Dua minggu sejak pertemuan terakhir OSIS di sekolah. Hari ini Asami terburu-buru untuk berangkat ke rumah Icha karena pertemuan hari ini di sana. Sebenarnya Asami sudah bangun dari tadi, tapi selesai kelas daring ia malah ketiduran sejam, padahal sudah tahu kalau harus pergi rapat.
"Pergi dulu ya, mah. Assalamualaikum!"
Asami buru-buru menyalakan motor dan melaju secepat yang ia bisa ke titik yang diarahkan google maps.
Saat sudah berada di titik yang sesuai google maps, Asami bingung karena titik tersebut berhenti di sebuah gang saja dan notifikasi google maps mengatakan sudah sampai.
Asami gelagapan dan buru-buru mengirim pesan ke grup OSIS.
...----------------...
...Grup OSIS periode 2022/2023...
^^^Ini dimana ya, kak? Di google maps udah sampai tapi kok di sini. Titiknya bener nggak, kak?^^^
^^^✓12.05 PM^^^
^^^Asami send a picture^^^
^^^✓12.05 PM^^^
Kak Elvin
Tunggu di sana. Saya jemput
12.07 PM✓
^^^Oke kak^^^
^^^12.07 PM✓^^^
...----------------...
Asami menghembuskan napas lega begitu membaca chat terakhir. Kalau tidak, Asami akan merasa bersalah karena memilih pulang akibat muter-muter tidak karuan mencari jalan ke titik yang diarahkan google maps.
Selang lima menit, muncul Elvin dari gang tersebut, "Asami kan?" Asami mengangguk senang, "masuk ke sebelah sini."
Asami melajukan motornya perlahan, "rumahnya dimana, kak?" Tanya Asami penasaran.
"Lurus aja, masuk ke rumah. Di samping rumah ada gang kecil, nah masuk ke situ." Tunjuk Elvin. Asami mengangguk-angguk memerhatikan arah yang ditunjuk Elvin.
"Yaudah saya taruh motor dulu ya, kak."
"Iya. Hati-hati ya."
Asami pun melaju menuju arah yang diinstruksikan oleh Elvin. Asami sedikit mengernyit bingung. Bagaimana bisa ada sebuah gang di pekarangan rumah orang? Di dalam gangnya ada dua rumah lagi. Memangnya yang punya pekarangan tidak keberisikan kalo motor lalu lalang ya? Ah, tapi itu bukan urusan Asami.
Asami pun berusaha memarkirkan motornya. Karena areanya kecil, ditambah sudah banyak motor lain yang parkir, Asami jadi kesusahan buat memarkirkan motornya. Pas sudah bisa, malah miring sekali dan rawan jatuh.
Saat sedang sibuk berpikir bagaimana caranya menyeimbangkan motornya yang miring, sebuah suara yang familiar merambat ke telinga Asami.
"Bisa nggak?"
Asami langsung menoleh ke sumber suara. Tanpa perlu menoleh, Asami sudah menduga itu suara Mateo. Entah apa yang membuat laki-laki itu tersenyum ceria begitu melihat Asami datang.
"Bisa kok." Asami enggan minta bantuan. Karena Asami yakin ia bisa menyeimbangkan motornya dan memarkirkannya dengan benar.
Ditungguin hampir lima menit, Asami kehilangan keyakinannya. Ia dapat mendengar Mateo menahan tawa di belakangnya. Asami mendecih kesal, merasa diremehkan.
"Bisa nggak?"
Kali ini tone nadanya berbeda dan suaranya agak familiar, tapi Asami tidak bisa menebak siapa. Asami menoleh ke sumber suara yang ternyata sedang berdiri di samping Mateo. Kedua laki-laki itu tersenyum menahan tawa, membuat Asami sedikit jengkel melihatnya.
"Nggak bisa. Bantuin dong." Akhirnya Asami pasrah. Biarlah kedua laki-laki ini memarkirkan motornya yang penuh drama.
Mateo hendak mengambil langkah untuk membantu, namun laki-laki di sebelahnya bergerak lebih dulu darinya. Akhirnya Mateo hanya menatap di tempat saja.
"Lu Asami kan?" Tanya si laki-laki. Asami mengangguk, "kita ketemu pas oprec, inget nggak? Gua Argus."
Asami mengingat-ingat beberapa wajah yang tidak sengaja bertatapan dengannya sewaktu oprec. Dan Asami ingat satu orang, "oh yang suaranya serem itu?"
Argus melirik Asami sweatdrop, "emang suara gua seserem itu?" Asami nyengir, "hehe...."
"Udah nih."
"Masih miring. Nanti jatuh nggak?"
"Nggak. Aman, aman."
Asami tersenyum, "Makasih ya, Gus."
"Itu helm nggak mau dicopot?" Mateo tiba-tiba menginterupsi, sadar bahwa dirinya tidak diajak bicara.
"Lah iya..." Asami baru sadar masih memakai helm. Buru-buru ia mencopot dan menaruhnya di atas spion motornya.
Argus berlalu lebih dulu, namun Mateo menunggu Asami untuk masuk ke dalam. "Asami, lu suka anime?"
Asami terkejut pertanyaan itu keluar dari mulut Mateo. Saking terkejutnya sampai Asami tidak tahu apa yang ia katakan, "iya."
"Iya lagi ahahahah...." Padahal Mateo niatnya usil tapi jawaban spontan Asami yang malah mengiyakan membuatnya jadi semakin lucu.
"Emangnya kenapa kalau suka anime?" Tanya Asami saat sadar apa yang ditanyakan oleh Mateo seraya mendengus kesal.
"Helmnya anime, pakai kacamata dan masker, terus aura wibu nya kuat banget ahahahah...."Sahut Mateo masih menjahili Asami.
Asami pun mengangkat salah satu tangannya ke udara, berpura-pura ingin memukul Mateo karena kesal diusili terus.
Keduanya pun masuk ke rumah Icha. Di sana sudah banyak yang datang. Asami mengambil duduk di paling pojok, paling belakang agar dirinya tidak mudah diperhatikan. Entah kenapa, Mateo mengambil duduk di depan Asami. Sementara Argus duduk di sisi dimana Asami tidak dapat melihatnya.
Setengah jam kemudian, rapat dimulai. Asami hampir sama sekali tidak mendengarkan apa yang dikatakan kakak kelasnya karena masih setengah mengantuk. Sampai tiba-tiba namanya di panggil.
"Untuk kandidat berikutnya adalah ... Asami Noviar bersama kak Icha. Asami boleh berdiri."
Asami kaget. Ia berdiri tanpa tahu kenapa. Dengan bodohnya Asami bertanya, "S-saya? K-kenapa saya?"
Seketika hening. Selang lima detik seisi ruangan menahan tawa, "ya karena kami memilih kamu buat jadi kandidat. Nggak ada alasan khusus." Jawab Yuda.
Wajah Asami memerah malu. Ia kembali duduk dengan tangan yang berkeringat dingin. Tak lama nama Mateo ikut dipanggil, dia juga terpilih sebagai kandidat calon waketos berikutnya, sama seperti Asami.
Asami pun bertanya pada Mateo guna meyakinkan dirinya kalau yang tadi itu cuma salah dengar, "Mat, tadi itu saya dipanggil kenapa?"
Mateo menoleh ke belakang, "kamu dipilih jadi kandidat calon waketos berikutnya sama bang Yuda."
CETARRR.
Bak tersambar petir di siang hari. Asami nggak ngerti kenapa tiba-tiba ia dipilih jadi kandidat waketos padahal Asami yakin ia tidak berbuat hal-hal yang menurutnya dapat menjadi seorang kandidat.
Asami panik, sudah pasti. Karena niat Asami bergabung OSIS hanya untuk menjadi anggota biasa, bukan yang penuh tanggung jawab. Kalau sudah begini, harus apa?
"Untuk kandidat yang sudah disebutkan tadi, saya kasih waktu seminggu untuk membuat visi, misi dan kegiatan harian, bulanan dan tahunan apa yang kalian ingin lakukan jika kalian terpilih menjadi ketua dan wakil ketua OSIS. Saya mau setiap kandidat buat video juga tentang perkenalan diri, penjelasan visi-misi dan kegiatan. Nantinya video itu akan digunakan saat Pilketos (Pemilihan Ketua OSIS)." Jelas Yuda.
"Dek Asa." Panggil Icha yang entah sejak kapan sudah berada di samping Asami. "I-iya?"
"Besok ke sini aja ya. Kita langsung bikin videonya sekalian bikin visi, misi sama kegiatan. Kamu besok ada kelas daring?" Tanya Icha.
Asami mengangguk, "ada dua, kak."
"Kamu kosongnya jam berapa?"
Asami berpikir sejenak, "Abis Dzuhur kosong sih, kak."
"Yaudah abis Dzuhur kamu ke sini aja ya. Tapi jauh banget nggak dari rumah kamu? Terus kamu keberatan nggak bikinnya di rumah aku?"
Asami menggeleng cepat, "nggak keberatan kok, kak. Rumahku juga deket. Kalo di rumahku takut nggak kondusif, banyak anak-anak kecil main." Asami terkekeh kaku.
"Emang rumahmu dimana, dek?"
"Jl. Thursday. Anu, deket jl. Besar Lohan."
"Itu jauh namanya. Gimana sih, dek." Asami menggaruk tengkuk kaku.
"Yaudah, besok kabarin aku aja kalo udah mau berangkat ya, dek. Takut aku ketiduran."
"Siap, kak."
Rapat hari itu pun ditutup dengan pesta kecil-kecilan perayaan ulang tahun Yuda. Semua bersorak Sorai penuh keceriaan, namun tidak dengan Asami yang sudah lunglai karena energinya habis.
Saat sudah diperbolehkan pulang, Asami jadi yang pertama pergi ke motor.
"Udah mau pulang aja?" Asami menoleh, mendapati Mateo berada di belakangnya.
"Iya, saya disuruh pulang cepat." Bohongnya. Asami hanya ingin cepat-cepat pulang dan mengisi energinya yang habis. Introvert sepertinya memang susah lama-lama di lingkungan para ekstrovert.
Asami naik ke motor, memakai helm lalu mulai menyalakan mesin, "saya pulang duluan."
"Hati-hati ya, Asami."
BLUSH.
Buru-buru Asami tancap gas meninggalkan tempat Icha agar Mateo tidak melihat wajahnya yang sudah merona.
Bagi Asami yang tidak pernah diucapkan kalimat itu, apalagi sama lawan jenis, jelas membuat hatinya berdebar. Ditambah yang mengucapkan adalah orang yang dikaguminya.
...ΩΩΩΩ...
Esoknya, sesuai dengan yang dijanjikan kemarin. Asami berangkat ke rumah Icha pukul 12. Sesampainya di sana, rumahnya sepi sekali. Seolah tidak ada orang.
Asami memarkirkan motornya, melepas helm lalu melepas sandal dan berdiri di depan pintu rumah Icha.
"Assalamualaikum. Kak Icha...." Asami memanggil berkali-kali, namun tidak ada yang menyahut, tidak ada yang keluar. Padahal pintu rumah terbuka lebar.
Daripada menghabiskan energi dengan terus memanggil, Asami memilih untuk duduk saja di teras seraya menunggu Icha keluar. Tidak lama, seorang wanita muda keluar dari dalam rumah.
"Cari siapa ya?" Tanyanya.
Asami buru-buru berdiri, "anu, cari kak Icha. Ada perlu soalnya."
"Bentar ya saya panggilin dulu."
Wanita muda itu pun masuk kembali dan tak lama wanita muda bersama Icha keluar bersamaan. Wanita muda itu pergi entah kemana sementara Icha ikut duduk di teras.
"Udah lama, dek?"
"Baru Dateng kok, kak."
"Aku ketiduran nungguin kamu, kirain nggak datang." Ujar Icha seraya tersenyum. Wajahnya tak bisa berbohong kalau ia masih mengantuk.
"Maaf jadi bikin nunggu, kak." Asami jadi nggak enak. "Orang aku baru tidur lima menit kok. Eh kamu mau minum apa?"
"Air putih cukup kok, kak."
"Oke es teh ya."
"Eh, kakー"
Icha pun berlalu masuk ke dalam, lalu keluar lagi dengan menggenggam sesuatu lalu pergi lagi. Sepuluh menit kemudian Icha kembali dengan dua kantong plastik hitam di tangannya.
"Nih, dek. Kita bikin visi, misi sambil makan biar tetap connect." Candanya. Ia mengeluarkan isi dari masing-masing plastik. Plastik pertama berisi dua minuman botol teh dingin, dan plastik kedua berisi camilan ringan.
Asami speechless. Kakak kelas satu ini terlampau baik padanya, tapi apa yang dikatakan ada benarnya. Membuat sesuatu pakai pikiran kadang memang membutuhkan makanan agar pikiran tetap terkoneksi dengan baik.
"Jadi repot-repot ih, si kakak." Ucap Asami malu-malu.
"Nggak kok. Santai aja sama aku mah."
Dan akhirnya mereka malah asik berbincang ini-itu soal OSIS sampai lupa tujuan mereka bertemu hari itu untuk apa.
Dua jam kemudian...
"Mau take sekarang atau gimana, dek?" Icha menginterupsi saat Asami sedang sibuk memahami makna visi dan misi.
"Oh, aku belum hafal, kak." Sahut Asami cemas.
"Nggak usah dihafalin. Nanti kita baca aja. Kertasnya taruh belakang kamera atau nanti ganti-gantian kita pegangin." Saran Icha. Asami mengangguk setuju, "yaudah sekarang aja take nya, kak. Soalnya takut kesorean."
Keduanya pergi ke samping rumah Icha untuk mengambil video yang diharuskan untuk Pilketos. Berulang kali mereka take karena salah atau tidak sesuai, sampai tepat adzan Ashar berkumandang barulah take mereka selesai.
"Pas banget adzan ya, kak." Asami mengusap peluh keringat di dahinya.
"Iya ya. Kamu kok keringetan gitu?" Icha keheranan. Padahal nggak ngapa-ngapain tapi adik kelasnya itu jadi berkeringat sekali. Asami menggaruk tengkuk, "aku kalo banyak gerak cepat gerah, kak." jelas Asami. Icha mengangguk memaklumi.
"Mau langsung pulang atau sholat dulu, dek?"
"Di rumah aja sholatnya, kak. Udah kesorean ini. Tadi janji keluar sama orang rumah cuma sampai jam 2 hehe."
"Waduh, nggak diomelin tuh?"
"Semoga aja." Asami terkekeh di akhir kalimat. Icha pun menyuruh Asami segera pulang sebelum dimarahi. Setelah berpamitan, Asami pun melajukan motornya kembali ke arah rumah.
...ΩΩΩΩ...
Katanya dikasih waktu seminggu untuk bikin visi-misi, nyatanya sudah tiga minggu tidak ada kabar sama sekali dari Yuda selaku Ketua yang masih menjabat. Bukannya memberi kepastian pada adik-adik kelasnya, ia malah menghilang dan tidak bisa dihubungi.
Asami telah memikirkan hal tersebut berhari-hari bahkan sampai susah tidur karena gelisah, tidak tahu kepastian manakah yang akan terjadi ke depannya. Apakah ia tetap akan jadi kandidat atau kandidat dibubarkan?
Yang pasti jika opsi kedua terjadi, Asami akan lompat-lompat kegirangan saking senangnya.
Lebih baik jadi anggota bayangan daripada yang punya banyak tanggung jawab, pikirnya.
