Happy Reading 🌻
...Ketika dunia semakin gencar melakukan 'senda guraunya'. Aku juga berusaha semakin kuat agar tak tergoyahkan oleh terpaan yang datang. Walaupun, tanpa sosok penyemangat....
^^^- Sabrina Anggraini.^^^
______________________________
Ada alasan di balik pribadi seseorang yang tiba-tiba berubah. Termasuk diriku.
Bayang-bayang masa lalu masih membekas begitu erat sekalipun berusaha kuenyahkan dari benak dan hati.
Bisingnya lorong kala itu, hanya terdengar samar. Terserap oleh pikiran yang selalu semrawut, dan lebih semrawut lagi di hari-hari tertentu.
"Sabrina, Ika gak masukkah hari ini?" tanya seorang gadis cantik dan selalu rapi itu begitu aku memasuki kelas, ia memang sudah biasa menanyakannya jika Ika tak bersamaku.
"Iya, izin ada keperluan keluarga," jawabku seadanya, padahal sejak tadi malam Ika tak kunjung membalas pesanku.
Meskipun demikian, aku yakin Ika pasti sudah mengabari Wali Kelas bahwa ia izin beberapa kali, hanya saja belum tersampaikan ke gadis yang tiga tahun berturut-turut menjabat sebagai sekretaris itu.
Sekretaris kelas bernama Wulan itu mengangguk dan kembali fokus pada jurnal dan buku absennya.
Aku menuju bangku saat urusan singkat itu selesai. Bangku kosong yang biasa ditempati olehku dan Ika.
Sepi rasanya tanpa gadis berkacamata yang selalu berceloteh itu.
Aku duduk dan membuka buku paket yang akan diajarkan pada jam pelajaran pertama. Berusaha fokus padahal aku sangat merasa kesepian.
Suasana kelas memang cukup ramai, banyak siswa siswi yang bersenda gurau ria, tapi mereka selalu tak bisa jika berinteraksi denganku yang monoton dan tidak asyik ini.
Merasa jenuh, seperti biasa aku akan menulis sesuatu di buku kecil yang selalu kubawa ke mana pun.
Hidup itu dinamis, bukan statis yang hanya diam tak bergerak. Jadi wajar jika setiap sesuatu berubah secara tiba-tiba, realita yang melenceng jauh dari ekspektasi.
- Aksara Sunyi;-)
Beberapa detik setelah menulis, bunyi notifikasi ponselku berdering.
Sultan R.
Berbaur sama yang lain. Jangan sendirian mulu!
Aku mengerutkan kening, isi pesannya seolah-olah dia tahu apa yang aku lakukan. Menoleh ke sembarang arah mencari keberadaannya, tapi hasilnya nihil. Dia tidak ada di mana pun. Termasuk di pohon tempat favoritnya.
Sultan R.
Gak usah nyariin gue sampe segitunya. B aja dong. Wkwk.
Bercengkramalah dengan orang di sekitarmu. Terkadang perbedaan karakter yang ada membuat hidup lebih berwarna.
^^^Anda^^^
^^^Hidupku memang monoton, aku memang menarik diri dari orang banyak. Tetapi, semua itu bukan tanpa alasan.^^^
Tak butuh waktu lama, ia langsung membalas.
Sultan R.
Haha, lantas apa alasannya?
^^^Anda^^^
^^^Untuk apa memberi tahu?^^^
Sultan R.
Keingintahuan.
Aku tak lagi membalas pesannya, sebab dering bel masuk berbunyi dan menyuruhku untuk fokus mengenyam pelajaran.
Seorang guru masuk untuk mengisi jam pelajaran pertama. Sosiologi. Setelah menyapa dan memberi arahan untuk berdo'a, ia kembali berkata,"hari ini saya mengadakan tugas kelompok. Buatlah kliping tentang Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal. Tugas ini saya beri waktu satu Minggu, dimulai dari hari ini, yang terdiri atas lima orang. Silakan berbaur dengan teman kalian untuk mendapat kelompok." terangnya panjang lebar.
Tugas yang benar-benar aku benci. Terlebih sekarang tidak ada Ika. Aku harus berbaur dengan orang-orang yang tentu akan memberikan tugas paling beratnya padaku.
Seperti sebelumnya.
Kenapa guru satu ini selalu memberi tugas kelompok?
"Diska, gue gabung di kelompok lo, boleh?" tanyaku pada bangku depan yang sudah membentuk gerombolan yang kuhitung kurang dua orang lagi.
"Emm, boleh sih. Tapi gue sama sekali gak ngerti tugasnya. Lo sama Ika aja yang ngerjain, lo 'kan pinter," sahutnya dengan mata yang melirik teman-temannya lantas mereka semua terkekeh geli.
Benar 'kan?
Mau tak mau aku langsung mengangguk dan kembali duduk dengan tenang di tempat semula.
Sedangkan kelompok lain, tampak sibuk entah untuk membahas tempat mengerjakan tugas, atau siapa yang akan mencari referensi. Ya, mereka sibuk membagi tugas pada setiap anggotanya.
Berbeda denganku, apa yang harus didiskusikan lagi? Jelas-jelas tugasnya dibebankan kepadaku dan Ika.
Ponsel yang kuletakkan di laci meja kembali bergetar. Aku merogoh benda pipih itu dan melihatnya diam-diam. Ternyata, notifikasi balasan dari Ika.
Ika
Iya, Na. Aku ada urusan keluarga di luar kota.
Kurang lebih dua hari aku izin gak masuk sekolah.
Betewe, maaf baru bisa dibales sekarang 😭
^^^Anda^^^
^^^Oh, ya udah. Have fun, ya di sana.^^^
^^^Buruan masuk, gue kesepian banget((^^^
^^^I'ts okay.^^^
Aku kembali menonaktifkan ponsel, dan termenung diantara riuhnya orang berinteraksi. Sebenarnya, aku ingin bertanya perihal Sultan yang tiba-tiba mengetahui akun Instagramku dan menghubungiku via chat WhatsApp, mungkin saja itu ulah Ika.
Menoleh ke arah jendela, menatap pohon beringin yang kian menua, tapi tetap berdiri kokoh. Daunnya yang rimbun menjadi sarang yang nyaman untuk burung-burung.
Merasa ada yang menatapku juga, kualihkan atensi pada seseorang yang selalu berada di bawah pohon rindang itu.
Sultan.
Kapan dia ada di situ? Sepertinya dari tadi tidak ada siapa-siapa di sana.
Cukup lama kami bersemu pandang. Dengannya yang selalu menampilkan wajah tanpa ekspresi.
Tatapannya sangat teduh, aku cukup terpikat dengan satu hal itu.
Kalau dilihat lebih teliti lagi, dia mirip dengan seseorang yang namanya tak kuingat.
Tak berselang lama, seorang siswa menghampirinya dan mereka pergi begitu saja.
"Baiklah, semuanya. Pelajaran saya akhiri, sampai berjumpa kembali di waktu yang sama."
Kalimat itu membuyarkan lamunanku yang sedari tadi tak lepas dari pemandangan di balik jendela.
÷÷÷
Jam istirahat berdering sejak dua belas menit yang lalu, karenanya sekarang aku duduk santai di salah satu bangku panjang yang ada di taman mini sekolah. Walaupun kecil, taman ini sangat rindang dengan pepohonan juga penuh dengan tanaman siswa siswi untuk tugas pelajaran PKWU. Ditambah dengan beberapa bangku panjang dan lampu bohlam khas taman kota.
Semilir angin membuat helaian rambut yang kukuncir kuda, bergoyang tak tentu arah.
Berlarian beberapa siswa siswi ke sana ke mari. Entahlah, mereka nampak sangat bahagia.
Menengok ke arah kanan, tampak segerombolan siswa bermain basket. Mereka sangat lihai mendribble bola berwarna oranye itu, mengopernya hingga membuat tim lawan terkecoh.
Semua orang yang ada di sini sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tawa yang menggelegar, peluh yang bercucuran, suara sepatu yang menggema ketika mereka berlari, menjadi pendukung suasana hari ini.
Mungkin jika ada Ika di sini, aku juga turut sibuk seperti mereka. Sibuk menanggapi ucapan Ika, maksudnya.
"Panas."
Seseorang duduk dengan santainya di sampingku. Kami kembali bertemu pandang.
Seragam yang dikenakan basah oleh keringat, sepertinya dia habis main basket. Namun, bukannya bau tak sedap yang menusuk hidung, melainkan aroma woody menguar dari tubuhnya. Menenangkan, membuatku ingin terus mencium aroma itu.
Kebetulan aku tadi sempat membeli sebotol minuman dingin yang masih utuh, saking terbawa suasana aku jadi lupa untuk minum ataupun makan cilok yang berada di sampingku.
"Minum?" Kutawarkan botol tersebut.
Dia meraih botol yang masih tersegel rapat itu dari tanganku. "Thanks." Aku hanya mengangguk sebagai respon dan kembali meluruskan pandangan ke depan.
Terdengar dia meneguk minuman dingin itu beberapa kali.
Setelahnya, dia kembali bersuara,"jadi kenapa?"
Pertanyaan yang sama sekali tak kumengerti. "Apanya?"
"Alasan lo kayak sekarang?"
Aku hanya mengangkat bahu,"lo gak perlu tau."
Kami sama-sama terdiam dengan pandangan tetap lurus ke depan.
"Trauma masa lalu?"
"Maybe."
Dia tak bersuara lagi, walaupun aku tahu dia sempat akan membuka mulutnya lagi, sepertinya dia sudah tahu kalau aku sangat menjaga privasi.
"Sultan!" Panggilan dari seorang murid laki-laki yang tak kukenal memecah keheningan diantara kami.
"Kuy, ngantin! Si Rafael ngajak mabar. Udah ditungguin noh sama yang laen." Napasnya masih tersengal-sengal. Mungkin dia kelimpungan mencari cowok yang duduk santai di sampingku ini.
Sultan mengangguk,"iya. Duluan aja, ntar gue nyusul." Temannya itupun langsung ngacir kembali ke kantin. Aku jadi bertanya-tanya, kenapa dia malah duduk di sini bukannya langsung ke kantin selepas bermain basket?
Namun, sepertinya pertanyaan itu tak akan ada jawabnya, sebab ia menoleh padaku yang sejak tadi menatap percakapan dua cowok itu. "Gue pergi, ya. Thanks minumnya." Setelah mengucapkannya, senyum lebar terpatri walaupun dalam hitungan detik.
Aku hanya mengangguk dan menjawab, "iya, sama-sama."
Ia pun pergi dengan sedikit berlari. Rambutnya yang berponi rapi itu bergoyang yang membuat beberapa siswi yang sempat dilaluinya terpesona.
Pesonanya sangat tinggi ternyata.
(Bersambung ....)
See you again 🤍
IG : @indah_mldh05
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments