Berlari di Tumpukan Buku

Dika teringat dengan perkataan Chika kalau dia adalah anggota klub perpustakaan. Dengan kedua langkah kaki yang mantap, Dika mengunjungi perpustakaan di lantai empat pada gedung klub.

Dorongan pintu yang perlahan datang dari arah Dika. Bau dari tumpukan buku lama langsung menyerang hidung Dika setelah dia membuka pintu perpustakaan. Awalnya Dika berpikir kalau perpustakaan akan sepi dari pengunjung. Namun, Dika mampu melihat beberapa kelompok yang seperti belajar bersama dan beberapa orang sedang menikmati waktu kesendiriannya.

Dari arah belakang, Dika merasakan ada yang menepuk pundaknya. Seusai berbalik, Dika menemukan Chika yang tersenyum kecil sambil membuat simbol menggunakan jari di depan mulutnya dengan arti dilarang berisik.

Mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Chika. Dika mengangguk kecil dan berbisik. Dika mengaku ingin mencari rak novel atau cerpen di perpustakaan.

"Kau harus daftar jadi pengunjung perpustakaan dulu," bisik Chika.

Dengan segera, Chika menyeret Dika ke meja resepsionis perpustakaan. Setelah mengikuti instruksi dari Chika. Dika berhasil mendapatkan kartu sebagai pengunjung perpustakaan.

Chika melirik ke arah temannya yang sedang mengotak-atik di depan layar monitor komputer. Dia berbisik ke gadis yang sedang fokus dengan komputernya dan menceritakan kalau dirinya ingin membantu temannya menemukan buku.

"Jadi, meja resepsionis akan kosong untuk sementara waktu," bisik Chika sambil mengisyaratkan kedua tangannya untuk memohon, "Aku yakin tidak akan banyak orang yang masuk ke perpustakaan. Karena itu, tolong gantikan aku."

Gadis itu mengangguk cepat sebagai tanda setuju dengan Chika. Dengan senyum lebar, Chika memberitahu Dika kalau dia akan membantunya untuk mencari rak yang diinginkan.

Keduanya pergi dari meja resepsionis dan berjalan ke sudut ruangan. Chika menerangkan ada dua rak yang berisi novel atau cerpen.

"Memangnya kamu mencari ini untuk apa?" tanya Chika, "Apa untuk taruhan klub film dengan OSIS?"

Dika bertanya-tanya darimana Chika mengetahui informasi tersebut. Tidak butuh waktu lama, Dika mengangkut beberapa buku yang berisi kumpulan cerpen. Kumpulan cerpen itu ditulis oleh murid dari SMA ini. Jadi, Dika mudah untuk mendapatkan izin dari sang penulis.

Dika yang sudah berhasil mencapai tujuannya. Diajak oleh Chika untuk naik ke lantai dua perpustakaan. Tidak seperti lantai pertama perpustakaan yang luas. Lantai dua perpustakaan hanya berisi koridor panjang yang mengelilingi sudut lantai satu perpustakaan.

Chika menjelaskan kalau berbicara di lantai dua lebih tidak mudah didengar oleh orang yang berada di lantai satu.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa tahu tentang taruhan itu?" bisik Dika, "Padahal seingatku anggota klub film tidak membicarakan hal ini keluar dari ruangan."

"Ayolah, Dika," celetuk Chika, "Klub film ini masuk ke dalam daftar klub yang tidak produktif. Yah, bukan hanya klub film saja, sih. Masih ada klub lain yang tidak produktif seperti klub film. Tapi, karena itulah, kabar ini menjadi memanas. Sebab banyak klub yang gagal mencuri hati para OSIS."

Setelah Chika menjelaskan hal itu. Dia meminta Dika untuk menunggunya. Chika langsung berjalan kembali ke lantai satu. Dika yang berada di tempat sunyi hanya bisa membolak-balik cerpen milik murid sekolah.

"Pepatah Musim Panas" karya Aurora Sudiro.

Ceritanya berfokus pada perjalanan seorang pemuda yang mencari jati dirinya di tengah sengatan musim panas.

"Pemburu Malam" karya Rehan.

Ceritanya berfokus pada sekumpulan anak kecil yang takut akan datangnya cahaya matahari.

"Kolam Renang Yang Dingin" karya Hidayat.

Ceritanya berfokus pada seorang gadis dari klub renang yang mempunyai kehidupan buruk dan ingin menjauhi kolam.

"Terjun Ke Tumpukan Bunga" karya Indira Cantika.

Ceritanya berfokus pada seorang gadis yang terlihat bahagia. Namun, dia menyimpan keinginan untuk bunuh diri terjun dari gedung dengan cara yang indah agar membuat orang tuanya menyesal.

"Hilang Kendali" karya Wirawan.

Ceritanya berfokus pada seorang pemuda yang ingin membalaskan dendam akan kehidupannya.

Disaat Dika sedang asyik membaca cerpen. Di depan kedua matanya muncul sebungkus roti. Chika menawarkan hal itu pada Dika. Karena Chika tahu kalau Dika sepertinya belum membeli makanan saat jam istirahat pertama.

Dika bertanya-tanya mengenai peraturan di dalam perpustakaan. Dika ingat di sekolah lamanya kalau dilarang membawa makanan ke dalam perpustakaan.

"Emang boleh, ya?" tanya Dika sambil memasang wajah heran.

"Makan di dalam perpustakaan?" balas Chika, "Kalau untuk roti itu diperbolehkan. Tapi, tidak untuk makanan yang berbau. Untuk minum air saja, kamu harus keluar dari perpustakaan dulu dan meminumnya di depan perpustakaan agar tidak mengenai buku."

"Ternyata begitu..." jawab Dika sambil membuka roti pemberian dari Chika, "Terima kasih."

"Lalu bagaimana kelanjutan tentang klub film? Aku ingin mendengarnya dari anggota klub film langsung daripada rumor yang beredar disana-sini."

"Kau mungkin tidak akan menduganya," kata Dika sambil menghembuskan napas kecil, "Aku ditunjuk jadi sutradara oleh Ketua klub."

Chika menepuk punggung Dika dengan tangannya untuk menyemangatinya, "Bukankah itu posisi yang bagus? Kenapa sejak tadi kamu terlihat seperti ikan yang ingin mati?"

"Justru karena itu. Menurutku tidak etis saja menyerahkan posisi sepenting sutradara kepada anak yang baru saja masuk ke sekolah ini. Padahal bisa saja yang mengambil alih adalah Ketua klub."

"Santai saja," lanjut Chika, "Aku yakin mereka tidak memikirkan hal ini sampai sejauh itu. Harusnya yang kamu pikirkan adalah taruhan dengan Ketua OSIS itu. Namamu dipertaruhkan loh...."

"Kau benar," balas singkat Dika sambil menyantap rotinya dengan pelan, "Oh, iya. Jika aku memintamu untuk membantuku menulis skenario. Apakah kamu mau?"

Chika terdiam sejenak mendengar tawaran Dika. Ada raut wajah yang berpikir dengan dalam seolah-olah ada sesuatu dalam pikirannya. Tidak butuh waktu lama, Chika mengaku bisa saja membantunya.

Dika sebenarnya senang mendengar hal itu. Tetapi, Chika menambahkan pengecualian dalam bantuan tersebut. Chika mengaku hanya bisa membantunya saat jam istirahat sekolah. Sebab dia ada kegiatan diluar jam pulang sekolah.

Ada anggukan kecil di wajah Dika. Mau tidak mau Dika menerimanya. Apalagi setiap orang juga mempunyai hal yang harusnya mereka jalani setiap harinya.

"Untuk premis ceritanya. Apakah kau sudah memikirkannya?" tanya Chika, "Kulihat kamu sudah membaca kumpulan cerpen itu tadi. Jadi, aku ingin mengerjakannya secara pelan-pelan agar tidak mengganggu kegiatanku."

Tanpa Dika sadari roti di tangannya sudah habis dilahap olehnya. Mendengar pertanyaan Chika membuat Dika menatap langit-langit perpustakaan yang berdebu untuk waktu lama.

Dika kemudian menelan ludah. Nyatanya Dika masih belum menemukan cerita yang menarik perhatiannya. Karena itu, Dika mengaku kalau dirinya masih belum mendapat ide yang pas untuk filmnya.

"Kamu ingin membuat film pendek, bukan? Mengapa tidak mengangkat kisah anak SMA dengan kehidupannya saja? Bukannya itu lebih mudah untuk dibuat?" usul Chika.

"Ucapanmu ada benarnya juga," kata Dika dengan wajah yang penuh semangat, "Kurasa kamu memang sangat membantu jika membicarakan skenario film."

"Terima kasih atas sanjunganmu itu," balas Chika.

Kemudian bel tanda berakhirnya jam istirahat kedua akhirnya berbunyi nyaring di sepanjang koridor sekolah. Dika dan Chika akhirnya membersihkan tempat mereka duduk di lantai dua perpustakaan.

Tepat di depan perpustakaan Dika termenung menatap gedung utama. Bodohnya Dika baru menyadari kalau gedung sekolah barunya itu mempunyai atap yang dijadikan tempat berkumpulnya para siswa. Kedua mata Dika menjadi tajam dengan senyuman kecilnya, seolah-olah dia baru saja menemukan harta karun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!