah di depanku dilindungi oleh pelindung maya. Yang lebih kuat dari pelindung maya kuil misterius ini. Entah ini sihir atau apa?. Aku tidak tahu, tapi aku harus dapat menembusnya dan mengambil patung itu, sesegera mungkin...," Komandan Merah berbicara sendiri, dengan tekadnya itu.
Komandan Merah lalu melangkahkan kakinya kembali. Dan terus maju dan memaksakan dirinya, melangkahkan kakinya untuk mengambil patung Budha giok itu. Tetapi semakin ia memaksakan dirinya. Semakin kuat pelindung maya itu. Hingga ia pun terpental jauh ke belakang. Setelah terus memaksakan dirinya, untuk melangkah lebih jauh daripada itu. Sehingga membuat Nack tertawa melihat akan kejadian itu.
"Ha...ha!, sayang sekali, kau itu sangat bodoh sekali. Kau itu bangsa robot, jadi mana mungkin kau akan dapat mengerti apa itu manusia," ucap Nack, dengan suara yang agak lemah, lalu menghentikan ucapannya itu. Untuk menghirup udara, yang terasa sulit untuk ia hirup itu kini.
"Dan apa saja itu kemampuan khusus mereka. Kami manusia berbeda dengan kalian bangsa robot yang hanya mengerti bertarung dan berperang. Manusia tidak seperti itu, banyak hal yang dimengerti dan dipahaminya. Ternyata jika dibandingkan dengan manusia, kalian bangsa robot tetaplah pecundang. Manusia masih tetap makhluk terunggul di alam semesta ini," mendengar ejekan dari Nack itu, kemarahan Komandan Merah pun meledak tak terbendung lagi. Ia pun lalu bangkit dari jatuhnya itu.
"Kau itu tidak tahu diri, nyawamu itu sudah ada di tanganku. Tapi kau masih saja banyak bicara seperti itu. Cepat memohon ampun kepada diriku. Mungkin aku akan membiarkan dirimu hidup," Komandan Merah lalu melangkahkan kakinya, untuk mendikte Nack. Lalu berhenti tepat di hadapan Nack yang terlihat semakin tak berdaya.
"Apa!, memohon ampun kepada dirimu?. Kau itu bukan Dewa apalagi Tuhan. Kau itu hanyalah robot bodoh yang tidak berguna, dasar sampah!" teriak Nack, lalu tersenyum sinis ke arah Komandan Merah.
Mendengar jawaban dari Nack itu. Komandan Merah lalu mengangkat kaki kanannya, ke arah tubuh Nack yang terbaring lemah, di sisi tubuh Tella yang sudah tak bernyawa. Ia berniat untuk menginjak dada Nack yang seakan sudah pasrah untuk menuju kematiannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments