Tommy menapaki lantai rumah sakit yang terbuat dari marmer, langkahnya terdengar seperti dentingan keheningan. Di sekelilingnya, dinding-dinding putih bersih mencerminkan cahaya neon, menciptakan suasana yang kaku dan formal. Dia tahu bahwa ini bukanlah tempat yang asing baginya; Tommy telah mengunjungi rumah sakit ini berkali-kali, terutama ketika Mateo memainkan perannya sebagai penguasa bisnis yang tak tergoyahkan.
Namun, kali ini berbeda. Kali ini, Tommy tidak hanya datang sebagai cucu kesayangan Mateo, tapi juga sebagai pria yang memiliki pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Dia ingin tahu mengapa Mateo selalu mengajaknya ke dalam labirin masa lalu, mengapa kakeknya itu selalu berbicara dalam teka-teki yang sulit dipahami.
Ketika Tommy tiba di pintu ruangan Mateo, dia menarik nafas dalam-dalam. Dia tahu bahwa di balik pintu itu, ada jawaban yang mungkin akan mengubah segalanya. Dengan hati-hati, dia mengetuk pintu dan masuk.
Mateo duduk di atas tempat tidur yang terlihat nyaman, wajahnya yang keriput menatap Tommy dengan tajam. Rambut putihnya dibiarkan terurai, menciptakan kontras dengan kulitnya yang cokelat tua. Dia adalah pria yang telah melalui banyak hal dalam hidupnya, dan matanya mengandung kebijaksanaan yang tak terhingga.
"Tommy," sapanya dengan suara yang lembut, "duduklah."
Tommy menuruti perintah Mateo, duduk di kursi yang tersedia di samping tempat tidur. Dia merasa tegang, seperti seorang prajurit yang siap menghadapi pertempuran terakhir. "Apa yang ingin kau bicarakan, Mateo?" tanyanya, suaranya tetap dingin.
Mateo tersenyum, seolah-olah menikmati ketegangan yang menggelayuti ruangan. "Tommy," katanya, "kita berdua tahu bahwa kita memiliki ikatan yang tak terputus. Kita adalah bagian dari satu cerita yang lebih besar."
Mateo hanya tersenyum, seolah-olah mengetahui segalanya. "Kita akan bicarakan semuanya," katanya. "Tapi sekarang, cukuplah untuk kau tahu bahwa kita adalah keluarga. Dan kita memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada bisnis atau dendam."
Tommy menggigit bibirnya, mencerna kata-kata Mateo. Di antara ketidakpastian dan kebingungannya, ada satu hal yang pasti: dia telah memasuki babak baru dalam permainan yang selama ini hanya Mateo yang tahu aturannya.
“Aku ingin kau segera menikah,” pinta Mateo.
“Aku tidak mau melanjutkan silsilah, biarlah nama Castellano ikut mati bersamaku.”
Mateo menatap Tommy dengan tatapan yang tenang namun penuh arti. “Jika itu keputusanmu, Tommy,” katanya dengan suara yang merdu, “maka kau harus siap menerima konsekuensi dari ketidaktahuanmu.”
Tommy berdiri, sikapnya tetap dingin dan tak tergoyahkan. “Aku tidak peduli dengan masa lalu,” ujarnya tegas. “Aku hidup di sini dan sekarang.”
Tommy menatap Mateo dengan mata yang membeku. Di balik senyum sarkasnya, Tommy merasakan beban masa lalu yang tak terlupakan. Nama keluarga—sebuah beban yang terus menghantui dan mengikatnya. Dia tahu ada rahasia yang tersembunyi, sesuatu yang orang tua Tommy selalu coba sembunyikan.
"Kenapa?" Tommy bertanya, suaranya rendah dan penuh ketidakpercayaan. "Mengapa kamu begitu yakin aku tidak tahu apa yang terjadi?"
Mateo hanya menatapnya, matanya tajam dan penuh makna. "Karena kamu tidak pernah bertanya. Kamu tidak pernah mencari tahu."
Tommy menggigit bibirnya. Dia ingat saat itu, ketika dia masih muda dan orang tuanya masih hidup. Ada perasaan aneh, ketidaknyamanan yang tak terucapkan. Dan sekarang, Mateo mengingatkannya pada masa lalu yang gelap.
"Orang tuamu meninggal dalam kecelakaan mobil," kata Mateo dengan tenang. "Tapi itu bukan kecelakaan biasa. Ada yang menyembunyikan fakta. Dan sekarang, kamu punya kesempatan untuk mengungkapkannya."
Tommy menatap Mateo, hatinya berdebar. Apakah dia siap menghadapi kebenaran? Ataukah dia akan terus menyimpan rahasia ini dalam bayang-bayang, seperti nama keluarganya yang terkutuk?
Tommy berdiri, rasa frustrasi dan kekecewaan tergambar jelas di wajahnya. "Kau selalu seperti ini, Mateo," ucapnya dengan nada yang tajam. "Selalu dengan cerita-ceritamu yang tak ada ujungnya."
Mateo hanya menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca. "Aku hanya memberitahumu apa yang perlu kau ketahui, Tommy," jawabnya dengan tenang. "Kecelakaan itu... ada banyak yang tidak kau tahu."
Tommy menggelengkan kepala, sikap dinginnya semakin mengeras. "Aku tidak peduli," katanya dengan suara yang rendah. "Aku tidak ingin terikat dengan masa lalu atau dengan silsilah yang kau coba paksa padaku."
Mateo menghela nafas, seolah-olah berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Jika kau benar-benar peduli, jika kau ingin tahu kebenaran, maka kau akan mempertimbangkan permintaanku," ucapnya.
Namun, Tommy sudah membuat keputusannya. "Tidak, Mateo," tegasnya. "Aku tidak akan menikah hanya untuk memenuhi keinginanmu. Aku tidak akan memiliki keturunan."
Dengan langkah yang berat, Tommy meninggalkan ruangan, meninggalkan Mateo yang masih duduk dengan tatapan yang dalam.
Tommy merasakan beban dari keputusan yang baru saja diambilnya. Dia tahu bahwa ini mungkin akan mengubah segalanya, tapi dia juga tahu bahwa dia harus setia pada dirinya sendiri, bahkan jika itu berarti menolak warisan keluarga yang telah lama dibebankan kepadanya.
Tommy memasuki mobil dengan langkah yang terburu-buru, Hugo mengikutinya dengan ekspresi khawatir. Udara di dalam mobil terasa berat, seolah-olah menyerap semua emosi yang meluap dari Tommy. Dia tidak bisa lagi menahan diri.
"Maestro gila," Tommy mengulang kata-kata itu dengan nada yang penuh kebencian. "Mateo selalu menganggapku seperti pion dalam permainannya. Dia pikir aku hanya alat untuk mencapai tujuannya."
Hugo menarik napas dalam-dalam. "Tommy," katanya dengan suara lembut, "kita harus tenang. Mari kita bicarakan semuanya dengan lebih pelan."
Namun, Tommy tidak mendengarkan. Dia meraih botol whiskey kecil yang tergeletak di dashboard mobil dan membukanya dengan gerakan yang kasar. Cairan amber mengalir ke dalam gelas plastik, dan Tommy meneguknya dengan cepat. Hangatnya alkohol mengalir ke tenggorokannya, menghilangkan sedikit dari amarah dan kebingungannya.
"Kita semua hanya bagian dari permainan Mateo," ucap Tommy, suaranya serak. "Dan aku sudah muak."
Hugo mencoba menenangkan Tommy, tapi dia tahu bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk berbicara. Mereka berdua duduk di dalam mobil, di bawah cahaya lampu jalan yang redup, membawa beban dari masa lalu yang tak kunjung selesai. Dan di antara mereka, ada whiskey yang mengalir, mengaburkan batas antara kebenaran dan ketidakpastian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Leo6urlss
Camila bener bener lu yeeee 🤣🤣
2024-05-04
0