Anson berdiri termenung didepan jendela kamar. Rambut lebatnya terlihat meneteskan air setelah selesai mandi. Dia terpaksa mengguyur badanya dengan air dingin selarut ini hanya untuk menghilangkan keinginan yang tak kunjung reda karena Alice.
Anson tak bisa menebak wanita macam apa yang kini mengaku sebagai calon tunanganya. Dilihat dari penampilanya, Alice memiliki kualitas sebagai wanita random yang selama ini menemaninya. Wanita yang hanya menemaninya karena uang. Tetapi, apakah Alice termasuk wanita seperti itu?
Saat Anson bersama dengan Alice, wanita itu selau bereaksi dengan kemurnian. Seolah-olah ia wanita yang baru pertama kali mengenal lelaki. Ada keluguan yang terpendam dari dirinya, seolah-olah sedikit saja tindakan Anson mampu membangkitkan semua respon Alice.
Anson belum pernah mengenal wanita sepolos Alice. Wanita yang selama ini menemani Anson adalah wanita yang berpengalaman. Sehingga hubungan mereka dilakukan dengan profesional. Seperti sebuah kesepakatan dangkal yang saling menguntungkan.
Alice berbeda. Dia wanita yang bahkan akan langsung memerah hanya dengan sedikit pancingan. Wanita yang matanya memancarkan keterkejutan setiap kali Anson menggodanya. Wanita yang unik.
Anson merasa senang. Perasaanya membuncah merasakan keposesifan setiap kali menyadari Alice menjadi miliknya. Bahkan wanita itu tengah mengandung buah cinta mereka.
Hanya saja ada keraguan dalam hati Anson. Apakah perasaan Alice padanya jujur? Apakah hubungan mereka sebenarnya nyata? ataukah ada kepentingan-kepentingan lain yang masuk kedalamnya?
Anson terbiasa mengevaluasi segala hal. Hidupnya jarang menggunakan perasaan. Logikanya selalu bermain untung dan rugi. Itulah kenapa perusahaan dan semua asetnya berkembang dengan pesat. Karena spekulasinya selalu benar.
Kini Anson berfikir cukup lama. Instingnya meraba banyak hal dari diri Alice. Jika hubungan mereka benar, apa yang membuat wanita seperti Alice bertahan disisinya? Secara fiksik dia cacat. Dan secara karakter dia lebih cacat. Sifatnya yang arogan dan angkuh hanya bisa menjadikanya sebagai atasan handal, bukan pasangan handal. Sebagian dari wanita sulit untuk mengimbangi dominasinya.
Anson menggelengkan kepala putus asa. Dia tak berhasil menemukan jawabanya malam ini. Mungkin, nanti dia akan berhasil menemukan kepingan-kepingan yang Alice sembunyikan. Entah siapapun Alice, wanita itu berhasil menariknya dengan cara yang belum pernah seorangpun lakukan.
...
Hari ini Alice telah kembali mengurus pekerjaanya. Dia berangkat cukup pagi untuk mengejar ketertinggalanya selama ia menelantarkan agenda kerjanya nyaris dua minggu. Meskipun Alice telah mengontrolnya melalui telepon, tetap saja tak seefektif terjun langsung.
Dia dikejutkan tiga keluhan dari pembeli baru yang potensial, mendapat pemberitahuan pembatalan kesepakatan perjanjian tanah, dan beberapa masalah lain. Hari yang cukup mengesalkan.
"Alice, siang nanti aku berhasil membuat janji temu dengan pemilik lahan baru yang potensial. Tak jauh dari lahan yang kemarin gagal kita ambil," kata Abel, sekretaris yang juga merangkap sebagai asistenya. Hubungan Alice dan karyawanya memang santai. Komunikasi mereka lebih seperti sebagai kawan, daripada atasan.
"Baiklah. Agendakan aku untuk menemuinya," pinta Alice lemah. Dia berjalan menuju mesin pembuat kopi kesayanganya, namun segera berbalik. Sialan. Asam lambungnya sedang bermasalah. Dia tak ingin melakukan apapun yang bisa membahayakan sang janin. Meskipun Alice tidak tahu apakah asam lambung bisa berhubungan dengan janin, namun Alice memilih untuk lebih berhati-hati.
Waktu berlalu begitu cepat. Saat waktu makan siang telah tiba, dia segera bergegas memakai blazer untuk menemui janji dengan pemilik lahan seperti yang telah diatur Abel. Dengan tergesa, Alice keluar dari ruangan, nyaris bertabrakan dengan Daniel.
"Daniel." Alice terkejut.
"Alice. Ku dengar kau baru saja pulang dari liburan. "
Liburan? pasti ini perbuatan Rachel.
"Oh ya. Liburan," sahut Alice menarik sedikit senyum.
"Kenapa memilih syuriah? kau menyukai liburan di daerah konflik?" Daniel tampak keheranan.
