Tidak bisa. Sekeras apapun Florin mencoba melupakan kejadian saat itu ia tak bisa menghapusnya dari ingatan. Semua masih tampak jelas dan hatinya masih terasa hancur, seolah sudah menjadi kepingan-kepingan yang tak bisa disatukan lagi.
Lima tahun bukanlah waktu yang singkat. Menghabiskan waktu bersama dan menciptakan ingatan manis untuk menjadi kenangan. Florin meringkuk di tempat tidur dan melihat pemandangan kabur dari balik jendela.
Dia menutup matanya, dan mencium sesuatu. Dia mencium aroma pria itu. Pria yang tidur dengannya semalam, Liam. Aromanya terasa menenangkan, Flo bisa merasakan kedamaian meski mungkin hanya untuk waktu yang singkat.
"Apa aku manfaatkan dia saja, ya." gumam Flo teringat ucapan Liam yang mengatakan jika dia adalah miliknya. "Lagi pula kita juga sudah tidur bersama, dia juga mengambil keperawanan ku. Dia harus tanggung jawab kan."
Florin bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke dekat jendela dengan kemeja putih yang menutupi tubuhnya hingga atas lutut. Dia ingat jelas jika kemeja itu adalah milik Liam. Dia bisa mengingat apa yang terjadi semalam di bar tanpa melupakan satu detail pun, tapi hanya sampai mereka bercinta disana. Dia tak tahu jika pria itu membawanya ke rumahnya.
Tanaman pot yang ada di dekat jendela tampak tumbuh subur, seperti di rawat dengan baik. Flo berjalan menyusuri dinding kamar, melihat beberapa lukisan yang menggantung dan ada banyak furnitur kecil di dalam lemari kaca disana. Sebuah cincin menarik perhatiannya, dia tampak lebih berkilau dari yang lainnya.
Sebuah cincin permata yang indah, dia mencoba mengambilnya. "Ahhh," Flo berteriak histeris saat melihatnya dari dekat, hingga membuat kotaknya terjatuh ke lantai dan cincinnya keluar dari dalam sana. Flo melangkah mundur sambil gemetar.
Klek. Pintu terbuka, dan seorang pria masuk.
"Ada apa?" tanya Reiga cemas.
"Itu—itu.. Apa itu jari manusia?" Flo tergagap karena dia melihat sesuatu yang tampak mengerikan untuk pertama kalinya.
Reiga membungkuk, dia memungut cincin yang terpasang di satu jari itu, yang tergeletak di lantai. "Heemmm, seharusnya iya. Tapi ini," Reiga memperhatikan nya dengan seksama. "Ini hanya manekin yang mirip, sepertinya Liam menggantinya."
"Seharusnya iya? Maksudmu disana memang jari manusia sebelum ini?"
Reiga mengangguk dengan ekspresi datar.
"Kalian.. Sebenarnya kalian siapa?"
"Kau tidak tahu? Jangan berpura-pura, seseorang mengirim mu kan?" Reiga berjalan mendekati Florin, namun wanita itu malah melangkah mundur menciptakan jarak antara mereka. Hingga sofa di belakang kakinya menjadi penghalang dan membuatnya terdiam.
"Aku tidak tahu apa yang kau maksud," ucap Florin linglung dan ketakutan.
"Jujur saja, kau dari geng mana?" tanya Reiga mendekatkan wajahnya pada Florin.
"Kalian sedang apa?" suara nyaring dari pintu membuat tatapan Florin dan Reiga teralihkan, itu Liam. Dia berjalan mendekati keduanya. "Aku hanya menyuruhmu mengantarkan pakaian untuknya, apa yang sedang kau lakukan?"
Liam merampas tote bag yang di bawa Reiga masuk tadi, dan memberikannya pada Florin. "Ini, mandilah dan ganti pakaian mu." Namun Flo tak langsung menerimanya, dia masih gemetar karena takut. Dia menatap Liam dan Reiga bergantian, dia mendapatkan dua macam tatapan yang jelas berbeda. Tapi dia harus mengetahui sesuatu.
"Bisa—bisakah kita bicara sebentar," Florin menatap Liam. "—berdua."
Liam mengangguk dan menyuruh Reiga pergi hanya dengan isyarat kepalanya.
Sekarang hanya ada mereka berdua, duduk di sofa. Keheningan yang dirasakan Florin serasa mencekam seakan ingin menerkamnya. Berbeda dengan Liam yang tampak santai dan penasaran dengan apa yang ingin di katakan oleh wanita itu.
"Kau ingin bicara apa?" tanya Liam membuang keheningan.
"Kau sungguh seorang ketua gangster?" akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
Liam bersandar ke sofa dan berfikir sejenak, "Kau menguping?"
"Tidak, aku hanya tak sengaja mendengarnya, dan juga—aku melihat kartu namamu."
"Oh begitu. Dulu iya, sekarang tidak. Kau pasti juga mendengarnya."
"Hemmm, ya.. Lalu apa pekerjaanmu sekarang?"
"Entahlah, mungkin pengangguran. Aku—hanya memiliki saham di beberapa perusahan."
"Saham? Bukankah itu berarti dia seorang investor." batin Flo. Dia mengangguk paham dan kembali diam.
"Ada lagi?"
"Ha?"
"Apa lagi yang ingin kau tanyakan?"
"Pria tadi.. Siapa? Dia tampak tak suka melihatku ada disini." Flo masih kepikiran tatapan pria tadi padanya.
"Dia Reiga, wajahnya memang datar seperti itu. Tak usah difikirkan, lagi pula ini rumahku. Tak ada hubungannya dia suka atau tidak. Sekarang kau mandi, dan bersiap. Aku akan mengantarmu."
"Ah tidak usah, aku akan meminta Dean menjemput ku." Florin mengambil tote bag dan berdiri.
"Dean? Seorang pria?" ekspresi Liam langsung berubah sangar. Dia duduk tegap.
"Dia manager ku."
Liam tiba-tiba kembali terlihat santai dan tak jadi berdiri, dia kembali bersandar. "Aku akan mengantarmu. Titik, aku tak suka penolakan."
"Baiklah, aku mandi dulu." balas Flo pasrah. Dia berbalik namun tak melangkah, dia melihat sekitarnya dan ada beberapa pintu. Dia tak tahu yang mana kamar mandi. "Maaf," dia kembali berbalik dan berhadapan dengan Liam. "tapi kamar mandinya dimana?"
"Disana," Liam menunjuk pada pintu yang berada dekat dengan pintu masuk.
"Terimakasih," ucap Flo sambil tersenyum dan berlalu pergi. Sementara Liam juga tersenyum senang duduk di sofa. Dia merasakan sesuatu yang hangat dari kehadiran Flo di dekatnya. Dia merasa lebih tentram.
"Kuharap kau bisa menjadi awal baru bagiku," gumamnya pelan sebelum benar-benar santai dan menghembuskan nafas ke udara. Dia sudah memutuskan untuk menjadi pria yang baik, tulus dari niat terdalamnya. Keluar dari gelapnya dosa-dosa yang sudah dia lakukan di masa lalu, berharap bisa melanjutkan hidup dalam ketenangan.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments