Orang sabar adalah mereka yang mampu bertahan dalam proses dan mampu melawan sifat alami ketidaksabaran yang ada dalam diri mereka. Mereka juga mampu menahan "sengsara" dari proses.
__________
Mentari nampak malu menampakkan sinarnya, genangan embun murindu sinar mentari agar segera mengeringkannya. Pagi ini Keila bisa sarapan bersama abi, umi, dan Dhira sekaligus. Biasanya abilah yang jarang sarapan bersama. Hari ini begitu menyenangkan bagi Keila.
"Keila, Abi mau bicara sebentar, Nak," panggil Abi saat Keila dan Dhira berjalan bersamaan menuruni satu persatu anak tangga.
Keila tersenyum ke arah Abinya, sebelum melangkah maju dia melirik Dhira di sampingnya seraya tersenyum walaupun senyumannya itu tidak mendapat balasan.
"Kenapa, Bi?" tanya Keila saat ia sudah duduk di samping Abinya.
"Nanti sekolah Abi antar," ucap Abi sambil mengambil bulu mata Keila yang terputus di area wajah.
Keila tersenyum, sekilas ia melirik ke arah Dhira, dia terlihat kesal, nampak dari raut wajahnya yang memasam dan pergi berlalu begitu saja ke ruang makan.
"Tapi Kak Dhira, Bi?"
"Abi lagi mau anter kamu masak enggak mau, Abi kangen tau sama kamu," ucapnya sambil menyenderkan tubuh di sofa.
Keila tersenyum serba salah. "Yaudah, nanti Kei Abi yang antar."
Abi tersenyum. "Gitu dong," ucapnya seraya menjawil hidung mungil Keila. "Yaudah kita ke ruang makan yuk, pasti umi udah masakin sarapan enak nih."
Abi merangkul Keila sampai ke ruang makan.
"Dari wanginya enak nih," ucap Abi menggoda Umi yang sedang sibuk menata piring-piring di meja makan.
"Iya dong, Bi, kan Umi masaknya pake hati," balas Umi sambil menuangkan gelas yang berada di depan Abi dengan air putih.
"Oh Umi masak hati," ucap Abi polos.
Umi hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum simpul di balik niqob.
"Lho kok Kei duduk di pojok, kan Kei biasanya duduk di bangku biru, kesukaan, Kei?" ucap Abi sambil memicingkan matanya ke arah Dhira yang sedang memindahkan satu centong nasi ke atas piring.
Wajah Dhira sudah merah padam, dia sangat benci jika Abi di rumah, Abi tidak pernah menganggap Dhira sebagai anaknya, bahkan dia pun tidak pernah menganggap Dhira ada.
"Enggak apa-apa, Bi, Kak Dhira juga sepertinya suka warna biru."
"Tapi 'kan Abi belikan bangku itu khusus untuk kamu, Sayang."
Umi bingung ingin berkata apa, jika ia membela Dhira, Abi pasti akan marah, Abi itu sangat menyayangi Keila. Jika Umi membela Keila, Dhira pasti merasa terpojoki, jadi Umi lebih memilih diam. Hanya diam pilihan terakhir.
"Udah enggak papa, Dek, biar Kakak pindah ke sana," ucap Dhira dengan nada lembut.
"Beneran, Kak?" ucap Keila memastikan, ia tidak mau sampai Dhira marah kepadanya hanya karena bangku.
Dhira hanya tersenyum dan mengangguk walau di dalam hatinya saat ini sedang ada api yang berkobar membakar hatinya.
Selesai menghabiskan sarapan pagi Keila dan Dhira bersiap untuk berangkat ke sekolah.
***
Keila dan Dhira sedang memakai sepatunya, sementara abi dan umi setia menunggu mereka di ambang pintu.
Keila bangkit lebih dulu. "Umi, Kei berangkat ya," ucap Keila sambil mencium punggung tangan Uminya. Abi langsung bersiap, dia akan mengantarkan Keila ke sekolah.
"Lho, Abi rapih sekali, mau kemana?" tanya Umi.
"Mau anter puteri Abi," jawab Abi sambil menampakkan deretan giginya.
"Dhira pamit ya, Mi, Bi," potong Dhira dan langsung menyalimi tangan Umi dan Abi.
Namun saat Dhira hendak menyalimi tangan Abi, Abi malah menangkupkan tangannya di dada seraya menampakkan senyuman.
"Maaf, Dhira, Abi sedang menjaga wudu, kamu tidak sedarah dengan Abi, jadi nanti batal wudunya," lembut Abi sambil tersenyum.
"Bi ...," ucap Umi sambil menyenggol lengan Abi.
"Enggak papa, Umi, Dhira berangkat ya, Assalamu'alaikum," ucap Dhira lalu pergi meninggalkan pekarangan rumah.
Dhira berangkat ke sekolah menggunakan bus sekolah yang sering lewat di halte dekat rumah.
"Yaudah, Mi, Kei sama Abi berangkat, ya. Assalamu'alaikum," ucap Keila memotong keheningan yang sempat tercipta.
"Waalaikumussalam warrahmatullah."
***
"Di sekolah Kei berteman sama siapa aja?" tanya Abi saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Kei punya dua sahabat dekat, Bi, kalau teman Kei punya banyak," jawab Keila jujur. Makna sahabat dan teman yang Keila ucapkan maksudnya, kalau sahabat itu lebih dekat dan terbuka, kalau teman hanya sekedar saling mengenal, melempar senyum, dan bertegur sapa saja.
"Sahabatmu siapa aja namanya?"
"Si Seira sama Gita, Bi, yang pernah ke rumah itu lho."
Abi menganggukkan kepalanya. "Berarti akhwat semua, ya?"
"Kan Abi yang ajari aku jangan terlalu berlebihan bergaul dengan ikhwan yang bukan mahram kita, jadi aku jauh lebih banyak teman perempuan daripada laki-laki."
Abi tersenyum simpul. "Saleha."
Abi mengantarkan Keila sampai depan halte sekolah, gerbang sangat ramai tukang jajanan dan siswa-siswi yang sedang beralalu lalang, jadi mana mungkin Abi mengantar sampai gerbang, nanti yang ada Abi terjebak di sana tidak bisa memarkirkan mobil.
Keila menarik simpulnya saat matanya menangkap seorang perempuan dengan jilbab syar'inya menatap Keila dengan tatapan sebal.
"Hei tembem, Assalamu'aikum."
Perempuan yang Keila panggil tembem mengerucutkan bibirnya setelah membalas salam Keila. "Kamu kemarin minta aku tungguin di gerbang pagi-pagi karena takut digangguin cowok-cowok di lorong, tapi kamu datengnya lama banget, muterin samudra dulu ya, Kei?"
Keila tertawa pelan. "Ngawur, masak iya aku muterin samudra."
"Lagian lama banget."
"Maaf deh, tadi itu macet parah tau."
Perempuan yang Keila panggil tembem itu namanya Seira Nur Alifiyah, sahabat Keila sejak kelas tujuh MTs.
"Udah dong jangan manyun, nanti kalo pipinya copot gimana?" Padahal Keila asal bicara Seira malah tertawa.
"Enggak kebayang kalau pipi aku copot, kayak gimana ya muka aku kalo tirus."
Tawa Seira terhenti saat lambaian tangan dari arah belakang Keila ia tangkap di indera penglihatannya.
"Assalamu'alaikum, Ukhti?"
Keila langsung membalikkan badan. "Eh Bunda Gita," ucap Keila dan Seira berbarengan.
"Kalian tuh ya kebiasaan deh panggil aku bunda terus, aku 'kan masih muda tau, masih imut-imut masak dipanggil Bunda."
"Uluh ... ayo kita ke kelas sebentar lagi bel masuk berkumandang, eh berbunyi," ucap Seira mulai berlelucon.
"Uh tembem, ada-ada aja deh," kekeh Gita.
Tak lama setelah mereka memasuki kelasnya, bel pertanda masuk pun berbunyi. Pas sekali.
Keila duduk sebangku dengan Gita dan Seira duduk sebangku dengan Fatimah, walaupun satu bangku Seira masih kurang dekat dengan Fatimah, Fatimah sulit untuk didekati, dia hanya bergaul dengan sekawanan yang sama sepertinya, yang memakai pakaian tidak sesyar'i Keila dan sahabatnya.
"Sei, kamu bawa pulpen dua enggak? Tempat pensil aku ketinggalan di meja belajar lagi," ucap Gita sambil menggaruk telungkuknya dengan wajah memelas.
"Duh kamu ini, Git, nih aku bawa tapi kalau tiba-tiba macet maklum ya soalnya itu pulpen sepuh," kekeh Seira.
Gita nyengir kuda. "Dasar, yaudah enggak apa-apa, terima kasih, ya."
Tak lama kemudian guru yang mengajar di kelas mereka datang dan melanjutkan pelajaran dengan aktif dan tenang.
Keila belajar di kelas IX A, yang dikenal dengan kelas unggulan. Keila ahli di pelajaran Matematika dan bahasa-bahasa seperti Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
Setiap ada perlombaan Keila pun sering sekali menang mendapatkan piala, medali, dan lain sebagainya. Semua itu tidak membuat Keila ujub sedikit pun, dia senantiasa rendah hati dan mengamal 'kan Ilmu Padi yang semakin meninggi akan semakin menunduk.
"Baiklah anak-anak, kita selesaikan pelajaran kita di pagi hari ini dengan mengucapkan lafaz hamdalah, Alhamdulillah hirabbil 'alamin."
Tak lama berselang kepergian guru tadi, bel istirahat pun berbunyi, seluruh siswa-siswi bergegas melakukan kegiatannya, ada yang memilih ke kantin untuk makan, ada yang memilih ke perpustakaan untuk membaca, ada yang memilih ke musala untuk mengerjakan salat Dhuha, dan ada pula yang memilih menetap di kelas untuk sekedar mengobrol atau yang sedang melaksanakam puasa sunnah.
Keila dan sekawanannya memilih untuk ke musala dahulu untuk mengerjakan salat Dhuha setelah itu mereka ke kantin untuk mengisi perut mereka.
"Ayo kita ke kantin," ajak Gita ketika mereka sudah menyelesaikan salat Dhuha di musala sekolah.
"Ayo, aku udah enggak sabar nih mau mamam." Seira langsung memelas menampakkan bahwa ia ingin segera makan.
"Gimana pipi enggak mau gede coba," ucap Gita yang berhasil membuat tawa di antara mereka bertiga.
Mereka pun menuju ke kantin dan langsung memesan makanan kesukaan mereka masing-masing. Lalu melahapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
𝕂𝕒𝕪𝕝𝕒🅠🅡🅕PUCUK🌱SQUAD🐛
emmm, ada apakah dgn abi😌😌
komenan rata2 pada mojokin dhira ya🤭🤣🤣, eh aku lbh ke abi nya loh😅😅
2020-10-09
0
Yoka Kiara
Dhira maksudnya apa kalo saya boleh tau? Butuh ruqyah gratis? Saya buka jasa nih. 😶
2020-09-03
0
pio
dhiranya minta dikirimin Semar mesem
2020-08-21
1