Menanti jawaban menunggu Suami yang pulang 5 hari di hari Jumat setelah selesai kerja. Aku yang tidak sabaran, terus mengirimkan pesan. Pastinya pesan whatsapp ku sudah penuh bertebaran di handphone suami.
Aku tidak akan biarkan Dia bersembunyi dalam kebohongan. Terus menerus ku ingatkan kisah perselingkuhan sepuluh tahun yang lalu.
Dalam tangisan doa, Ku panjatkan kepada Nya agar terbukanya rahasia yang telah Dia sembunyikan. Ku biarkan keningku menyentuh lantai begitu lama kucium sajadah yang terbentang dengan khidmat. Menangis dalam sujud, ku sebutkan nama suami agar Dia jujur kepada ku.
Ya Illahi... hanya kepada Mu aku memohon, hanya kepada Mu aku berserah diri, Ku ikhlaskan kehidupan rumah tanggaku kepada Mu.
Penantian kejujuran itu datang, namun seribu bahasa Dia sembunyikan. Hari jumat malam sabtu, takdir memiliki suami yang tidak pernah kapok berselingkuh. Dia pulang lebih malam, ntah kemana Dia pergi. Rentetan pertanyaan yang sudah ku simpan dalam fikiran, ku curahkan pada malam ini. Dia membisu, bagai patung yang tidak punya hati.
"Jujur tidur dimana?" tanya ku yang kesekian kalinya.
"Perumnas" jawabnya acuh.
"Aku tidak percaya, kemana? ke tempat *******?" tanya ku bergetar.
"Tidak pernah berubah, kita cerai saja" lanjut ku geram.
Suamiku hanya diam saja tidak menjawab apapun. Beberapa saat terdiam, Dia melontarkan ucapan yang membuatku sakit.
"Maaf... Aku emang salah. Tapi kamu juga tidak instropeksi diri, kenapa Aku sering keluar malam"
Bagaikan disambar petir, tidak ada angin tidak ada hujan. Dia menyalahkan Ku akibat Dia keluar malam.
"Apa salahku? Aku tidak pernah menyakiti Mu... Aku tidak pernah menyelingkuhi mu... sedangkan Kamu?? berulang kali Kamu sakiti Aku... luka sepuluh tahun saja belum sembuh sekarang Kau torehkan luka itu kembali dengan kesalahan yang sama" ucap ku begetar menahan emosi.
Lagi-lagi Dia diam, tidak ada ucapan apapun. Aku meninggalkannya, menuju kekamar anak ku Rani tempat ku mengeluarkan isi hati ku. Ku ceritakan semua kesedihan ku.
Anak ku Rani tidak banyak berkata, sedikit Ia lontarkan kata Nasehat dan menenangkan amarahku. Dari kamar Rani aku mencoba untuk tidur dikamar kosong yang sudah lama tidak ku tempati.
Di dalam kamar Aku menangis sambil bercerita dengan sahabat ku di whatsapp. Mencari ketenangan dengan mengungkapkan rasa gundah dihati. Cukup ku biarkan hati ini membeku penuh rasa sakit. Aku biarkan mencair mengalir melepaskan beban dengan bercerita ke sahabat.
Keingat nasehat almarhuma mama ku, jika punya masalah jangan pernah dipendam sendiri... keluarkan isi hati mu dan amarahmu biarkan hati mu lega.
Ketika ku baru menikah, tidak sedikit pun kulontarkan kesedihan, kesusahan maupun amarah kepada orang tua ku, keluarga ku dan sahabatku. Semua ku simpan dengan rapat dilubuk hati. Hingga badan ku mengurus dan sakit-sakitan. Aku menahan semua penderitaan, ku tampung didalam hati yang rapuh.
Aku menikah ketika umurku 18 tahun baru lulus sekolah. Aku menikah karena sangat kesal dengan kakak perempuanku yang selalu usil dengan kehidupanku. Begitu bawel, membuat ku tidak betah hidup terus bersama dengan kakak perempuan. Awal pernikahan ku sangat disesali kakak perempuan ku. Ali suami ku terlalu manja dengan orang tuannya.
Jelas masih teringat ketika anak ku masih sangat kecil. Rani yang masih berumur 1 tahun, aku dan suami ku menderita sakit diare dan demam tinggi. Mertua ku datang membawa suami ku ke rumahnya meninggalkan Aku dan Rani. Saat itu kami tinggal dibelakang rumah kakak perempuan ku. Tanah itu Ku beli dengan kakak perempuan ku dengan harga sangat murah.
Di gubuk rumah yang sangat sederhana, ketika Aku tidak mampu bangkit dari tidur. Rani yang masih kecil hanya tertidur disamping tubuh ku yang lemah. Kakak perempuanku melihat suami ku dibawak oleh orang tuanya. Segera menghampiri ke gubuk rumah kami. Tangis ku pecah, Aku menangis tersedu-sedu. Mertuaku tidak membawa serta diriku dan anakku. Mereka hanya membawa suamiku, sakit rasanya. Kakak perempuanku tidak menyalahkan suamiku ataupun orang tuanya. Di depanku Ia menasehati dan membawaku serta anakku ke rumahnya. Disana Aku dirawat hingga sembuh.
Rasa sakit terdahulu kembali keingat, sesak rasanya. Aku menyesal harus bertahan dengan suami dan mertua yang tidak menyanyangi ku.
