Ketulusanku dianggap sebuah kebohongan dan kebohonganku dianggap suatu kejujuran.~~ Shelina Aston.
_______________________________________
Aku sudah mengepak beberapa baju dan keperluanku. Hanya dua koper besar. Sisanya akan diurus oleh Andrew. Apartemen ini memberikan kenangan manis untukku walaupun aku baru tinggal disini selama enam bulan. Tapi aku pasti akan merindukan suasana tempat ini. Tempat paling nyaman dimana aku selalu tenang dalam kesendirian dan kesunyian.
Aku melangkah meninggalkan kamarku. Beberapa hari yang lalu Andrew memintaku untuk segera pindah ke rumahnya. Awalnya aku menentang keras ide itu namun dia dengan pintar memberikan alasan yang tak bisa aku bantah. Andrew juga berjanji kami tidak sekamar hingga pernikahan terlaksana. Aku bernafas lega dengan fakta itu, walaupun aku tak keberatan untuk tidur sekamar dengannya.
Tapi dia adalah pria sopan yang memperlakukan wanita dengan sangat baik dan terhormat. Hal itulah yang aku sukai darinya dan tak pernah kutemui dari pria manapun. Karena pria lain akan selalu menarikku ke atas ranjang dan mengajakku bercinta.
Kakiku terhenti teringat akan sosok itu. Marcus. Aku akan tinggal di mansion Andrew, itu berarti aku akan selalu bertemu dengannya. Apa yang harus aku lakukan jika bertemu dengan Marcus? Acara makan malam kemarin sudah menegaskan ketidaksetujuannya akan hubunganku dengan Andrew.
Aku bernafas berat dan menghela perlahan. Ini pasti sangat sulit. Namun aku harus kuat demi Andrew yang selalu mendukung dan menemaniku selama ini. Aku berjalan penuh tekad untuk datang ke Mansion keluarga Cho.
˙°♡♡♡°˙
Kini aku berada di depan pintu besar mansion keluarga Cho. Supir Han masih menurunkan koperku. Degupan jantungku berdetak tak karuan. Keringat mulai muncul di pelipis. Panik dan khawatir memburuku.
Apa aku siap untuk semua ini? Bertemu kembali dengan cinta pertamaku dengan status calon ibu tirinya. Apa lebih baik aku kembali saja dan mengurungkan niat untuk tinggal disini?
Hatiku meragu, aku memang mau menikah dengan Andrew tapi bertemu dan serumah dengan Marcus tak pernah terlintas dalam benakku. Ditambah dengan sikap Marcus kemarin yang sangat memusuhiku, lebih baik aku tetap tinggal di apartemen. Kakiku mundur selangkah dan aku berbalik ketika pintu di hadapanku tiba-tiba terbuka.
"Shelina." Suara yang sangat aku kenali memanggil namaku. Aku mengurungkan niat dan kembali berbalik untuk menghadap ke arahnya. Andrew berdiri di hadapanku. Dia mengenakan jeans dan kaos polos hitam yang melekat di tubuhnya. Dia tidak seperti pria tua berumur 48 tahun tapi lebih seperti pria dewasa berumur 35 tahun. Dengan tubuh atletis yang selalu dia jaga. Otot bisepnua bahkan terlihat sangat jelas dan kencang. Membuat jemari wanita manapun gatal ingin menyentuhnya.
Aku tersenyum kikuk ke arahnya, khawatir dia menyadari tingkahku yang ingin pergi tadi.
"Ayo masuk." Dia membuka lebar pintu, mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam.
Aku tak punya pilihan untuk membatalkan semua ini. Perlahan aku masuk mengikuti langkah Andrew dengan sesekali menengok ke kanan dan ke kiri. Ini rumah yang sangat besar. Dengan dekorasi mewah dan lukisan indah di setiap sudut dinding. Sebuah foto besar menarik pergatianku. Foto keluarga Cho.
"Apa dia Hanna Elezabeth, almarhum istrimu?" Ini pertama kalinya aku melihat foto Hanna. Dia sangat cantik dengan senyuman lebar dan kebahagian yang terpancar dari matanya. Wanita yang dicintai Andrew dan Marcus.
"Ya, dia istriku."
"Wanita yang sangat cantik."