Saat sedang asyik berimajinasi, notifikasi pesan dari handphone nya berbunyi. Segera Asami mengambil dan memeriksanya, rupanya itu dari Mateo.
...----------------...
...Mateo...
Mau ikut ke sekolah? Hari ini ada rapat
8.40 AM✓✓
...----------------...
"Rapat dadakan lagi? Apa ini soal keputusan kandidat pilketos?" Asami tak tahan melontarkan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya lewat lisan.
Asami menyetujui ajakan Mateo lalu notifikasi dari orang yang sama berbunyi lagi, kali ini bertuliskan "10 menit lagi saya ke sana". Buru-buru ia bersiap, sebab Mateo orang yang tepat waktu dan tidak suka menunggu lama.
Sejak pertemuan pertama Asami dan Mateo, entah kenapa mereka selalu bersama. Setiap ada pertemuan OSIS, orang pertama yang dihubungi Asami untuk minta tumpangan pasti Mateo dan anehnya Mateo tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Malah kadang Mateo yang inisiatif ngajak duluan sebelum Asami mention dirinya di grup.
Tepat 10 menit kemudian, Mateo sampai di depan rumah Asami. Keduanya pun berangkat ke sekolah dan seperti biasa, tidak ada obrolan sama sekali selama perjalanan. Tahu-tahu sudah sampai sekolah saja seperti biasanya.
Mateo memarkirkan motor, sementara Asami menunggunya. Saat Asami sedang fokus membetulkan style rambutnya yang berantakan akibat kena angin selama perjalanan tadi, Mateo tahu-tahu sudah meninggalkannya.
Asami mencebikkan bibir kesal. Bisa-bisanya ditungguin tapi malah ninggalin.
"Sendiri, dek? Kirain aku kamu bareng Mateo kayak biasanya." Icha langsung menyapa begitu kepala mungil Asami menyembul dari balik pintu Ruos (Ruang OSIS).
"Emang bareng kok, kak. Cuma ada yang jalannya cepat aja." Sindir Asami seraya melayangkan tatapan tajam ke Mateo.
Yang ditatap menaikkan sebelah alis, "lagian jalannya lama."
Asami memalingkan wajah kesal. "Kakak sendiri?" Ia mengambil duduk di samping Icha.
"Aku sama Elvin kok. Dia lagi keluar beli es."
Tidak lama orang yang dibicarakan muncul, "manggil, Cha?"
"Panjang umur lu, Vin. Lagi diomongin langsung muncul." sahut Icha.
"Kok kalian ke sini?" Tanya Elvin, bingung melihat dua adik kelasnya tahu-tahu di Ruos. Mateo menunjuk Elvin, "jangan pura-pura nggak tahu ya, anda yang nyuruh kami ke sini."
Asami dan Icha menatap satu sama lain.
"Kamu ke sini disuruh Elvin, dek?"
Asami menggeleng, ia menunjuk Mateo, "diajak dia." Mateo menunjuk Elvin, "Gua disuruh dia, kak!"
Icha menatap Elvin dengan penuh curiga, alisnya berkerut, "Koh...."
Elvin menggaruk pipinya yang tidak gatal, "tapi kata Ila hari ini mau ada rapat kok." Masih mencoba membela diri.
"Kan rapatnya nggak jadi, koh." Icha mengoreksi. Elvin tersenyum pasrah.
"Hah? Nggak jadi rapatnya?" Asami melongo. Padahal dia sudah sangat excited datang ke sini.
"Kenapa nggak jadi?" Mateo duduk berhadapan dengan Icha.
"Ila nggak bisa, Lily, Linda juga nggak bisa. Apalagi Rafan." jawab Icha.
"Terus kakak ngapain ke sini?" Asami penasaran, "karena kita baru dikasih tau Ila pas udah sampai sini. Jadi mau gimana lagi dong ya." Icha mengangkat bahu seraya menggeleng lelah.
"Terus lu ngajak gua ke sini biar nggak kena prank sendirian gitu, kak? Parah sih kata gua." Ucap Mateo, masih merasa tak terima dibohongi Elvin.
"Maaf, maaf. Lagian gua nggak nyangka juga lu bakal dateng. Mana bareng Asami lagi." Elvin jadi ngerasa nggak enak.
"Gapapa kok, kak. Sekalian jalan-jalan aja hehe. Bosen di rumah mulu." Asami angkat suara agar Elvin tidak terlalu merasa bersalah.
Suasana menjadi hening. Icha sibuk main handphone. Begitupun Mateo dan Elvin. Sementara Asami yang tidak punya internet hanya bisa scroll layar beranda atau buka tutup aplikasi biar kelihatan sibuk juga.
"Eh aku mau ada COD sama temen lagi. Vin, pulang yuk." Ajak Icha tiba-tiba.
"COD dimana?" Elvin menyahut, "COD nya mah gua sendiri, maksudnya ayo pulang. Gua kan bareng sama lu."
"Lah terus dua anak ini gimana?" Tanya Elvin. Asami dan Mateo menatap kedua kakak kelas mereka dengan tatapan datar.
"Mau pulang juga nggak, dek?" Tanya Icha.
"Baru juga nyampe, kak. Capek." Keluh Mateo, Asami setuju dengan keluhan Mateo.
"Yaudah gini aja. Aku kan pulang dulu nih, tapi nanti balik lagi. Kalian bisa keluar buat nyari makan dulu sambil nungguin aku balik, gimana?" Tawar Icha.
Mateo berpikir sejenak, "bolehlah begitu."
Icha mengacungkan jempol. "Yaudah aku pulang dulu ya. Dek Asa, hati-hati sama Mateo. Kalo diapa-apain lari aja ya." Ledek Icha.
"Langsung ke masjid aku, kak. Teriak minta tolong." Asami membalas ledekannya lalu terkekeh pelan.
Icha dan Elvin bangkit, lalu keduanya menghilang saat keluar dari pintu. Kini tinggal Mateo dan Asami yang berada di ruangan. Sunyi menghampiri mereka kala keduanya sama-sama sibuk dengan handphone.
Bosan karena tidak punya internet, Asami pun memberanikan diri bertanya, "Mat, punya hotspot?"
Mateo menoleh lalu mengangguk.
"Boleh minta?"
Tanpa sepatah kata, Mateo langsung mengulurkan tangannya. Kode supaya Asami memberikan handphonenya pada Mateo. Asami memberikan handphonenya lalu dengan cepat Mateo menyambungkan hotspot miliknya ke handphone Asami.
Asami tersenyum senang. "Makasih ya."
Buru-buru ia membuka aplikasi pesan untuk melihat apakah ada pesan masuk atau tidak, ternyata hasilnya mengecewakan. Asami pun memilih untuk buka game favoritnya, sekedar login. Namun karena keasyikan, Asami malah baca main story game dan tertawa sendiri mendengar voice over nya.
Diam-diam Mateo memperhatikan dan terkekeh pelan. Sementara Asami pura-pura tidak mendengarnya.
"Kamu suka begitu?"
Asami menoleh lalu mengangguk dan tersenyum, masih dengan wajah berseri akibat tertawa melihat dialog dalam game yang dimainkannya.
Mateo masih memperhatikan dan jadi ikut tersenyum begitu melihat wajah Asami yang biasanya malu-malu tersenyum bahagia seperti itu.
Satu kata yang terlintas di pikiran Mateo saat itu adalah ; Lucu.
Asami akhirnya sadar apa yang telah dilakukannya barusan dan ia sangat amat malu sekarang. Namun, Asami berusaha tetap tenang dan kalem biar tidak kelihatan sedang salting. Ia buru-buru mengeluarkan gamenya dan meminta maaf pada Mateo karena sudah memakai hotspot nya untuk bermain game.
Mateo menggeleng, "mau makan sekarang?" Ajaknya.
