Anson terbangun saat hari masih terlalu pagi. Dia menatap wanita di sisinya yang masih terlelap. Rambutnya ida bak dewi khayangan. Suara nafasnya terdengar teratur, sangat merdu.
Perlahan, Anson menyentuh sisi wajah Alice. Menikmati keindahan yang disimpan rapi oleh wanita itu. Wajahnya sangat cantik dan manis.
Dia bagaikan jelmaan siren yang mampu menghanyutkan jiwa lelaki. Pesonanya sangat terlarang, namun menggoda. Semua yang ada pada dirinya ibarat candu. Selalu menariknya lebih dalam dan membahayakan.
Anson tersenyum getir. Bagaimana keindahan yang langka ini hanya menjadi sesuatu yang rendah dan diperjual belikan? mengapa dengan mudah Alice menempatkan diri sebagai wanita bayaran.
Uang memang menjadi penggerak yang paling hebat untuk manusia. Di dunia ini hanya ada dua kemungkinan. Mereka yang melakukan banyak hal untuk memiliki uang. Dan mereka yang mendapatkan banyak hal karena memiliki uang. Hubungan itulah yang mengantarkan mereka berdua dalam simbiosis mutualisme.
Anson merenung. Dia telah terbiasa memiliki wanita matrealistis. Kecacatan yang ia miliki membuatnya sulit menemukan wanita yang tulus menerimanya. Motif mereka hanyalah mendapatkan keuntungan finansial.
Bahkan Avana, ibu dari putrinya termasuk salah satu diantara deretan wanita tersebut. Dua bulan setelah hubungan mereka berakhir, Anson dikejutkan dengan kedatangan Avana. Dia meminta sejumlah uang untuk menggugurkan calon anak mereka. Anson justru bertindak sebaliknya. Dia menawarkan diri membayar Avana tiga kali lipat dari permintaan jika Avana bersedia mempertahankan dan melahirkan anak tersebut untuk ia rawat. Avana tentu saja setuju.
Anson membutuhkan sesuatu yang konstan dalam hidupnya. Setelah keluarganya meninggal, dia merindukan memiliki seseorang untuk melengkapinya, menerimanya dengan utuh tanpa memandang kekuranganya. Kimberly adalah sosok itu. Hubungan ayah dan anak akan berlangsung dengan tulus tanpa harus memiliki syarat. gadis itu telah menjadi hartanya yang paling berharga.
Itulah kenapa ia sangat ingin melindunginya. Dia tak ingin Kimberly dekat dengan salah satu wanitanya karena mereka hanya singgah sebentar dan tak bertahan lama. Gadis kecilnya tak boleh terluka saat wanita yang Anson miliki memutuskan pergi. Cukuplah Anson yang menjadi ayahnya, memberikan apapun yang putrinya inginkan.
Tadi malam saat ia menyaksikan Kimberly berinteraksi dengan Alice. Anson melihat sesuatu yang tak pernah ia saksikan selama ini. Kehangatan yang naluriah.
Meskipun sekejap, Alice mampu membawakan kehangatan alami kepada putrinya. Ekspresinya tampak tulus penuh keibuan. Interaksi mereka terkesan natural. Alice bahkan mampu membuat Kimberly berbinar penuh harap.
Anson merasa sangat marah saat itu. Wanita seperti Alice tidak akan pernah permanen dalam hidupnya. Tidak seharusnya Alice mempermainkan anak sekecil Kimberly dengan harapan kosong. Kimberly tidak berhak merasakan terluka saat Alice nanti pergi.
"Ehm" Alice bergerak menyamping, mengubah posisi tidurnya.
Anson turun dari ranjang secara perlahan dan meninggalkan Alice seorang diri. Dia benar-benar butuh waktu untuk menyendiri.
...
Alice terbangun saat hari telah mulai siang. Sinar matahari menorobos melalui setiap kisi-kisi jendela kamar. Ia menatap ranjang disampingnya yang telah kosong. Alice segera turun dan mandi dengan kilat.
Meskipun ini akhir pekan, Alice tak bisa berlama-lama berada disini. Dia tak akan pernah bisa membawa diri dengan luwes jika harus berhadapan dengan Anson selain malam hari. Apa yang harus ia lakukan? percakapan basa-basi? Anson jelas bukan lelaki yang seperti itu. Justru Alice semakin diperolok olehnya.
Lima belas menit kemudian Alice turun ke lantai bawah dengan langkah tergesa. Alice sedikit terkejut menemukan Anson dan putrinya berada di ruang makan yang akan ia lalui. Tampak Susan sedang membagi-bagikan sarapan di atas piring mereka.
Alice tersenyum canggung pada Susan dan bermaksud melewati mereka menuju pintu keluar. Namun Kimberly memanggilnya.
"Alice. Maukah kau sarapan dengan kami?" pintanya penuh harap.
Alice menatap Kimberly tak berdaya. Wajah anak itu terlalu semangat, membuat Alice semakin merasa bersalah saat menolaknya.
"Lain kali saja. Aku sedang memiliki urusan lain," kata Alice tersenyum meminta maaf. Padahal ia sadar perutnya tidak mendapat asupan sejak kemarin.
"Apakah nanti kau akan datang kesini lagi? Bisakah kita bermain puzzle atau semacamnya?"
"Maafkan aku Kimberly. Sepertinya nanti sibuk," tolak Alice meninggalkan mereka. Baiklah. Dia seperti penjahat sekarang. Menolak anak sekecil itu tanpa sedikitpun belas kasihan. Tapi mau bagaimana lagi? bukankah itu yang diinginkan Anson?
"Bermainlah dengan Dad, Kimi." Hibur Anson menatap tajam Alice. Seolah ia berkata pergilah kau sekarang.