Syuriah? Selera humor Rachel benar-benar buruk.
"Ya. Kegiatan kemanusiaan sebenarnya," balas Alice meradang.
"Oh begitu. Jadi dimana kita akan melakukan pertemuan ini?" tanya Daniel masih saja berdiri di pintu masuk ruangan Rachel.
"Pertemuan? Sepertinya aku harus mengecewakanmu Daniel. Aku sedang terburu-buru untuk menemui salah satu pemilik lahan potensial," kata alice penuh penyesalan.
"Ya. Akulah orang itu. Jadi dimana kita akan membahas kesepakatan tentang lahan yang potensial itu?" Tmtanya Daniel tersenyum lebar, merasa berhasil memberi kejutan pada Alice.
"Kau? serius?"
"Ya. Kau bisa memastikanya pada Abel jika tak percaya."
Alice melirik Abel yang sedang memberi anggukan dari kejauhan. Sepertinya mereka sedang berkomplot.
"Baiklah, Tuan pemilik lahan, dimana kau akan melakukan pembicaraan ini?"
Daniel menyebutkan sebuah restoran berkelas yang lumayan jauh. Alice hanya mengangguk pasrah mengikuti kemauan Daniel. Baiklah, demi sepetak lahan potensial.
...
Alice menghabiskan waktu makan siangnya lebih lama dengan Daniel. Pembicaraan mereka mengalir lebih luas. Alice tak pernah menyangka Daniel memiliki lahan seluas nyaris enam ribu meter persegi sebagai salah satu warisan keluarga dari pihak ibunya. Lahan yang meskipun terletak di pinggir kota, namun masih memiliki akses jalan yang bagus dan kondisi lingkungan yang cukup ramai. Alice menyebutnya sebagai kawasan berkembang.
Dengan lahan yang seluas itu, Alice sudah merencanakan membuat sebuah cluster dengan nuansa ramah lingkungan. Dia hanya perlu mencari kreditur yang bersedia mendanainya. Dengan proposal dan perencanaan yang matang, juga spekulasi pasar yang tepat, Alice yakin pasti proyeknya berjalan dengan baik.
Alice sudah menemukan kesepakatan harga dengan yang Daniel ajukan. Daniel juga tak keberatan dengan sistem pembayaran bertempo, sehingga Alice bisa memutarkan dana dengan baik tanpa mengalami defisit kas.
"Sepertinya semua keuntungan ada padaku Daniel. Aku tak tahu harus berterimakasih padamu dengan cara bagaimana," ucap Alice tulus.
"Bagaimana dengan sebuah makan malam?" Daniel menatap Alice dengan intens.
"Oh, aku ... aku tak bisa Daniel. Maaf. Aku lebih nyaman menjalin pertemanan denganmu," tolak Alice lembut. Dia tak bisa memberikan harapan kosong kepada orang sebaik Daniel sementara Alice sendiri tengah hamil janin lelaki lain.
"Alice. Alex sudah meninggal lebih dari enam bulan. Apakah kau tak ingin mencoba membuka hatimu kembali. Aku tahu pernikahanmu denganya berjalan tidak baik. Tapi tidak semua pernikahan seburuk itu, Alice."
Alice hanya terdiam. Dia memang telah membuka hatinya. Hanya saja dia terlanjur membukanya kepada orang lain.
"Daniel. Aku benar-benar tak bisa. Maaf." Alice tersenyum kecil. Sebentar lagi kehamilanya pasti akan terlihat. Mungkin saat itu Daniel akhirnya akan mengetahui alasanya.
"Baiklah. Bagaimana jika makan malam sebagai teman? Aku tak akan melakukan tindakan apapun yang tak kau inginkan. Just friend, no more " Janji Daniel mengangkat dua jarinya. Alice tertawa kecil menanggapi Daniel.
"Baiklah. Kau sangat persuasif, Daniel." Alice menyerah kalah. Ini hanyalah makan malam pertemanan. Alice akan mengajak Rachel nanti.
"Nanti malam di rumahku."
"Oke. Aku akan mengajak Rachel."
Daniel mengangguk, tidak merasa keberatan. Mereka saling berbincang kembali tanpa menyadari ada sepasang mata yang mengamati mereka dengan tatapan tajam.
Anson telah lama duduk di kursi tak jauh dari mereka. Karena posisinya yang berada di sudut, keberadaanya cukup tersembunyi.
Anson mengamati kedekatan yang telah lama mereka tampilkan. Kemarahanya mulai bergelung perlahan, semakin sulit ia pendam.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 208 Episodes
Comments
Crystal
Ngakak pas Daniel bilang "KENAPA KE SYURIAH? "😂😂
2022-08-25
1
Ani Hermione
keren ceritanya thor 👍
2020-05-03
1
Atik Supandi
hadir
2020-04-01
0