Demi menghilangkan rasa salting ini, Asami menyetujui ajakan Mateo dan keduanya pun keluar dari Ruos, keluar dari sekolah, mencari makanan pinggir jalan yang ramah di kantong pelajar.
"Mau makan apa?" Tanya Mateo. Asami berpikir sejenak, "Umm... Mie ayam?"
"Saya mau bakso sih."
"Yaudah mie ayam bakso aja." Ujar Asami menyatukan kedua ide mereka.
Tidak terlalu jauh dari sekolah, mereka menemukan kedai mie ayam bakso. Keduanya pun memasuki kedai tersebut dan mulai memesan. Saat makanannya datang, Mateo langsung menyeruputnya. Tapi Asami heran akan sesuatu.
"Kok pesan mie ayam? Katanya mau bakso."
"Mahal. Budget saya tipis," bisik Mateo, berusaha agar tidak terdengar pemilik kedai. Asami mengangguk setuju. Uang saku nya hari ini langsung ludes demi semangkuk mie ayam ini.
Asami makan dengan perlahan, mencoba terlihat elegan dan rapi juga feminim. Di depan crush ya harus feminim dong, walau aura maskulin Asami terlampau kuat.
Berbanding terbalik dengan Asami, Mateo menyeruput mie ayamnya dengan cepat, seolah tidak dikunyah tapi langsung ditelan. Dalam beberapa menit, mangkuknya sudah kosong, sisa kuahnya saja.
Asami speechless. Asami jadi tidak enak karena makannya lama. Akhirnya Asami buang juga sifat keanggunannya tadi untuk mempercepat makannya.
Selesai bayar, mereka pun kembali ke sekolah. Perjalanan dari kedai ke sekolah pun tidak terlalu jauh jadi beberapa obrolan kecil bisa dibicarakan selama perjalanan.
"Rambutmu kok keriting gitu sih, Mat?" Tanya Asami yang sudah merasa penasaran sejak pertama kali lihat rambut Mateo. Rambutnya mengingatkannya dengan seseorang yang ia kenal.
"Ini gara-gara dulu keseringan pake Pomade." Jawab Mateo santai. Tapi Asami tidak percaya.
"Masa sih gara-gara Pomade doang."
"Dibilangin nggak percayaan. Dulu saya kalo pake Pomade, satu kotak bisa langsung habis." Ujarnya bangga. Asami nyerah dan mengiyakan saja.
Saat keduanya sampai sekolah, baru sampai depan Ruos, Icha langsung sampai.
"Oh kalian habis dari luar? Makan ya?"
"Iya, kak. Kebetulan banget kakak langsung dateng." sahut Asami senang.
"Jadi nggak perlu nunggu lama lagi deh." Sambung Mateo.
"Kalian segitu pengennya pulang ya?" Icha sweatdrop.
"Ya nggak ngapa-ngapain juga, ngapain lama-lama di sini." Ujar Mateo, ia mendengus napas lelah. Apa yang dikatakannya ada benarnya.
"Yaudah, ini mau aku kunci. Ada barang yang ketinggalan nggak?"
Mateo dan Asami menggeleng. Icha mengacungkan jempol lalu mengunci ruang OSIS itu. Keduanya pun berpisah sesaat setelah Icha mengunci ruangan.
Dalam perjalanan pulang, lagi-lagi tidak ada obrolan apapun. Namun Asami sadar akan suatu hal. Ini kali pertama ia pergi dan makan di kaki lima bersama seseorang yang notabenenya bukan sahabatnya. Lagi-lagi, Mateo jadi first experience nya melakukan hal baru.
Jantung Asami berdegup kencang lagi, pipinya memerah dan panas.
Ahh... Rasa ini ... apa benar hanya sekedar kagum saja?
...******...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
✍️⃞⃟𝑹𝑨 ••iind•• 🍂🫧
Walaikumsalam
2024-10-04
0
Salsabila
mampir juga ya ke cerita ku💕
2024-08-07
1
Salsabila
cerita nya seru
2024-08-07
1