Matahari yang telah tertidur selama semalaman penuh, akhirnya terbangun juga di ufuk timur. Udara dingin dan kegelapan pun akhirnya sirna dan berakhir, terkena sinarnya.
Pagi yang cerah di dunia bawah di kediaman Jean. Tampak Mark masih tertidur pulas. Hingga Jean pun masuk ke dalam kamar itu, dan membangunkan Mark. Tanpa rasa sungkan sedikit pun terhadap Mark. Yang berbeda jenis kelamin dengan dirinya.
"Mark!, Mark bangun. Apa kau tidak ingin pergi mencari patung Budha Giok itu?" ucap Jean, sambil menepuk pundak Mark, yang enggan membuka kedua matanya. Walaupun sebenarnya dirinya telah terbangun dari tidurnya, akibat dari ulah Jean itu.
"Ya, aku tahu itu Jean. Tapi aku masih mengantuk. Jean tolong jangan ganggu aku lagi. Keluarlah kau dari kamar ini," sahut Mark, dengan mata yang masih terpejam.
"Baiklah jika itu keinginanmu, aku akan pergi...," sahut Jean, lalu keluar dari kamar itu. Sedangkan Mark berbicara sendiri, seakan ia sedang mengigau.
"Mimpi indahku datanglah kembali di dalam mimpiku, lanjutkan kisah indahku tentang masa laluku itu...," ujar Mark, lalu benar-benar terlelap kembali. Untuk melanjutkan kisah mimpi indahnya. Yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
★★★
Matahari terlihat semakin meninggi di angkasa, yang memaksa Mark terpaksa harus keluar dan bangun dari mimpi indahnya. Dikarenakan dirinya terkena sinar Matahari, yang masuk melalui jendela kamar yang terbuat dari kaca tembus pandang, yang mampu menyerap sinar Matahari secara masif. Untuk menghangatkan kamar itu.
Dan entah kenapa Matahari hari ini begitu terasa panas, bagi manusia zaman itu. Mungkinkah zaman es modern itu akan berakhir, diawali oleh Matahari hari ini?. Atau mungkin ini hanya anomali untuk hari ini saja.
"Oh!, rupanya hari sudah siang. Aku harus segera menemui Jean," Mark berbicara sendiri.
Mark lalu bangkit dan melangkahkan kakinya meninggalkan kamar itu. Menuju ke ruang tamu menemui Jean. Yang terlihat sedang duduk di sofa hitam seperti biasanya. Jean melihat kehadiran Mark, yang sedang menuju ke arah dirinya. Dengan tatapan lembut, yang terpancar dari sorot di kedua matanya itu.
"Hay!, Mark. Kau akhirnya bangun juga. Apakah kau ingin sarapan?" tanya Jean, dengan penuh perhatiannya terhadap Mark.
"Tidak Jean, aku lebih suka memakan kapsul energi daripada makan dengan cara biasa, aku malas untuk mengunyahnya...," alasan Mark pun berbicara. Sambil menggelengkan kepalanya.
"Ya sudahlah, jika seperti itu keinginanmu, sebaiknya kau duduk di sampingku saja," ucap Jean, dan Mark pun duduk di samping Jean.
"Mark, apa kau jadi untuk pergi hari ini?," tanya Jean, dengan penuh selidik.
"Sepertinya iya Jean, tapi firasatku mengatakan tidak," jawab Mark, lalu berpikir sejenak sebelum melanjutkan ucapannya kembali.
"Aku jadi bimbang untuk menentukannya. Pergi atau tidak?" kata Mark, mengutarakan kebimbangannya itu kepada Jean.
"Jika firasatmu mengatakan tidak, sebaiknya turuti saja, apa kata firasatmu itu. Karena aku melihat hari ini tidak baik untuk dirimu berpergian," tutur Jean.
"Jika dirimu mengatakan hari ini tidak baik untuk diriku pergi. Aku akan menuruti saranmu itu. Lagi pula aku masih ingin menikmati hangatnya Matahari di sini. Yang terasa lebih hangat daripada Matahari di Kota Angkasa Khatulistiwa, yang selama 2 tahun ini aku diami," timpal Mark, dengan senyumnya. Yang memancing Jean untuk bertanya kepada Mark.
