Azka POV
Dia gadis resepsionis itu, yang
ternyata adalah adik Yuri.
Meski aku bisa melihat gurat
kekerabatan diwajah mereka yang
terlihat mirip, yang memberi arti
keduanya memiliki ikatan keluarga,
tapi bila dilihat dari tatapan matanya
kepadaku, Aku menilai bahwa dia
seakan mempunyai aliran genetik
yang berbeda dengan yang dimiliki
Yuri.
Dari pandangan pertama aku
melihatnya dia selalu memberiku
tatapan berkilat kemarahan yang
tersorot dari kedua matanya, entah
karna apa?
Atau dia memang memberikan tatapan seperti itu pada setiap orang yang dilihatnya sebagai bentuk
perlindungan, proteksi pada dirinya
sendiri.
Tapi hal itu jelas berbeda dengan apa
yang dimiliki Yuri. Dia selalu
memberiku tatapan berbinar dari
kedua matanya, yang baru kuketahui
pada malam itu bahwa semua itu
karna dia mencintaiku.
“Saya tidak apa-apa.. Maafkan saya
Pak, Saya tidak berhati-hati..”
Aku mengerjap ketika gadis itu tiba-
tiba berbicara dan membuyarkan apa
yang ada dikepalaku.
Dia mencoba berdiri namun terhuyung hingga aku harus meraih lengannya untuk mencegahnya agar tak kembali terjatuh.
“Hati-hati nona..”
Ia menggigit bibir bawahnya, meringis tanpa memandang kearahku..
“maaf Pak..”
Yang kurasakan dia agak kasar ketika
menyingkirkan tanganku dari
pergelangan tangannya.
“Obati dulu luka dilututmu sebelum
bekerja. Dan kau terlambat hari ini..”
Aku sedikit mendengar gumaman tak
jelas dari bibir gadis itu yang
bergerak-gerak.
“Akan ada sangsi jika Kau terus
terlambat seperti ini..”
Dia mendongak menatapku.
Masih dengan kilatan dimatanya..
“Saya mengerti.. Maaf..”
Aku meninggalkannya yang sedang
menunduk meminta maaf, untuk
kemudian melangkah masuk kedalam gedung.
Aku melihat Ada Doni disana..
Berdiri dipinggir, diantara karyawan
lainnya. DanDan sudah berapa lama dia berdiri disana?
Apa dia juga mengawasiku dan gadis
itu tadi, Adik Yuri..?
“Selamat pagi Pak..”
Dia menyapaku formal, dan aku
mengangguk untuk menanggapi.
“Siapkan beberapa dokumen yang
kuperlukan. Aku menunggumu
diruanganku..”
“Baik Pak.. Saya akan
menyiapkannya”
sepuluh menit setelah Aku duduk
dikursi meja kerjaku, Doni
mengetuk pintu dan aku
mempersilahkannya masuk.
“Ini yang Kau perlukan..”
Dia meletakkan dua map biru diatas
meja kerjaku.
Aku masih tak memperhatikannya
karna sedang membaca satu file yang
masuk kedalam email perusahaan,
untuk kemudian membalasnya jika itu dirasa perlu.
Sejak tak ada Yuri, praktis aku
mengerjakan semuanya sendirian.
Tak ada yang bisa diandalkan untuk
mengerjakan pekerjaan ku sebaik apa yang Yuri kerjakan.
Mengingat Yuri..
Aku teringat keberadaannya dirumah
sakit jiwa itu. Dan Doni yang menyembunyikan kenyataan itu dariku.
Tapi aku tak akan menanyakan hal itu padanya.
Dia menyembunyikan hal itu dariku,
maka aku yakin dia juga tak
menginginkan aku untuk tahu
kenyataan itu.
Tapi aku butuh alasan mengapa dia
melakukan hal itu.
Maka dari pada menanyakan padanya,
Aku akan lebih suka mencari tahu hal
itu sendiri dengan bantuan seseorang yang telah ahli dalam penyelidikan tentunya.
“Aku akan memeriksanya.. Kau boleh
keluar”
Saat ini aku merasa sedikit muak
melihatnya.
Meski Aku sudah lama mengenalnya.
Meski kami bahkan tumbuh bersama.
Aku tak banyak tahu tentang
pribadinya.
Dia sangat tertutup untuk yang satu
itu.
Kecuali tentang dirinya yang tidak
mempunyai Ayah.
Dan ibu nya, Bibi Rahma yang
bekerja untuk keluargaku. Hingga
kemudian Papa membiayai semua
kebutuhan mereka termasuk
membiayai sekolahnya yang Papa
pindahkan ke sekolah yang sama
denganku, tak ada lagi yang kuketahui tentang Doni diluar itu.
Hingga sampai saat ini dia bekerja denganku, Doni tetaplah tertutup bahkan kadang aku merasa dia seperti menghindariku.
“Baiklah.. Jika kau mencariku, Aku
tidak ada dikantor siang nanti. Aku
memiliki janji dengan seseorang
diluar..”
“untuk urusan perusahaan?”
“Ya.. Tentu saja. Dia klien yang
kupegang. Aku akan melapor padamu nanti jika aku sudah mendapatkannya”
“Baik, pergilah..”
Aku membiarkannya keluar dari
ruanganku.
***
Pada jam makan siang, Aku benar-
benar tak menemukan Doni
diruangannya. Tadinya aku berpikir
mungkin Dia belum pergi, jadi aku
berniat mengajaknya untuk makan
siang denganku terlebih dulu diluar.
Aku mengurungkan niatanku dan
kembali keruanganku.
Menelpon bagian resepsionis
dibawah, Aku mengatakan pada
mereka untuk memesankan makanan untukku.
Aku menyebutkan menunya yang
kuinginkan sebelum menutup telpon.
Namun hingga hampir tiga puluh menit kemudian Aku dibuat kesal, mereka tak juga mengantarkan makananku.
Aku kelaparan karna tak sempat
sarapan dipagi tadi.
“Apa Kau sedang berniat membuatku
mati kelaparan!”
Aku meneriakkan itu pada seorang
resepsionis yang menjawab telponku..
“Yuna sedang mengantarnya keatas
Pak.. Mohon tunggu sebentar..”
Aku langsung menutup telponnya.
Yuna..
Gadis itu?
Benar saja tak sampai dua menit, ada
ketukan dipintu ruanganku.
“Pesanan anda Pak..”
“Masuklah.. Dan tutup pintunya..”
Author POV
Ketika kemudian Yuna
melangkahkan kakinya masuk dengan
membawa serta umpatan di dalam
hatinya, Ia membiarkan pintu
dibelakangnya terbuka dan
mengabaikan bagaimana Azka yang
memutar mata melihatnya.
Ia justru memasang wajah se-biasa
mungkin dan berusaha agar tetap
mengesankan rasa hormatnya pada
Azka.
Meski nampaknya gagal..
“Pesanan anda Pak.. Maaf
membuat anda menunggu lama..”
Meletakkan sebuah nampan yang
dibawanya keatas meja, Yuna
membungkuk untuk kemudian ingin
secepatnya melarikan diri dari
hadapan Azka ketika melihat tatapan
pria itu yang tak lepas darinya.
Oh..
Tentu saja karna hanya dirinya yang
berada diruangan itu.
Dan bagaimana jika dia berbuat
macam-macam.
Apa yang bisa dilakukannya?
Azka hampir terkikik geli melihat
kilatan dimata gadis itu berubah
menjadi tatapan ngeri kearahnya.
Dasar gadis bodoh..
“Semoga anda menikmatinya..”
Yuna membalikkan tubuhnya dan
selangkah kakinya menjauh, Ia dengan
terpaksa menghentikannya ketika
mendengar pertanyaan dari Azka..
“bagaimana dengan lututmu?”
Azka sudah memperhatikannya sejak
pertama Yuna melangkah dan
melihat bagaimana gadis itu berjalan
sedikit terpincang karna luka pada
lutut nya.
“Saya baik-baik saja Pak..”
Tanpa menoleh lagi, Yuna melangkah
keluar dan Azka hanya bisa
menghembuskan napas melihatnya.
Ia tak mungkin menghentikannya.
