Luna mondar-mandir di depan pintu ruangan Dekan, seolah-olah ia adalah semut yang tersesat di antara jalur-jalur yang penuh kebingungan. Jemarinya terus-menerus menggigit bibir, sementara pikirannya berputar-putar seperti badai yang tak berujung. Akhirnya, dengan segenap keberanian yang tersisa, ia memutuskan untuk memasuki ruangan. Namun, begitu tangannya menyentuh kenop pintu, gelombang keraguan kembali menghantamnya: Apakah Dekan akan menyetujui permintaannya untuk dipindahkan? Bagaimana jika dia dihadapkan pada pertanyaan tentang alasan di balik permintaannya itu? Apa yang harus ia katakan untuk meyakinkan? Pikirannya terasa lumpuh, tidak ada satu pun solusi yang bisa ia temukan.
**"Mengapa nasib harus mempermainkan aku seperti ini? Bagaimana mungkin aku malah ditempatkan di kantor suami kakak iparku sendiri?"** pikirnya penuh frustrasi. Luna sudah berusaha keras untuk menjauh dari Damon, namun kini ia terjebak dalam situasi yang semakin rumit. Bayangan kejadian memalukan semalam menghantui pikirannya, menambah beban emosional yang harus ditanggungnya. Dan jika Kak Elise mengetahui bahwa ada hubungan pribadi yang rumit antara dirinya dan Damon, segala sesuatu akan berantakan. Bayangan menjadi wanita yang dianggap merebut suami kakaknya sendiri membuatnya bergidik ngeri. **"Pelakor?"** Luna menggoyangkan kepalanya dengan keras, berusaha menyingkirkan gambaran buruk tersebut dari pikirannya.
Saat Luna terjebak dalam labirin pikirannya, sebuah suara lembut namun jelas memecah kesunyian, **"Luna? Apa yang kau lakukan di sini?"** Suara itu milik Kevin, pria yang diam-diam selalu menarik perhatiannya. Luna terkejut dan berbalik, melihat Kevin berdiri di belakangnya dengan senyuman yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Kevin, dengan perpaduan sempurna antara keturunan Eropa dan Asia, memancarkan daya tarik yang sulit diabaikan, dan Luna merasa gugup setiap kali berada di dekatnya.
**"Oh, aku hanya ingin bertemu dengan Dekan. Aku akan masuk sekarang, ya, Kak,"** kata Luna dengan cepat, lalu tanpa menunggu tanggapan Kevin, ia melangkah masuk ke dalam ruangan. Setiap kali berada di dekat Kevin, rasa gugup selalu menyergapnya. Kevin, di sisi lain, merasa bingung; dari sekian banyak wanita yang ia kenal, hanya Luna yang tampak menjauh dan tidak berusaha akrab dengannya. Meski begitu, ada sesuatu pada Luna yang selalu menarik perhatian Kevin, meski ia tidak pernah mengungkapkan perasaannya.
Setelah pertemuan di ruangan Dekan berakhir, Luna bergabung dengan teman-temannya di kantin. Wajahnya menunjukkan tanda-tanda kekecewaan, menandakan bahwa pertemuan tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkannya. Permintaan Luna untuk dipindahkan ke divisi lain langsung ditolak mentah-mentah oleh Dekan. **"Semua penempatan sudah final. Kalian akan memulai tugas kalian setelah jam makan siang,"** begitu bunyi perintah yang tidak bisa ditawar. Luna terpaksa harus mempersiapkan diri untuk bekerja di kantor kakak iparnya sendiri, tempat yang sangat ingin ia hindari.
**"Eh, katanya direktur Arta Group itu ganteng banget, kayak aktor Korea!"** celetuk Rachel dengan nada kagum, memandang Luna dan Ester dengan penuh iri. Luna hanya bisa tersenyum masam. **"Tampan sih, tapi hati dan pikirannya sangat licik. Meski wajahnya tampak sempurna, di balik itu dia adalah pria yang tak tahu malu dan otaknya penuh dengan niat kotor,"** jawab Luna dengan nada dingin.
**"Dia sudah punya pacar belum sih?"** tanya Ester dengan rasa ingin tahu, seolah berharap ada berita baik.
**"Dengar-dengar, pernikahannya tidak bahagia. Istrinya dikabarkan berselingkuh dan pernah ketahuan ciuman dengan pria lain, tapi si suami malah diam saja,"** Rachel menambahkan dengan suara berbisik, membuat Luna terkejut. Topik pembicaraan mereka ternyata menyentuh isu yang sangat sensitif bagi Luna—pria yang mereka bicarakan adalah kakak iparnya sendiri.
**"Dari mana kamu tahu semua itu? Apa itu hanya gosip?"** tanya Ester dengan ragu.
**"Kakakku bekerja di sana, dan dia yang bercerita padaku. Tapi ingat, jangan sampai bocor, bisa-bisa dia kehilangan pekerjaan,"** Rachel memperingatkan dengan nada serius. Ester mengangguk, kini ia yakin. Luna hanya bisa tersenyum sinis dalam hati. Ironisnya, Rachel yang memperingatkan untuk menjaga kerahasiaan malah memulai gosip tersebut.
Tak lama kemudian, mereka tiba di depan gedung megah bertuliskan **Arta Group** dengan huruf besar di fasadnya, yang membuat Ester tak bisa menahan kekagumannya. Bekerja di perusahaan sebesar ini adalah impiannya, dan ia bertekad untuk memberikan yang terbaik selama masa magang, berharap suatu hari nanti bisa menjadi karyawan tetap di sini.
**“Ayo, Lun, kita masuk!”** seru Ester, menarik tangan Luna dengan penuh semangat. Luna menoleh ke kanan dan kiri, berusaha sebisa mungkin untuk menghindari pertemuan dengan pria yang sangat ingin ia hindari. **Jangan sampai...** pikirnya cemas.
Di dalam gedung, Luna berusaha menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan kegugupan yang tak kunjung reda. Hatinya berdebar kencang, bukan karena terpesona oleh kemegahan gedung, tetapi karena bayangan pria yang kini menjadi pusat kecemasannya. Saat mereka melangkah masuk, tiba-tiba seorang wanita muncul, lebih tua dari mereka dan tampak di penghujung usia dua puluhan. Penampilannya rapi dan auranya memancarkan profesionalisme yang hangat. Dia berdiri di depan mereka dengan sikap percaya diri.
**"Selamat datang, saya Sandra, asisten manajer di sini. Saya akan menjadi mentor kalian selama masa magang di perusahaan ini,"** katanya dengan senyum yang membuat suasana menjadi lebih tenang. **"Ikuti saya, saya akan menunjukkan kalian ke berbagai divisi di kantor ini,"** tambahnya dengan nada formal namun ramah.
Luna mengikuti langkah Sandra dengan penuh perhatian, mencoba mengingat di mana ia pernah melihat wajah itu sebelumnya. Tiba-tiba, ingatan itu muncul: **"Sandra... ya, dia hadir di pernikahan Kak Elise dan Kak Damon,"** pikir Luna dengan cepat. Untungnya, Sandra tampaknya tidak mengenalnya, dan bagi Luna, itu adalah kabar baik yang sangat melegakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments