Hei Gadis Indigo (The Series) TAMAAAAAT!!!!
Seketika aku mengumpat kesal ketika kedua kaki melangkah meninggalkan kelas. Bagaimana tidak kesal, salah seorang dosen pembimbing tiba-tiba menggeser jam mata kuliah pada malam hari karena sebuah urusan. Malam buatku adalah keadaan yang paling tidak kusukai. Karena saat malam tiba, 'mereka' pun muncul.
Sejak kecil aku terbiasa melihat keberadaan 'mereka', tetapi sekalipun demikian, rasa takutku pada 'mereka' tak pernah hilang. Beberapa orang, menyebutku indigo. Padahal aku tidak merasa terlahir seperti anak indigo yang lain. Aku tidak memiliki kemampuan melihat masa lalu, atau masa depan, membaca pikiran manusia, bahkan menggerakan benda hanya dengan pikiranku saja seperti yang dilakukan orang-orang indigo pada umumnya.
Karena mereka yang terlahir indigo, adalah anak-anak yang memiliki bakat khusus sejak lahir, yang tidak bisa didapat oleh sembarang orang. Melihat makhluk halus bukan berarti indigo. Seperti aku ini, aku hanya diberi anugerah ... Oh tunggu! Entah ini anugerah atau kutukan. Tapi kusebut ini, kutukan. Jadi terserah orang menyebutku apa. Aku tidak peduli.
"Nisa, kamu yakin nggak mau ikut kita pulang?" tanya Ferly sahabatku.
Kebetulan dia naik mobil Feri, pacarnya.
"Eum ... Nggak usah, Fer. Aku naik ojek aja," sahutku menolak ajakan itu halus. Walau sebenarnya ingin rasanya aku ikut dengan mereka. Tapi, aku sadar, kalau aku sering merepotkan. Terlebih arah tujuan kami yang berbeda.
"Ya udah deh, Hati- hati ya, Nis," katanya sambil melambaikan tangannya ke arahku.
\=\=\=\=\=\=
Langkah kubuat sedikit cepat, saat menyusuri taman kampus. Suasana memang sudah sepi. Kampusku memang banyak didominasi pohon-pohon tinggi yang cukup rindang. Tujuannya agar para mahasiswanya bisa nyaman di sini. Untuk sekedar duduk di bawah pohon sambil menikmati udara segar, dengan pemandangan taman yang memang sejuk dipandang mata.
Untuk mereka nyaman. Tapi tidak untukku. Pohon tinggi dan besar biasanya salah satu tempat berdiamnya makhluk astral.
Tiba- tiba bulu kudukku berdiri. Di ujung ekor mataku ada sebuah bayangan melintas, sekilas seperti kain putih yang berkibar-kibar tertiup angin. Namun, aku tau kalau itu bukanlah kain biasa, karena bayangan mengerikan mulai terlihat perlahan. Sesosok wanita dengan penampilan khasnya. Rambut panjang terurai acak-acakan, dengan wajah putih pucat mengerikan. Punggungnya berlubang, menampilkan organ dalam yang terlihat menganga lebar. Baunya busuk dan anyir. Tapi, bau wangi pun turut hadir mengiringinya. Sosok itu sudah biasa kulihat saat aku di sini, terutama malam hari. Biasanya aku tidak begitu takut karena ada teman-teman yang menemaniku, tapi sekarang? Aku sendirian.
Hihi
Suara tawanya yang nyaring sontak membuat bulu kudukku tak mau tertidur kembali. Terus meremang, tegak, membuatku sangat tidak nyaman.
Entah kenapa suasana sangat sepi. Padahal kulihat masih banyak motor berjejer rapi di Parkiran.
Aku masih belum berani menengok ke arahnya. Segera saja aku berlari secepat mungkin. Sampai pintu gerbang Kampus, aku menuju pangkalan ojek terdekat.
Kulihat makhluk itu masih saja mengikutiku dengan cara melayang.
Aku makin mempercepat lariku sampai-sampai tidak memperdulikan sekitar.
Dan ...
Bruugg!
Sebuah mobil jeep hitam menabrakku hingga aku terpental jatuh. Aku mengerang kesakitan. Beruntung aku hanya terserempet sedikit.
Seseorang turun dari mobil itu dan menghampiriku.
"Ya ampun. Kamu nggak apa-apa? Maaf ... Ayo aku antar ke rumah sakit." Sepertinya dia orang yang telah menabrakku tadi.
Dia kemudian memapahku menuju mobilnya. Aku diam saja masih menahan sakit. Agak shock juga, karena kejadiannya begitu tiba-tiba sekali.
"Maaf, ya, Aku nggak lihat tadi. Kita ke rumah sakit aja," katanya panik melihat darah di kepalaku.
"Eh ... Jangan! Aku nggak apa-apa kok. Anterin ke kos aja," pintaku sambil memeriksa tangan & kaki, siapa tau ada luka yang butuh penanganan cepat.
"Memang kos kamu di mana?" tanyanya masih menatapku khawatir tapi tetap fokus dengan kemudi di hadapannya.
"Di daerah alun-alun, Mas," sahutku sambil menahan sakit yang mulai menjalar di sekujur tubuh.
Dia terlihat mengernyitkan kening.
"Eum ... Jauh juga ya, Mba. Gimana kalau ke kosku aja, kebetulan kotak P3K-ku komplit. Kos-ku juga deket dari sini. lukanya harus cepat diobati itu," terangnya sambil melihat kepalaku yang terus mengeluarkan darah. Ia menyodorkan tissue. Setidaknya ini pertolongan pertama, pikirnya barangkali.
"Eum ... Gimana yah," gumamku ragu. Dia adalah orang asing. Jangan terlalu percaya orang asing, itu nasehat kakakku.
"Tenang aja, aku nggak akan macam-macam kok. Janji!" katanya sambil mengangkat dua jari ke samping telinga membentuk huruf V.
Baru kusadari ia seorang anggota kepolisian, namanya Indra. Tertulis di seragam dinas yang masih dia pakai. Wajahnya sudah kusut dan terlihat kelelahan, mungkin dia juga baru selesai dinas.
"Ya udah deh. Nggak apa-apa, Mas," kataku yang akhirnya menyetujui saran itu. Tidak ada pilihan lain sepertinya.
Kami sampai di kos Indra.
Kosnya lumayan besar, sepertinya ini kos campur laki-laki & perempuan. Sepanjang koridor, banyak pria dan wanita yang mondar-mandir dengan santainya.
Pintu kamar dibuka.
"Masuk, Mba ... Maaf, kamarnya berantakan. Maklum kos laki-laki," kata Indra sambil melepaskan sepatu dan jaketnya, sembari mempersilahkanku masuk.
Kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Sambil berdecak kagum, aku manggut-manggut.
"Ini malah lebih enak dilihat, daripada kamar kosku," kataku masih menyapu pandang ke sekitar.
"Masa sih? Eh, duduk dulu, Mba ... Maaf siapa ya namanya, kita malah belum kenalan," ucap Indra sambil mengulurkan tangan.
"Aku Khairunnisa, panggil aja, Nisa."
"Indra Saputra, panggil Indra aja," ucap Indra diikuti senyum simpulnya.
"Oh iya, Nisa ... Kamu ganti baju dulu aja, ya. Bajumu kotor. Bawa baju ganti nggak?" tanyanya sambil melihatku dari atas sampai bawah.
"Eum ... Enggak," kataku sambil memperhatikan penampilanku sendiri yang kacau.
"Nggak bawa, yah ... Hm. Ya udah. Bentar ya," gumamnya lalu berjalan ke lemari baju.
"Ini pas nggak?" Tak lama setelahnya ia kembali sambil menyodorkan 1 setel baju tidur wanita kepadaku.
"Ini baju siapa?" tanyaku heran. Yang malah fokus ke pemilik baju ini.
"Baju temenku."
Temen? Ah, kok aku kepo sih?
"Pas deh kayanya," ucapku yakin.
Indra menyuruhku langsung ganti baju di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Kost Indra memang terlihat mewah, seperti apartment, jadi tidak hanya ada kasur dan TV saja. Disini juga ada dapur mini berikut kompor dan kulkas juga. Kamarnya pun ada disisi lain, tidak menjadi satu dengan ruang Tv.
Aku segera masuk ke kamar mandi yang letaknya di dekat kamarnya dan membersihkan badanku yang kotor.
Bulu kudukku berdiri lagi. Kutoleh ke sekitar. Sesosok anak kecil, sedang duduk di sudut kamar mandi, menyeringai ke arahku. Aku kaget, spontan berteriak.
"Aaahhh!" jeritku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
Siti Saleha
next kak seru banget ceritanya
2024-03-19
0
Aya Vivemyangel
Mmpir 🌷🌷🌷
2023-01-30
0
alana
menurut gue cerita yah ga komplit, ada beberapa yang ilang, gue udah hatam di kaskus
2022-12-22
0