"Mark, memangnya berbeda antara Matahari di sini dengan Matahari di tempat kau tinggal, di kota Angkasa Khatulistiwa?" tanya Jean, dengan penuh selidik.
"Sama, tetapi berbeda," jawab Mark, seakan memberi teka teki kepada Jean.
"Yang kau maksud apa sih Mark?. Dengan kata sama tetapi berbeda?" tanya Jean.
"Perlu aku jelaskan?" ucap Mark.
"Tentu saja Mark," jawab Jean. Mark lalu mulai berkata, memberi penjelasan kepada Jean.
"Matahari di sana dan di sini sama besarnya. Tetapi berbeda dalam melihatnya. Jika di sini melihat Matahari bisa langsung tanpa penghalang apapun, maka di sana melihatnya terhalang oleh kubah pelindung. Yang kadang-kadang tertutup oleh awan maupun debu kosmik," tutur Mark tanpa ekpreksi sama sekali, saat dirinya menjelaskan akan hal itu.
"Jadi suasana Kota Angkasa seperti itu ya?. Aku jadi tidak berminat untuk menjadi penduduk Kota Angkasa. Ternyata, suasana di sana tidak seindah di sini," ucap Jean dengan tatapan menerawang jauh entah ke mana.
"Ya, seperti itulah suasana di sana, tidak seindah suasana di sini. Jadi jangan pernah bermimpi, kau ingin tinggal di sana. Kau tahu Jean, jika aku telah lama ingin meninggalkan Kota Angkasa itu?" tutur Mark, dengan menerawang jauh pula.
"Lalu kenapa kau tidak tinggalkan saja Kota Angkasa itu?" tanya Jean dengan penuh selidik, matanya menatap Mark tanpa berkedip.
"Masih banyak urusan yang harus aku selesaikan di sana," jawab Mark, tegas tapi datar.
"Termasuk urusan dengan Tuan Jhon, yang sangat terobsesi dengan patung Budha Giok itu?" tanya Jean.
"Ya, kau benar Jean. Dan itu mungkin urusan terakhir yang harus aku selesaikan dengan Tuan Jhon Swett, sebagai Gubernur Kota Angkasa Khatulistiwa," jawab Mark.
"Jadi seperti itu ya, Mark. Lalu kau akan tinggal di mana setelah itu?. Apa kau ingin kembali ke rumah keluarga Well, di Gunung Well?" tanya Jean, dengan segala keinginan tahunya itu.
"Mungkin tidak, karena itu merupakan tempat yang sangat membosankan bagi diriku. Masa seluruh anggota keluarga Well kecuali aku, adalah kloningan dari Kakek Well," Mark pun, membayangkan keadaan Gunung Well, yang di pimpin oleh Kakek Well. Lalu Mark melanjutkan ucapannya kembali.
"Sepertinya, aku akan tinggal di dunia bawah saja, berkelana untuk mencari 2 sahabatku itu. Dan menjalani hidup sebagai manusia biasa. Apa kau setuju dengan keputusanku ini, Jean?" tanya Mark, seakan ingin meminta pembenaran kepada Jean, terhadap ucapannya itu.
"Aku setuju saja, jika itu memang keputusanmu. Tapi apa kau tidak mengetahui, jika kelompok Gura-Gura Baru telah membunuh sebagian besar penduduk dunia bawah, hanya karena mereka masih percaya akan adanya Tuhan," jelas Jean, yang membuat emosi Mark terpancing sedikit.
"Benar-benar keterlaluan kelompok Gura-Gura Baru itu. Sayangnya Kakek Well tidak ingin turun tangan untuk membasmi kelompok itu. Entah apa itu alasannya, aku tidak tahu sama sekali jawabnya," ucap Mark, dengan pikiran menerawang jauh ke Gunung Well.
"Sama dengan Nenekku, bahkan ia tidak ingin membalas dendam, atas kematian ayah dan ibuku. Mentang-mentang mereka berdua, pernah memiliki hubungan yang erat. Sebagai anggota dari kelompok Gura-Gura Lama," ujar Jean, mulai berspekulasi dengan pikirannya sendiri.
