Author POV
Azka hanya melakukan
panggilan singkat dan kembali
memasukkan ponsel kedalam saku
celananya.
Yang kemudian dilakukannya adalah
kembali melihat kearah gadis itu.
Yuna masih terduduk ditengah anak
tangga dan menangis. bahkan setelah tiga puluh menit berlalu, Ia masih terus bertahan disana.
Udara diluar yang terasa semakin
dingin, mungkin yang kemudian
membuatnya dengan perlahan berdiri dan selanjutnya menaiki anak tangga yang berada diatasnya.
Setelah melihat Yuna membuka
sebuah pintu dan kemudian masuk
kedalamnya, Azka berjalan menuju
mobilnya dan kembali melakukan
panggilan setelah berada didalamnya.
***
Azka bahkan tak bisa memejamkan
matanya semalaman.
Pikirannya berkecamuk dengan apa
yang membuat Yuri mengalami depresi?
Dan dimana keberadaannya saat ini?
Ditambah lagi dengan apa yang tak
sengaja didengarnya.
Rencana Doni dan gadis itu untuk
menghancurkan dirinya, dengan
mengatas namakan Yuri justru terasa
konyol untuknya.
Karna jelas Ia tak merasa menjadi
penyebab apa yang saat ini menimpa
Yuri.
“Azka.. Kau masih belum bangun?
Bangun..!!”
Azka mengerang ketika mendengar
sang Mama berada diluar, mengetuk
pintu kamarnya.
“Aku bahkan tidak tidur Ma..”
gumamnya sambil mengajak rambutnya.
“bangun, Azka.. Kau tidak mendengar
Mama?”
“Aku mendengarnya ma.. Aku
akan bersiap”
Tak terdengar lagi suara sang mama
Ketika Azka beranjak masuk kedalam
kamar mandi.
Hanya lima belas menit setelahnya, Ia sudah berada dimeja makan bersama dengan kedua orang tuanya.
“Apa yang akan kau kerjakan hari ini”
Tanya Pak Rian Sang Papa mengawali
pembicaraan..
“hanya sebuah rapat dan seharian
mungkin aku hanya akan berada
dikantor..”
“Kau punya waktu untuk makan siang diluar bersama mama?”
Bu Dania sang mama mulai menyela membuatAzka sedikit menyeringai
mendengarnya.
Jelas berdasarkan pengalamannya, Ia
mencurigai sang mama memiliki
maksud dibaliknya.
“Kurasa aku akan memiliki sepuluh
menit untuk makan siang dikantor.
Jadi jangan menggangguku, mama”
“itu terdengar berlebihan anak ku..”
Azka mengangkat kedua bahunya dan kembali mencoba menikmati sarapan paginya.
“Oh, Bibi..”
Melihat salah seorang pelayan
rumahnya yang melintas disekitar
ruang makan membuat Azka lantas
berdiri dan mendorong kursi
dibelakangnya untuk kemudian
menghampiri sang ahjumma yang
tersenyum kearahnya.
“Ada apa nak?”
Bibi Lia yang adalah salah
seorang pelayan rumahnya dan juga
Ibu dari Doni, memang selalu bersikap lembut padanya.
“tidak, aku hanya ingin bertanya..”
“Apa yang ingin Kau tanyakan?”
“em, jam berapa Doni pulang
semalam?”
“Oh, Doni.. Dia pulang setelah
tengah malam. Apa sesuatu terjadi
dikantor?”
“tidak.. Kurasa dia bekerja terlalu
keras..”
“Ya, aku juga melihatnya nampak
lelah tadi..”
Azka mengangguk mengerti dan
membiarkan sang Bibi berlalu
dari hadapannya.
***
Yuna tak bisa menutupi wajahnya
yang terlihat kacau hanya dengan
sapuan bedak yang dipakainya.
Masih terlihat jelas saat itu, bola
matanya memerah dengan lingkaran
hitam disekitar matanya, akibat terus
menangis dan juga tidak tertidur
semalam. Ia terguncang dengan ketiadaan Yuri kakak nya.
“yuna.. Apa yang terjadi denganmu?”
Husna menyadari ketidak-beres-an
pada diri Yuna..
“astaga..lihatlah dirimu?”
“aku tidak apa-apa Husna, jangan
berlebihan..”
Husna tak menghiraukan apa yang
Yuna katakan, Ia justru mendekatinya dan menempatkan punggung tangannya pada kening Yoona untuk memastikan keadaannya.
“Kau demam, Yuna.. Ayo ikut aku
keruang kesehatan, kau bisa
mendapatkan obat disana..”
Husna sudah meraih tangannya
ketika kemudian sebuah intruksi
mengarahkan mereka untuk
menyambut kedatangan Azka, sang
pemimpin perusahaan.
“ini darurat.. Kita tak harus ikut
berjejer disana”
Husna memaksa agar Yuna tetap
mengikutinya, namun Ia justru
menolaknya.
“Tidak Husna.. Aku masih bisa
melakukannya. Aku sudah cukup
banyak membuat masalah didepan
Presdir. Aku sedang berusaha
untuk tidak mengulanginya lagi.
Ayo..”
Yuna berkeras dan justru berbalik
menarik Husna agar mengikutinya,
bersama dengan yang lain berjejer
disekitar pintu masuk sampai
kedalam lobi.
Yuna menundukkan wajahnya,
menahan rasa pusing dikepalanya dan pandangan berkunang yang kemudian juga dirasakannya.
Ia sempat menekan pelipisnya, namun yang terjadi justru pandangan
matanya kian berkunang dan perlahan menggelap.
Pandangannya benar-benar mengabur eiringg dengan kakinya yang terasa kian lemas hingga tak mampu lagi untuk menopang tubuhnya.
Ia terjatuh dan seharusnya merasakan sakit pada tubuhnya yang membentur lantai, namun hal itu tak dirasakannya ketika sebuah tangan merangkulnya dengan erat dan menahan tubuhnya.
“Pak Azka..”
Yuna masih sempat menggumam dan merasakan tubuhnya terayun dalam gendongan seseorang, sebelum akhirnya Ia benar-benar kehilangan kesadarannya.
“Panggil dokter dan siapkan ruang
kesehatan!”
Azka yang membopong tubuhnya dan dengan sedikit berlari membawanya masuk kedalam ruang kesehatan..
***
Yuna POV
Aku terbangun dengan
rasa pusing yang mendentam
dikepalaku. Dan menyadari jika saat
ini aku berada diruangan yang tidak
kukenali, tanpa seorang pun yang
berada disekitarku.
Sedikit mencium bau obat, Aku juga
melihat pada pergelangan tanganku
yang terpasang jarum infus.
Tuhan..
Apa yang terjadi? Mengapa aku begitu lemah dan terbaring disini..
“berapa lama dia akan sadar?”
“mungkin tidak akan lama lagi Pak..”
sayup-sayup kudengar pembicaraan
dari balik tirai yang menutupi ku, yang kemudian membuatku bergerak dari tempat tidur dan berusaha
memposisikan tubuhku untuk duduk.
“baiklah.. Jika dia bangun nanti,
katakan padanya untuk beristirahat
dan aku memberinya cuti sampai dia
sembuh”
“baik Pak..”
“bisakah aku melihatnya untuk
memastikan?”
“silahkan Pak..”
Jika aku tak merasakan lemas
ditubuhku, aku pasti sudah terlonjak
karna terkejut.
Aku mengenali suara itu dan kemudian mengembalikan posisi tubuhku kembali tertidur.
Lega pada saat kudengar suara tirai
yang dibuka, aku sudah kembali
menutup kedua mataku.
Berpura-pura belum tersadar mungkin akan lebih baik untuk kulakukan saat ini..
Aku tak bisa melihat apa yang dia
lakukan, tapi aku bisa merasakan
beberapa saat kemudian dia
menempatkan punggung tangannya
dikeningku, memeriksaku..
“Suhu tubuhnya sudah menurun?”
“saya memberinya obat penurun
demam, begitu dia tersadar dan cairan infus habis, nona ini bisa keluar dari ruangan ini..”
“suruh saja dia pulang setelah itu, dan katakan padanya apa yang kukatakan tadi..”
“baik Pak..”
Aku kembali membuka mata setelah
mendengar tirai yang kembali ditutup. MenghelaMenghela napas perlahan, aku berpikir..
Dia tidak seharusnya bersikap baik
padaku. ApapunApapun yang dilakukannya, tidak akan
mengubah penilaianku padanya.
Bahwa dia hanyalah seorang bajingan yang menyakiti kakak ku.
Dan karna dia juga aku seperti ini.
Aku harus terpisah dengan kak Yuri,
entah sampai kapan.
Aku membencinya karna hal itu.
Tuhan..
Dia benar-benar brengsek!
Menarik selang infus ditanganku, Aku
memaksa diriku untuk berdiri dan
ingin meninggalkan ruangan ini.
“nona, anda sudah sadar..”
Aku melihat seorang pria berjas putih
dan kupaksa senyum dari sudut
bibirku.
“saya sudah merasa lebih baik,
dokter.. terimakasih”
“syukurlah nona.. Selain demam,
Anda juga hampir mengalami
dehidrasi tadi”
Aku tak yakin jika menangis semalam
adalah penyebab aku hampir
mengalami dehidrasi seperti yang
dikatakan seorang dokter didepanku.
Tapi mungkin saja, aku memang
terlalu banyak mengeluarkan cairan
airmataku.
“Anda bisa pulang dan tidak perlu
bekerja hari ini. Pak Azka sudah
memberikan anda cuti sampai anda
sembuh”
Bukan itu yang kuinginkan.
Aku ingin dia mengembalikan kak
Yuri ku!
Sayangnya aku tak bisa meneriakkan
itu..
Mengangguk pada sang dokter, aku
menerima beberapa obat yang
diberikannya sebelum akhirnya keluar dari ruangan itu.
“yuna.. Kau sudah sadar?”
Husna yang pertama kali
menghampiriku dan merangkulku..
“Kau masih terlihat pucat..”
“Aku sudah merasa lebih baik..”
dia mendesah..
“Bahkan disaat sakit pun kau bisa
begitu beruntung Yuna. Tuan muda
itu menggunakan lengan kokohnya
untuk menahan tubuhmu agar tak terjatuh..”
aku mendecak mendengarnya, namun Husna tak lantas menghentikan ucapannya.
“Atau kau sengaja menjatuhkan
tubuhmu didepannya? Tuhan.. Jika
aku tahu Tuan muda bisa bersikap
begitu baik dan gentelmen dengan
menggendong tubuhmu, aku bersedia beratus kali menjatuhkan tubuhku didepannya..”
aku memutar mata mendengar
kekonyolan ucapannya..
Pria itu benar-benar bisa mempesona dimata Husna.
Aku baru saja akan menyahuti
ucapannya ketika kemudian kulihat
dua orang wanita berjalan bersisian
memasuki lobi dan menuju kearah lift khusus.
Seorang wanita paruh baya yang
masih terlihat cantik, dia pasti lebih
dari sekedar cantik diusia mudanya.
Dan seorang lagi adalah wanita muda
yang kukenali, dia wanita yang waktu
itu hampir saja menjadi sumber
masalah untukku setelah aku
membiarkannya masuk keruangan
pria bajingan itu.
“Dia adalah ibu dari Tuan muda..”
Husna menyenggol lenganku dan
aku menoleh kearahnya.
“dan wanita muda itu?”
“entahlah, bukankah dia juga pernah
datang waktu itu?”
Aku mengangguk membenarkan
ucapan Husna.
“mungkin dia teman kencan Tuan
muda, atau justru sudah menjadi calon istri Tuan muda? Oh Tuhan tidak.. Yuna, Kau bisa mencekikku jika itu benar. Aku akan lebih memilih terkapar karna kau mencekikku daripada Aku harus menangisi Tuan muda yang dimiliki olehnya..”
aku menggeleng-gelengkan kepalaku,
benar-benar bingung dengan cara apa aku harus menanggapi Husna.
“Aku akan pulang, Pak Azka sudah
memberi ijin untukku beristirahat..”
Aku baru saja mengatakan hal itu pada Husna saat kemudian kudengar
suara seorang wanita yang berseru..
“Azka.., tunggu..”