Alice tersenyum getir, meninggalkan mereka.
...
Senin ini aktifitas Alice terlalu padat. Dia disibukkan mengurus banyak hal. Satu-satunya perusahaan yang dimilikinya masih belum stabil dan membutuhkan penanganan ekstra, meskipun beberapa tanggungan hutang kepada kreditur telah berhasil ia selesaikan. Berkat uang Anson tentu saja.
Perusahaan yang Alice miliki adalah perusahaan perorangan yang bergerak sebagai developer property, khususnya rumah hunian kalangan menengah. Meskipun perusahaanya bukanlah perusahaan raksasa yang mampu merajai perekonomian utama kota ini, namun perusahaanya cukup stabil sehingga mampu memberikan kenyamanan hidup bagi keluarganya. Setidaknya sebelum Alex datang dan menghancurkan semuanya.
Sore ini seharusnya ia memiliki janji temu dengan salah satu pemilik lahan tanah yang menjadi incaranya akhir-akhir ini. Lahan tersebut memiliki luas 3000 meter2 dan terletak di sisi jalan utama perkotaan. Sebuah prospek yang bagus jika bisa dikembangkan menjadi kompleks hunian. Semoga saja pemiliknya tidak meminta harga yang tinggi.
Alice menoleh terkejut saat orang yang ia tunggu memasuki ruang kantornya bersama Daniel, mantan kekasihnya dulu saat mereka masih di perguruan tinggi.
"Mr. James, silakan duduk. Daniel, apa kabarmu?" sapa Alice menarik dua buah kursi mempersilakan mereka.
"Baik. James adalah saudara iparku. Kudengar kalian memiliki janji temu. Jadi aku berinisiatif untuk menemaninya," jelas Daniel memamerkan senyuman. Ekspresinya masih saja sehangat dulu.
"Oh. Kebetulan yang sangat menguntungkan, kurasa." Alice ikut tersenyum. Dia tak menyangka Daniel memiliki hubungan dekat dengan calon partner bisnisnya. Semoga saja keberadaan Daniel mampu membuat James menyepakati tawaranya.
Setelah mereka berbicara selama satu jam, mereka berhasil menyepakati perjanjian pembelian, dengan beberapa syarat yang diatur. Tak berapa lama James mendapat telephon dari istrinya yang merupakan kakak Daniel, dan berpamitan kepada Alice. Sepertinya ia memiliki urusan yang mendadak. Sementara Daniel memilih untuk menemaninya.
"Kudengar suamimu meninggal. Aku ikut berduka," kata Daniel membuka pembicaraan secara pribadi.
Alice tertawa datar, tak merasa sedih sama sekali.
"Jangan sia-siakan simpatimu untuk orang sebobrok Alex. Kita sama-sama tahu sebrengsek apa dia dibelakangku." Alice berkata jujur, berhasil membuat Daniel tertawa.
"Kudengar dia mewariskan selusin masalah bersama kematianya." Daniel mulai serius. Tatapanya menyelidik.
"Ya. Tapi jangan khawatir, aku bisa mengatasinya." Dengan cara yang kau tak pantas mendengarnya, batin Alice penuh sesal.
"Kau yakin? Aku bisa menjadi temanmu jika kau membutuhkan," tawarnya tulus.
Alice tersenyum. Hubungan mereka telah berakhir lama. Tidak semestinya ia memberikan sinyal harapan apapun pada lelaki sebaik Daniel. Demi kestabilan finansial, Alice telah menjadi wanita yang tak pantas untuk Daniel kenal.
"Aku benar-benar serius Alice. Jika kau membutuhkan dana, aku bisa sedikit membantumu" Daniel menawarkan diri suka rela. Tidak ada motif apapun dari tawaranya. Hanya ada ketulusan yang nyata.
Bagaimana bisa Alice menyia-nyiakan lelaki seluar biasa ini sebelumnya. Sekarang keadaan mereka tak lagi sama. Sulit bagi Alice menerima kebaikan Daniel.
"Tidak perlu Daniel. Aku bisa mengatasinya sendiri." tolak Alice.
Alice menatap kagum pada Daniel. Lelaki yang dulu mendefinisikan diri sebagai hacker, kini berkembang menjadi pemilik perusahaan perangkat lunak. Usaha yang dirintisnya mampu menembus pasar dengan nilai jual tinggi.
"Baiklah kalau kau berkeras. Alice apakah kau memiliki waktu kosong Selasa malam? ada pesta amal di di salah satu kolegaku. Kau bersedia menjadi partnerku?"
Itu adalah sebuah langkah terang-terangan bagi Daniel untuk mendekatinya kembali.
"Kufikir aku tak bisa, Daniel. Maaf." Alice menolak lembut. Sebenarnya selama dua malam ini jadwal Alice kosong. Kemarin Mr. William mengatakan pada Alice ia tak perlu mengunjungi kediaman Anson selama dua hari ini karena Anson sedang meninjau bisnisnya di Hongkong.
"Baiklah. Kalau begitu beri aku nomor ponselmu. Mungkin aku bisa kembali membujukmu besok." Daniel tak kenal menyerah.
Alice tertawa, merasa lucu. Dia memberikan kartu nama yang berisi kontak pribadinya. Baiklah. Ini hanya pertemanan. Tak ada salahnya.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 208 Episodes
Comments
Mutiaa AnanTasya II
cerita nya terlallu bagus..ini aku baca ulang lg thor
2020-10-06
0
Langkis Langkis
kisah hidup alice yg menyesakan 😭😭
2020-08-25
0
Nonoe Mooduto
sweet theer.
2020-07-28
0