"Jujur, aku ingin membasmi mereka. Tapi bergabung dengan ayahku pun, aku rasa itu mustahil. Paling kami hanya bisa membunuh 5 anggota mereka. Kau tahu sendiri, saat ayahku menyelamatkan dirimu dulu. Ia harus bekerja keras, untuk membunuh anggota Gura-Gura Baru nomor 13 dan nomor 12. Yang berada 1 level kekuatannya di bawah ayahku," tutur Mark, mengingat kejadian 10 tahun yang lalu.
"Ya aku ingat itu, dan dendam itu pun masih membara untuk kelompok Gura-Gura Baru!" ucap Jean, dengan menahan emosinya.
"Rupanya kau masih dendam ya?. Baiklah, walaupun kita ini, berada di bawah angin dari mereka. Tapi jika kita habisi mereka satu persatu dari yang paling lemah, mungkin itu adalah hal yang paling mungkin dapat kita lakukan, saat ini," Mark pun menghentikan ucapannya, untuk berpikir sejenak.
"Tapi masalahnya, kita mungkin hanya bisa menggapai kekuatan mereka pada nomor 11 saja, setelah itu menggunakan kekuatan maksimal yang kita miliki saat ini pun. Sepertinya kita tidak akan mampu menghabisi mereka. Dan masalah yang lainnya adalah, kita tidak tahu siapa saja anggota dari kelompok Gura-Gura Baru itu, lanjut Mark, mengutarakan strateginya itu.
"Ya, mereka adalah kelompok yang misterius. Tapi sudahlah jangan membahas mereka untuk saat ini. Ada hal yang lebih penting daripada itu," tutur Jean, mengakhiri tentang dendamnya untuk sesaat.
"Apa itu, Jean?" tanya Mark, dengan penuh penasarannya.
"Aku telah mendapatkan informasi tentang keberadaan patung Budha Giok yang kau cari itu," jawab Jean datar, tapi membuat Mark terkejut mendengarnya.
"Yang benar Jean, secepat itukah kau telah mendapatkan informasi itu?" tanya Mark, seakan tak percaya dengan ucapan Jean itu.
"Yang mendapatkan informasi itu, bukanlah aku. Tapi robot kecil itulah yang mendapatkannya," lalu Jean memanggil sebuah robot yang sama dengan namanya.
"Jean, Jean Kecil kemarilah. Ada yang ingin berkenalan dengan dirimu," ucap Jean.
Dari dalam kamarnya yang tidak terkunci dan terbuka pintunya. Muncullah robot kecil yang bernama Jean Kecil. Wajah dan perawakannya sama dengan Jean. Tapi Jean Kecil ini hanya berukuran mini, mungkin hanya 30 cm tingginya.
Ia pun lalu melompat dan duduk di pangkuan Jean, ketika ia telah berada di hadapan Jean.
"Ada apa Kakak?" tanya Jean Kecil.
"Ada yang ingin berkenalan dengan dirimu," Jean pun menunjuk ke arah Mark, yang membuatnya menjadi salah tingkah.
"Hay Gadis Kecil, apa kau ingin membantuku?" tanya Mark, sambil tersenyum semanis mungkin ke arah Jean kecil.
"Aku tidak mengenal dirimu, jadi aku tidak ingin membantu dirimu," jawab Jean Kecil, dengan ketusnya.
"Jean Kecil, ia teman dekatku. Namanya Mark Well. Ia ingin meminta bantuan darimu," jelas Jean, dan Jean Kecil pun memahami akan hal itu.
"Baiklah Kakak, aku akan membantunya. Apa yang bisa aku bantu Mark?" tanya Jean kecil, kepada Mark.
"Aku hanya ingin mengetahui keberadaan patung Budha Giok?, hanya itu yang aku inginkan," ucap Mark.
Jean Kecil terdiam sejenak. Lalu tanpa diduga oleh Mark. Jean kecil pun melompat dari pangkuan Jean ke pangkuan Mark. Yang membuat Mark sedikit terkejut dengan ulahnya itu.
"Jean, robot kecilmu ini begitu lincah. Hingga membuat jantungku hampir copot," kata Mark.
Jean pun tersenyum mendengar ucapan Mark itu, lalu berbicara kepada Mark.