"Kau pasti tak nyaman dengan foto keluarga itu? Aku minta maaf karena belum bisa menurunkannya saat ini. Tapi aku berjanji ketika kita resmi menikah. Aku akan menganti foto keluarga itu dengan foto keluarga yang baru. Dengan kau sebagai istriku." Aku menoleh cepat ke arah Andrew. Apa yang dia katakan? Bagaimana mungkin aku tak nyaman? Aku bahkan seperti wanita jahat yang mencoba merebut posisi Hanna di rumah besar ini.
"Tidak, kau tak perlu melakukan itu. Aku tau betapa kau mencintai Hanna. Aku tak keberatan jika foto itu terus terpajang, bahkan ketika kita sudah menikah nanti."
"Kau yakin?"
"Kau meragukan kata-kataku." Sebelah alisku naik tak suka dengan perkataan Andrew.
"Ini yang kusuka darimu, Shelina. Kau sangat mengerti diriku." Aku tersenyum lebar saat Andrew menarikku ke dalam pelukannya.
"Bisakah kalian hentikan acara memuakkan itu? Kalian belum menikah dan ayah, apa kau lupa dengan meeting penting dengan Direktur Smith?" Sebuah suara dingin dengan tatapan tajam menusuk punggungku. Dengan cepat aku dan Andrew melepaskan pelukan kami. Marcus berdiri dengan bersedekap tangan di dada sambil menyandar di lemari. Sangat angkuh dan arogan.
"Ah iya, aku hampir lupa. Aku harus kembali ke kantor. Ada meeting penting. Kau bisa membereskan barangmu dan beristirahatlah. Marcus , tolong antar Shelina ke kamarnya."
"Tidak," ketus Marcus.
"Bisakah kau bersikap baik pada Shelina, dia calon ibu tirimu."
"Tidak, sejak semalam aku sudah mengatakannya padamu, ayah. Aku menentang keras hubungan kalian dan aku tak mau jalang ini tinggal di mansion ini."
"Marcus Cho! Siapa yang kau panggil dengan jalang? HAH?!"
"Siapa lagi kalau bukan wanita yang berdiri di sampingmu."
"Kau?!" teriak Andrew.
"Sudah, tenanglah Andrew. Kau harus segera pergi, meeting penting menantimu, ingat?" Aku tak bisa hanya diam menyaksikan pertengkaran mereka.
"Ya. Marcus, aku tak perduli kau setuju atau tidak, Shelina akan tetap tinggal di sini. Jika kau masih tak suka, kau bisa tinggal di apartemenmu."
"Dan membiarkan kalian berbuat mesum di mansion keluargaku."
"Marcus Cho!!" Suara Andrew begitu keras menggelegar. Siapapun pasti takut mendengarnya, bahkan aku yang berdiri di sampingnya ikut takut. Dia bukan lagi sosok Andrew yang lembut dan penyayang. Ini pertama kalinya dia semarah ini.
"Andrew , sudahlah. Lebih baik kau pergi, aku tak ingin kau bertengar dengannya."
"Baiklah, aku pergi. Jika terjadi sesuatu segera hubungi aku, mengerti?"
"Ya, tentu saja."
"Nanti aku pulang sore dan kita akan makan malam bersama." Andrew mengecup keningku singkat sebelum pergi. Aku terus menatap punggung Andrew hingga menghilang di balik pintu.
"Menjijikkan! Pelacur rendahan!" Tombak panjang langsung menusuk tepat di jantungku. Perkataan Marcus sukses melukaiku. Aku berbalik dan langsung menerima tatapan tajam mengintimidasi yang sangat merendahkanku.
"Marc," tanpa sadar aku memanggil Marcus dengan nama yang selalu kugunakan untuknya ketika kami masih bersama. Sontak matanya melebar dan mengancamku. Kilat kebencian dan amarah sangat jelas di sana.
"Jangan pernah memanggilku dengan nama itu, jalang. Aku bahkan tak sudi namaku disebut oleh jalang rendahan yang sangat licik sepertimu."
Mengapa dia sangat membenciku? Mengapa dia mengatakan kalimat menusuk seperti itu? Mengapa dia begitu marah padaku? Seharusnya aku yang marah padanya.
"Mengapa kau bersikap seperti ini padaku?"
"Karena aku tahu kebusukanmu. Jalang rendahan yang menjual tubuhnya untuk mendapatkan uang. Tidak puas dengan uang itu, kini kau berencana untuk mengeruk semua kekayaan keluarga Cho dengan menikahi Andrew Cho, ayahku. Wanita yang sangat licik." Aku terkejut bukan main, badanku berdenyit mundur, bola mata hitam itu menyayat hatiku.