“tidak bisa ma..Sekretarisku
sudah menunggu, kami ada pertemuan bisnis diluar..”
Dan dia menarik pergelangan
tanganku..
Oh dear..
Kebingungan dan sekaligus terkejut
dengan cepatnya gerakan tangannya
yang menarikku, Aku kemudian
seakan dipaksa untuk mengikuti
langkah kakinya yang cepat yang
hampir saja membuatku terjatuh.
Sial..
Aku takkan bisa melawannya.
Tubuhku terasa lemas dan Aku masih
bisa merasakan pusing dikepalaku.
Apa sebenarnya yang akan
dilakukannya dengan menarikku ikut bersamanya?
“Pak..”
Aku mencoba menyentak pergelangan tanganku dan membebaskan dari
cengkraman tangannya, tapi percuma.
Itu tak cukup kuat untuk mengusiknya, dia terlalu kuat menarikku.
“Diamlah, aku hanya membutuhkanmu untuk keluar darisini..”
Yang kemudian terjadi dan kurasakan
Adalah dia mendorong tubuhku masuk kedalam mobilnya.
Apa dia memang tak bisa
memperlakukan wanita dengan baik?
Ya..
Aku tak seharusnya mempertanyakan.
Dia memanglah seorang bajingan!
Melirik dari kaca mobilnya, aku
melihat wanita paruh baya itu juga
seorang wanita muda disebelahnya
yang berjalan cepat, mencoba
mendekat dan akhirnya kembali
bersuara..
“Azka.. Astaga! Kau tidak
mendengar mama?”
“Aku sudah telat ma.. Kita bisa
berbicara dirumah!”
“azka..!”
Dia lantas masuk kedalam mobil dan
duduk disebelahku, dikursi kemudi
dan dengan cepat melajukan
mobilnya.
Apa yang bisa kukatakan?
Kepalaku terlalu pusing untuk
memikirkan kata apa yang
sepantasnya bisa kukatakan padanya.
Memutuskan untuk diam menjadi
lebih baik daripada aku mengucapkan makian ke padanya.
“Astaga.. mama mulai keterlaluan.
Dia bisa membuatku tercekik jika
terus seperti itu..”
Melihatnya dari sudut mataku, dia
melonggarkan dasi pada lehernya dan mengejutkanku dengan tiba-tiba
memukul pada roda kemudi dengan
salah satu tangannya.
Apa dia tidak menyadari
keberadaanku?
Apa dia melupakan telah menarik
seorang wanita sakit berwajah pucat
untuk ikut bersamanya?
Aku perlu berdeham dua kali untuk
membuatnya melirik kearahku.
“maafkan aku nona..Kau lihat, Aku
tertekan secara emosional karna
tingkah ibu ku..”
Dia tak seharusnya menceritakan hal
itu padaku. Aku takkan perduli
ataupun bersimpati padanya..
“Anda bisa menurunkan saya disini?”
“Owh.. Kau ingin aku menurunkanmu?”
Aku sudah jelas berbicara bukan..
“Kurasa aku tak bisa melakukan itu.
Bukan gayaku untuk menurunkan
wanita ditengah jalan..”
‘gayamu pasti menurunkan wanita
ditengah ranjangmu..
Bajingan..’
“apa Kau baru saja menggumamkan
sesuatu tentangku, Yuna..?”
Astaga..
Dia mendengarku?
Tidak mungkin..
Aku hanya menyuarakan itu didalam
hatiku.
“euh..”
“bukankah namamu Yuna?”
Aku mengangguk..
“jadi benar kau menggumamkan
sesuatu tadi?”
“tidak pak..”
“benarkah?”
“ya..”
“baiklah.. Aku percaya padamu. Aku
selalu mempercayai apa yang wanita
katakan..”
Apa dia sedang menyeringai padaku?
Sialan..
Beberapa menit berada didalam
mobilnya pasti telah membuat panas
ditubuhku meningkat. Dia benar-benar mengesalkan, brengsek dan bajingan.
to be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Agatha Dewi
bagus ceritanya
2020-07-01
0
Dahrana Ali
lanjut
2019-12-31
1
Davi
lanjut...ceritanya mkin seru...
2019-12-02
2