"Mark, ia itu bukan hanya sekedar robot saja. Tapi ia juga kloningan diriku. Ia aku ciptakan atas penggabungan antara teknologi robot terkini, dengan teknologi kloning terkini. Yang sebelumnya, belum pernah ada di manapun. Selain diriku, yang merupakan pencipta dan orisinal dari teknologi itu. Dan teknologi ini aku sebut Roning, atau teknologi robot kloning," jelas Jean kepada Mark, tentang penciptaan Jean kecil itu. Yang diyakini baru ada satu-satunya di zaman itu.
"Sudah!, sudah kalian berdua jangan banyak bicara lagi. Apa kalian tidak ingin mengetahui keberadaan patung Budha Giok itu?" mendengar perkataan Jean kecil.
Mark dan Jean pun terdiam, tak melanjutkan pembicaraan itu.
"Ya, tentu saja aku ingin mengetahuinya," ucap Mark mengakhiri diamnya itu.
"Baiklah akan kuberitahu akan hal itu," Jean Kecil pun terdiam sejenak. Lalu melanjutkan ucapannya kembali.
"Patung Budha Giok itu tersimpan dan berada pada sebuah kuil di zona utara di distrik Cran, bagian barat dari Semenanjung Sundaland. Sudah banyak manusia yang pergi ke sana untuk mengambil patung Budha giok itu. Tapi mereka semua gagal dan mati," jelas Jean kecil, dengan panjang lebarnya.
"Gagal dan mati?. Memangnya kuil itu dijaga oleh para biksu, yang memiliki kemampuan khusus yang levelnya tinggi, Jean Kecil?" tanya Mark kepada Jean Kecil.
Terlihat Jean Kecil pun menggelengkan kepalanya.
"Tidak Mark, kuil itu tidak dijaga oleh siapapun," jawab Jean Kecil.
"Aneh!, ini benar-benar aneh?. Sepertinya kuil itu menyimpan kekuatan mistis yang tinggi?" ujar Mark, berbicara sendiri. Yang ditanggapi oleh Jean kecil.
"Kau benar Mark, kuil itu memang memiliki kekuatan mistis yang tinggi, tapi aku tidak tahu sumber dari kekuatan itu. Mungkin hanya orang-orang, yang benar-benar terlatih yang dapat masuk ke dalam kuil itu. Mungkin hanya orang sepertimu saja yang dapat melakukannya," ujar Jean Kecil, menyakinkan diri Mark.
"Aku tidak mengira, dan tidak pernah mengira. Jika urusan ini menjadi begitu rumit. Pantas saja ayah sempat tidak mengizinkan aku untuk mengambil job ini. Rupanya ia telah memprediksikan semuanya. Tapi demi mencari pengalaman bagi diriku ini. Ayah akhirnya mengizinkannya juga," kata Mark di dalam hatinya.
"Terimakasih atas infonya, Jean kecil," kata Mark, sambil mengelus kepala kecil Jean Kecil yang berada di pundak kirinya itu, dengan tangan kanannya.
"Ya, Mark. Mark, Kakak. Aku ingin ke kamar dulu, ya," ucap Jean Kecil, lalu pergi menuju ke dalam kamar Jean kembali.
"Bagaimana Mark?, apakah kau masih berminat mengambil patung Budha Giok itu?" tanya Jean, dan Mark pun menganggukan kepalanya, setelah itu baru ia menjawab pertanyaan Jean.
"Tentu saja Jean, aku tidak akan mundur dari perebutan ini. Aku ini sudah terlalu jauh melangkah. Dan aku ingin membuktikan kepada ayahku. Jika aku juga mampu melakukan, apa yang dapat dilakukan olehnya itu," timpal Mark, dengan penuh keseriusannya.
"Ya sudah, jika itu memang keputusan terbaik bagi dirimu. Apapun keputusanmu itu, aku pasti akan selalu mendukung dirimu. Kapan kau akan berangkat Mark?" tanya Jean.
"Besok pagi Jean," jawab Mark tegas.
Tanpa menunggu respons dari Jean. Mark lalu bangkit dari duduknya, melangkahkan kakinya. Meninggalkan Jean, dan rumah itu.
Mark terus melangkahkan kakinya, keluar rumah Jean, untuk menikmati indah dan hangatnya Matahari di dunia bawah, dunia sejatinya manusia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
bagus banget
2021-01-19
0