Seburuk itukah diriku dimatamu, Marc? Sehina itukah diriku saat ini? Mataku berkaca-kaca. Sangat panas hingga air mata ingin meleleh jatuh menyusuri pipiku.
"Berhenti menatapku seperti itu! Kau pikir aku akan tersentuh dengan tatapan menjijikkan dan penuh kepalsuan darimu."
Aku mengusap sudut mataku. Apa yang aku harapkan? Perlakuan lembut dan penuh kasih? Tidak, Perlakuan seperti ini yang aku dapatkan dengan statusku sebagai pelacur. Dihina dan direndahkan. Tak akan ada yang percaya jika aku tulus menyayangi Andrew, bukan karena kekayaannya.
Sudut bibirku tertarik, sungguh ironis nasibku, kini ketulusanku dianggap sebuah kebohongan dan kebohonganku dianggap suatu kejujuran. Jadi, untuk apa aku bersikeras menyangkal semua ini, jika itu semua percuma. Aku tertawa rendah membuat Marcus mengernyitkan keningnya.
"Astaga, apa niatku begitu jelas?" Aku tak ingin diriku semakin direndahkan. Sudah berkali-kali aku mengalami hinaan seperti ini. Jadi, biarkan kenyataan yang akan membuktikan semua kebenarannya, nanti.
"Ka—kau?"
"Aku tak perduli dengan kebencianmu terhadapku. Tapi, Jika kau menjadi penghalang pernikahanku dengan Andrew, maka aku tak akan tinggal diam. Apapun yang terjadi pernikahan ini akan terlaksana dengan atau tanpa persetujuanmu." Aku langsung berbalik dan berjalan menuju tangga. Lebih baik aku bertanya dengan pelayan di rumah ini daripada meminta Marcus mengantarkan ke kamarku.
"Berani-beraninya kau!" teriak Marcus. Kakiku terhenti di anak tangga ketiga. Aku teringat satu hal penting yang harus Marcus tau. Aku menengok ke arahnya sedikit dan berkata, "Ah satu hal lagi. Bisakah kau bersikap lebih sopan kepadaku. Kau akan menjadi anak tiriku satu bulan lagi. Kau tidak ingin mendapatkan ibu tiri yang jahat, bukan?"
"Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi, Shelina. TAK AKAN PERNAH!" Aku tak memperdulikan teriakkannya. Saat ini yang harus kulakukan adalah membangun dinding kokoh disekitar hatiku agar Marcus tak bisa lagi menusuknya.
***
Kini aku tengah duduk di atas ranjang sambil mengeluarkan baju-bajuku dari koper. Aku terdiam. Ini gaun merah ibuku. Perlahan tanganku terulur. Gaun merah berbahan satin ini begitu lembut. Gaun ini...
Perlahan tapi pasti pandanganku mulai mengabur dipenuhi air mata. Dan kini sudah mengalir membasahi pipi dan jatuh ke lantai.
Ini adalah gaun terbaik dan terakhir ibu. Gaun indah yang terakhir dia kenakan sebelum kematiannya. Kematiannya? Sontak tubuhku bergetar. Semakin lama semakin dahsyat. Keringat dingin muncul begitu cepat di kening dan tanganku. Kilasan memori masa laluku berputar dengan cepat di otak. Tubuhku semakin berguncang dengan paru-paru yang begitu sesak. Aku lupa bagaimana caranya bernapas. Sesak dan sakit. Ada tangan tak kasat mata yang mencekikku.
˙°♡♡♡°˙
Aku mengusap mataku lelah dan menyandarkan punggung di sandaran kursi. Hampir tiga jam aku mengerjakan tugas kuliah, akhirnya selesai juga. Jam dinding kini sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Sebentar lagi ibu pulang. Senyumku langsung terbit ketika derit pintu rumah berbunyi. Itu pasti ibu. Aku berdiri dan segera menghampirinya.
Ibu berdiri di depan pintu sedang melepaskan sepatunya. Dia sangat cantik malam ini dengan mengenakan gaun merah mahal yang sengaja aku belikan untuk hadiah ulang tahunnya dua hari yang lalu. Gaun yang aku beli dengan bekerja part time terus menerus. Ibu mendongak ke arahku. Senyum keibuannya selalu menenangkanku. Seakan berkata bahwa semua baik-baik saja, walau sebenarnya kami tidak akan pernah baik-baik saja. Tapi aku berpura-pura tidak tahu. Bukan untuk menutup mata tapi karena aku tak ingin dia khawatir. Dengan cepat aku tersenyum lebar dan meraih tasnya.
"Apa ibu sudah makan? Aku akan memanaskan sayur?"
"Ya, aku akan mandi dulu sebelum makan." Ibu berjalan perlahan ke arah kamarnya. Hatiku selalu teriris. Ibu adalah wanita paling kuat dan tegar yang pernah kutahu. Dia mencari uang untuk makan dan biaya sekolahku. Dia tak pernah sedikitpun mengeluh dengan keadaan ini, tentang dia yang mencari nafkah keluarga. Bahkan dia tak pernah menghiraukan luka, sakit dan hinaan yang ia terima.
Setiap sore hingga malam dia bekerja sebagai wanita penghibur di club. Aku tak pernah malu mengakuinya sebagai ibuku. Walau dia bekerja sebagai wanita penghibur tapi dia tak pernah sedikitpun menyakitiku. Dia melakukan apapun hanya untuk menghidupi dan menyekolahkanku, tak perduli jika dia mendapatkan hinaan, cacian ataupun pelecehan, dia tetap tersenyum ke arahku. Aku ingin cepat lulus kuliah dan segera bekerja. Mendapat gaji yang besar dan meminta ibu untuk berhenti bekerja. Aku tak ingin dia terus seperti ini.
Aku berbalik dan mengusap pelan sudut mataku. Aku harus memanaskan makanan untuk ibu.
Suara pintu yang dibanting mengejutkanku. Selalu saja seperti ini. Apa pria itu tak bisa pulang dalam keadaan lebih baik dan tidak membanting pintu sembarangan?
"Dina! Dimana kau?!" Suara teriakkan pria itu memanggil ibu. Aku mulai panik. Pasti hal yang tidak aku inginkan akan terjadi saat ini. Dengan cepat kumatikan kompor dan segera pergi ke ruang tengah.
Benar dugaanku. Aku terdiam dengan tubuh yang tegang. Pria itu sedang menghitung uang yang diberikan ibu padanya.
"Apa hanya ini yang bisa kau dapatkan?!" teriak pria itu marah. Sepertinya ibu mendapat uang sedikit malam ini. Ibu hanya terdiam tanpa suara dan tanpa pembelaan. Dan hal itu membuat amarah pria itu meningkat. Tanganya dengan cepat menampar wajah ibu.
"Aku bertanya padamu, apa hanya ini yang kau dapatkan?"
"Maaf, malam ini hanya sedikit yang datang ke club."
"Berhenti omong kosong. Club itu tak pernah sepi. Dasar jalang." Pria itu dengan cepat memukul ibu hingga tersungkur di lantai. Belum puas dengan itu dia juga menendang perut ibu.
Aku tak tahan lagi. Pria tak berguna itu selalu saja seperti ini. Pulang dalam keadaan mabuk dan selalu meminta uang dari ibu untuknya bermain judi. Pria bernama Jonathan Aston yang tak layak aku panggil sebagai ayah.
Aku berlari dengan cepat menuju ibu, menghadang Jonathan yang hendak memukulinya.
"Berhenti memukuli ibuku!!" seruku marah ke arah Jonathan. Wajahnya semakin menggelap dan amarah membara di matanya.
"Menyingkir kau!" Jonathan mendorong pundakku hingga aku tersungkur. Dia mendekati ibu. Tangannya terangkat ke atas, siap memukuli ibuku lagi.
Tidak! Aku tak akan membiarkannya menyakiti ibuku lagi. Aku bergerak cepat dan melindungi tubuh ibu, menjadikan punggungku sebagai prisai dan menerima pukulan Jonathan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Rokiyah Yulianti
next next
2020-12-04
1
Maria Ulpah
Ini seperti kisah nyata dari nama yang disamarkan. Ceritanya detail sekali bahkan tanggal, bulan dan tahunnya sangat menegaskan bahwasanya kisah ini berasal dari curahan hati seorang perempuan.
Kita tidak bisa menyalahkan orang lain dengan jalan hidup diambilnya, kalian tidak akan pernah mengerti bagaimana cara orang lain menjalani hidup. Ada yang terlahir dengan sendok emas, ada yang terlahir dengan kehidupan seadanya tapi cukup untuk sesuap nasi, dan terakhir ada yang terlahir dengan kerasanya kehidupan bahkan untuk mendapatkan makan saja susah.
2020-07-09
12
Nona Gladdys
"PERNIKAHAN LUAR BIASA" Recomend Say
2020-06-18
0