Mereka tiba di H&G Group. Sarah dan Ana bergegas untuk masuk. Sesaat setelah mereka masuk kondisi dari tempat itu masih sangat sepi, jadi mereka dengan muda bisa menemukan Kimso yang tengah membantu para pelayan untuk membereskan tempat itu.
Semua pelayan di H&G Group sedang melakukan pembersihan dadakan atas perintah bos besar mereka. Entah apa yang sedang di pikirkan oleh Arian, hingga ia memerintahkan pegawainya untuk melakukan perbaikan pada club.
Kimso berbalik. Ia terkejut melihat Sarah dan juga Ana tengah menatapnya sedari tadi. Kimso tahu apa yang harus dia lakukan, hingga akhirnya menghampiri dua wanita itu.
"Selamat pagi, Nona." sapa Kimso sambil sedikit membungkukkan badannya.
"Bisa kita bicara di tempat lain?" tanya Sarah yang diangguki oleh Kimso.
Setelah mereka pergi ke sudut ruangan. Di mana berada cukup jauh dari para pegawai yang sedang bekerja.
"Aku ingin tau siapa yang berani melakukan hal itu kepada sahabatku." ucap Sarah yang langsung dimengerti oleh Kimso.
"Begini, Nona. Saya sangat minta maaf soal hal yang menimpa teman Anda. Tapi itu tidak sengaja. Saya benar-benar minta maaf soal hal itu." ucap Kimso. Membungkukkan badannya kepada Ana dan Sarah.
Ana yang ingin memalingkan pandangan tanpa sengaja melihat Arian yang tengah membantu para pelayan pria untuk mengangkat meja. Entah mengapa tiba-tiba jantung Ana berdetak dengan cepat.
Sementara itu Arian tengah membantu karyawannya mengankat meja dan menyusunnya. Saat Arian mengangkat kepala, tatapan mata keduanya bertemu.
Arian yang melihat Ana. Berinisiatif untuk pergi menemuinya wanita itu.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Arian. Setelah tiba di hadapan Ana, membuat wajah Ana memerah.
Sarah yang mendengar suara menolehkan kepalanya, begitu pun dengan Kimso.
Seketika Kimso terbelalak melihat Bosnya tengah berdiri di hadapan seorang wanita dengan menunjukkan raut wajah khawatir.
"Anda siapa?" tanya Sarah.
Arian berniat menjawab pertanyaan Sarah, tetapi Ana sudah mendahuluinya membuka suara.
"Dia adalah pria itu." jawab Ana dengan menundukkan kepala.
Sarah yang mendengar hal itu menjadi marah.
"Jadi kamu yang udah buat sahabatku jadi kayak gini?!"
"Saya tidak mau tahu. Anda harus bertanggung jawab atas apa yang sudah Anda lakukan?!" teriak Sarah pada Arian.
Seketika membuat mereka menjadi pusat perhatian oleh para pegawai yang tengah bekerja. Untung saja kondisi club saat itu sepi jika tidak mereka pasti akan berada di surat kabar besok.
Ana dan Kimso terkejut mendengar teriakan Sarah.
Kimso menelan kasar salivanya melihat Sang Bos. Mengapa takut? Karena tidak ada orang yang pernah berani meneriaki Arian seperti itu. Jangankan teriak, bahkan hanya sekedar memberi tatapan benci saja mereka tidak pernah berani melakukannya.
Karena jika sampai itu mereka lakukan, satu kata yang cocok untuk mereka, yaitu mati.
Arian bukan hanya seorang pengusaha dan pewaris tunggal keluarga Li. Tetapi ia juga adalah seorang Mafia.
Arian dan kedua sahabatnya yang juga berasal dari keluarga besar adalah pemimpin Mafia yang sangat ditakuti di Negara itu. Bukan hanya di satu Negara, bahkan sudah tersebar di beberapa Negara tetangga.
Dragon Night. Begitulah orang menyebutnya. Arian dan kedua sahabatnya--Carlson Sia dan Rafael Sang--adalah mantan Jendral militer yang mengundurkan diri, lalu membentuk kelompok Mafia. Di mana pemimpinnya adalah mereka bertiga.
Arian sudah menjadi ketua mafia saat usianya 20 tahun. Sudah 4 tahun sejak berdirinya Kelompok mafia yang mereka pimpin dan sekarang kelompok mafia itu sudah sangat di takuti di seluruh Negara tempat mereka menetap.
"Baiklah. Saya memang ingin bertanggung jawab tadi, tapi saat saya selesai mandi. Saya sudah tidak melihat seseorang di dalam kamar. Saya berniat untuk mencarinya, tapi saya tidak tahu harus kemana. Jadi saya menunggu di sini saja." jawab Arian, membuat Sarah mulai mengerti bahwa pria yang ada di hadapannya sekarang adalah pria yang baik.
Berbeda dengan Sarah. Kimso terbelalak melihat Bosnya yang berkata panjang lebar seperti itu, bahkan mulut Kimso sedikit dibuatnya.
"Baiklah. Sekarang kamu harus menikahi sahabatku." ucap Sarah yang berhasil membuat Kimso tersadar dari lamunannya.
"Oke. Kita akan menikah, jadi kamu ingin pernikahan yang seperti apa?" tanya Arian pada Ana yang mulai mendogak menatapnya.
Ana mengigit bibir bawahnya. Ragu untuk mengatakan hal yang ada di benaknya.
"Aku ingin kita menikah di kantor catatan sipil saja dulu. Soal hal lainnya ... mungkin setelah aku memberi tahukan pada orang tuaku." jawab Ana.
Arian menganggukkan kepala. Tersenyum kecil di bibirnya, menatap sosok wanita di hadapannya. Ia memang tidak salah dalam memilih wanitanya.
"Tapi Na--" Sarah yang ingin protes pilihan Sahabatnya itu, tapi di hentikan oleh Ana.
"Aku masih perlu bicara dengan orang tuaku, Sa. Saat ini asalkan kami sudah terikat itu lebih dari cukup untuk sekarang." ucap Ana yang hanya bisa diterima dengan pasrah oleh Sarah.
Mendengar hal itu Kimso menatap bosnya yang hanya dibalas senyuman oleh Arian.
Mendapati Bosnya tersenyum membuat Kimso hanya bisa menghembuskan napas pasrah akan apa yang terjadi selanjutnya.
Sesampai di kantor catatan Sipil, Ana dan Arian pun masuk beserta Sarah dan Kimso yang datang untuk menjadi saksi.
Setelah mengurus segalanya Arian dan Ana kini sudah menandatangani buku nikah mereka.
'Aku tidak percaya. Aku menikah dengan seseorang yang baru aku kenal, tapi sudahlah semuanya juga sudah terjadi. Aku hanya bisa pasrah saja. Sekarang dia suamiku, meskipun pekerjaannya hanya seorang pelayan tapi tidak apa yang penting dia bukan pria jahat.' batin Ana yang mengira jika Arian adalah seorang pelayan.
Setelah selesai meraka berdua keluar dan sekarang tengah berada di parkiran.
Sarah sudah pergi karena menerima telepon dari rumah sakit yang mengatakan, jika Ayahnya telah siuman.
Sedangkan Kimso kembali ke H&G Group untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kini hanya tinggal Ana dan Arian di parkiran.
"Masuklah." ucap Arian memecah keheningan di antara dirinya dan Ana.
"Ke mana?" tanya Ana sambil memiringkan kepala.
"Tentu saja pulang ke rumah." Arian membuka pintu mobil untuk Ana.
Di tengah perjalan hanya ada keheningan di antara kedua orang itu, hingga Arian tiba-tiba berbicara.
"Siapa namamu?" tanya Arian, membuat Ana menoleh. Menatap Arian dengan mata terbelalak. Memang benar, mereka berdua belum berkenalan. Bahkan belum mengetahui nama satu sama lain.
"Kim Ana. Kamuau bisa memanggilku Ana." ucap Ana malu-malu dengan pipi merona.
Arian tersenyum, menoleh sekilas ke arah Ana.
"Arian Li. Kamu bisa memanggilku Arian atau Ran."
Ana masih setia menunduk mendengarkan ucapan pria di sampingnya itu.
"Apa aku boleh memanggilmu Kakak?" tanya Ana.
Arian menoleh kemudian kembali fokus pada jalan.
"Tentu saja, boleh. Bahkan kamu juga boleh memanggilku sayang," goda Arian yang berhasil, membuat wajah Ana memerah seperti tomat.
Tiga puluh menit kemudian.
Mereka tiba di sebuah bangunan apartemen milik Arian. Ana keluar dari mobil. Menatap bangunan apartemen yang cukup sederhana.
Ana memasuki sebuah pintu apartemen setelah tiba di lantai tujuan mereka. Melihat setiap sudut ruangan dan setiap inci tempat itu. Tempat yang benar-benar membuatnya nyaman.
"Kita akan tinggal di sini."
Mendengar ucapan Arian, membuat Ana bingung dan memberanikan diri untuk bertanya.
"Apa maksudnya dengan kita akan tinggal di sini?" tanya Ana.
"Tentu saja. Kita akan tinggal di sini, lagi pula kita 'kan suami istri." jawab Arian yang membuat wajah Ana memerah.
Arian sangat suka jika melihat Ana malu, oleh karena itu dia sangat suka mengodanya. Entah mengapa hal yang tidak pernah ia lakukan, seperti mengoda seseorang. Malah ia lakukan sekarang.
Saat Arian ingin kembali mengoda wanita yang kini berstatus sebagai istrinya. Tiba-tiba ponselnya berdering.
"Halo?" jawab Arian.
"Kamu di mana? Kita lagi di Clubmu." ucap seseorang di seberang telepon.
"Aku akan segera ke sana." ucap Arian menghembuskan napas, membuat Ana menoleh menatapnya.
"Aku akan pergi sebentar. Itu adalah kamar yang sudah aku siapkan. Jika kamu butuh sesuatu, telepon saja aku." ucap Arian menunjuk ke arah sebuah pintu, lalu memberikan sebuah ponsel pada Ana.
"Tapi aku sudah punya ponsel." Ana memperlihatkan ponselnya pada Arian.
"Baiklah. Ini nomor teleponku, jika ada sesuatu segera telepon aku. Oke," ucap Arian berniat untuk pergi.
Tiba-tiba Arian kembali dan mengecup puncuk kepala Ana, lalu pergi tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Seketika Ana mematung saat sebuah kecupan mendarat di puncuk kepalanya, membuat wajah Ana memerah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Akunkedua Hwang
typo Thor 😂
2023-03-06
0
👀 calon mayit 👀
woahhhhh.... gercep
2021-08-15
0
Lalas Nuraida Nuraids
bikin baper aja Arian
2021-06-13
1