Tadinya Ia berniat untuk menanyakan
tentang Yuri pada gadis itu. Tapi
nampaknya Yuna tak cukup bisa
untuk diajak berbicara saat itu.
***
Keluar dari dalam lift, Yuna
melangkah dengan menghentakkan
kakinya kembali ke meja resepsionis
dengan Husna yang melihatnya
dengan dahi berkerut.
“Apa yang terjadi? Dia memarahimu?”
Yuna hanya mendengus kearahnya..
“Hei.. Katakan apa yang terjadi? Tuan
muda itu kembali menelpon dan
berteriak kelaparan tadi..”
Husna mencecarnya..
“Tidak ada yang terjadi. Aku hanya
mengantarkan makanannya dan
segera keluar dari ruangannya.
Berada disana membuatku ngeri
hingga bulu kudukku berdiri..”
Husna memutar mata
mendengarnya..
“Kau pikir dia hantu hingga
ruangannya ber-aura mistis. Dan yakin
tidak memandangnya?”
“Tidak.. Untuk apa aku
memandangnya. Bisa saja dia seorang
vampir yang akan menghisap
darahku..”
Yuna memasang ekspresi ngeri
diwajahnya yang justru membuat
Husna tergelak dalam tawa..
“Astaga, kau terlalu banyak menonton
film. Oh ya.. Tadi juga ada telpon dari
seorang pria yang mencarimu”
“siapa?”
Husna mengangkat kedua bahunya.
“Tidak tahu.. Dia tidak menyebutkan
nama. Aku mengatakan kau tidak ada
dan dia langsung menutup telpon..”
Yuna langsung berpikiran jika
Doni lah yang tadi menelponnya.
Tapi kenapa?
Dan ada apa?
Tadi Yuna melihatnya keluar kantor
tapi dia tak mengatakan apapun
padanya..
“Kau punya kekasih ya?”
Yuna hanya menggeleng sebagai
jawaban dan kemudian mengambil
ponsel dari dalam tas nya.
Ia memilih mengirimkan pesan pada
Doni..
“Kau tahu jam makan siang sudah
berakhir nona. Itu berarti waktu
istirahat telah selesai. Dan dilarang
memainkan ponsel selama jam
kerja..”
Oh dear…
Yuna langsung menyembunyikan
ponselnya kedalam tas dan menatap
kearah Azka yang sudah berada
dihadapan meja resepsionis nya.
Mengapa pria itu bisa tiba-tiba
muncul kehadapannya?
Dia benar seorang vampir?
Yuna merasa merinding pada kulitnya..
Dan mengapa
Ia bisa selalu terlihat bermasalah
didepan pria itu?
Sial..
“Maaf Pak.. Tapi saya tidak
sedang memainkan ponsel, saya
hanya menggunakannya untuk
mengirim pesan penting..”
“Tapi selama berada dikantor ku,
pekerjaan adalah hal yang paling
penting diatas segalanya..”
Yuna mengepalkan sebelah
tangannya, benar-benar merasa kesal
dengan apa yang baru Azka katakan
padanya.
Namun Ia terpaksa mengutuki dirinya
sendiri karna masih harus menahan
diri untuk tidak memaki kehadapan
pria itu.
“Saya mengerti..”
“Aku akan mencatat itu. Dan Kau pun harus mencatat, jika Aku bukanlah seorang vampir nona..”
Azka bisa melihat gadis itu
ternganga mendengarnya, dan Ia
mengabaikannya untuk beralih pada Husna.
“Aku ada pertemuan diluar.. Katakan
seperti itu jika ada yang mencariku”
Husna hanya mengangguk, tak bisa
mengeluarkan suaranya.
Pada saat Azka telah melangkah
menjauh dari meja resepsionis
dengan beberapa orang
dibelakangnya, Ia langsung bernapas
dengan berlebihan.
Ia sudah menahan napasnya sejak
tadi.
“Sial Yuna, dia mendengar
pembicaraan kita..”
“Ya, benar-benar sial..”
***
to be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
AlyaNa RinDa
hahaha.. lucu
2019-12-31
1
Davi
lanjut...😋
2019-12-02
4