Fikiran ku jauh melayang, badan ku lemah tidak berdaya, mata ku tetap terjaga hingga subuh tiba. Ku bangkit dari tidur, ku basuh muka dengan air wudhu. Sepanjang sholat subuh tidak lepas air mata mengalir. Suami ku disamping ikut melaksanakan sholat subuh. Dia lebih dulu melaksanakan sholat subuh.
Dia menunggu dan menanti hingga Aku selesai memanjatkan doa. Suami menarik tangan ku dan meminta maaf. Aku yang masih belum bisa memaafkannya, beranjak dari duduk meninggalkan Dia. Ku beranjak dan berahli keruang tamu untuk menenangkan diri sambil membaca Al quran.
Kembali Suamiku mendekatiku dan meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ntah rasa hati ini belum ikhlas namun ada rasa ingin memaafkan dirinya. Aku mencoba memaafkannya dan melupakan semua kesalahan. Walau rasa penasaran dan curiga itu tetap ada. Aku tidak ingin menjadi istri durhaka mencurigai tanpa bukti. Belum tentu suami ku berselingkuh.
Pagi hari seperti biasa, Aku membuat sarapan dan menyiapkan bekal untuk suami. Rani melihat Aku kembali ceria dan bersemangat merasa bahagia.
Ketika hari libur Aku, Suami dan Rani sering mengunjungi Perumnas. Rani baru membeli rumah itu lima bulan yang lalu. Rumah yang di beli belum di tempati. Dikarenakan suami Rani kerja di luar kota.
"Ma... kita keperumnas, melanjuti perbaiki rumah Rani" ucap Suami sambil menyantap sarapan pagi.
Aku menganggukan kepala tanda setuju, kebiasaan dihari libur kami bersama keluarga.
Sesampai di perumnas fikiran negatif tentang suami ku kembali. Sikap Dia yang masih acuh kepada ku membuat rasa curiga.
Rasa kesal kepada suami ku masih sangat terasa. Ku tepiskan semua rasa gundah dan ingin memperbaiki semuanya. Aku mencurigai suami ku berselingkuh dengan teman sekolahnya dahulu. Ada 2 wanita yang sangat genit dengan suami ku. Awalnya aku tidak menaruh curiga dengan mereka, karena sudah tabiat wanita janda itu ganjen. Kecurigaan itu bermunculan ketika suami ku aktif digroup alumni SMEA angkatannya.
°°°
Hari mulai malam Kami masih diperumnas melaksanakan sholat magrib di lingkungan perumnas. Sholat magrib Suami selalu ke masjid dekat rumah.
Adzan isya kembali berkumandang Suami ku segera berangkat ke masjid sambil membawa Handphone nya. Tidak seperti biasa, suami ku seperti menyimpan rahasia yang tidak ku ketahui. Beberapa kali Rani menegur hal Handphone dibawa kemana-mana. Namun Dia tidak menjawab bukan itu saja. Tingkah laku suami yang menjaga jarak dengan ku membuat aku merasa semakin mencurigainya.
"Beli martabak pa" pinta ku ketika perjalanan pulang kerumah.
Suamiku melajukan mobil menuju martabak favorit keluarga. Suami menepi dipinggir jalan tepat depan martabak. Terlihat berjejer mengantri memesan martabak. Rani keluar dari mobil, memberikan anaknya kepadaku.
"coklat campur wijen kan Ma?" tanya Rani di balik kaca mobil.
"Iya..."
Rani ikut mengantri duduk di kursi yang sudah disediakan penjualnya. Kesempatan untuk bertanya yang membuat ku penasaran. Aku berniat ingin memancing suami ku agar ia jujur. Ku tarik nafas dengan panjang, agar hati ku tetap tenang.
"Pa, pulang subuh kemaren kemana? tidur dimana? Papa sudah tua, tidak takut dosa? terus berzina" tanya ku dengan tenang.
"Supaya tidak berdosa atau zina terus bagaimana?" jawab suami ku dengan tenang menjawab.
Mendengar ucapannya darahku mulai mendidih. Cepat-cepat ku redakan dengan ucapan istigfar didalam hati. Niat mengorek semua rahasianya membuat ku begitu tenang bertanya.
"Ya nikah dong..." jawab ku dengan santai.
"Terus kamu gimana?" Suami melihat kearah ku.
"Dari dulu Aku tidak ingin di poligami, yaaa kita cerai dulu" jawab ku gemetar.
Rasa dada menyesak secara tiba-tiba. Relung hati ku terasa amat sangat sakit. Suami ku terdiam, tidak ada ucapan yang Dia lontarkan kepada ku. Seperti memikirkan hal yang begitu berat. Termenung menatap lalu lalang kendaraan melintasi jalan.
"Sudah ada calonnya?" sambung ku kembali.
"Belum... masih dicari dulu" jawab suami ku tanpa merasa bersalah.
Perih rasanya, lemas tubuh terasa dingin. Mendadak tenggorokanku kering. Suami ku sudah ada niat untuk menduakan cinta ku. Jiwa ku meronta, tidak dapat ku tahan kembali rasa amarah, kecewa, kesedihan. Bertambah rasa sakit yang sudah lama.
Rani menghampiri ke mobil, dengan wajah ceria membawa sekotak martabak favorit keluarga. Aku yang tidak bisa menahannya, berucap di depan Rani. Sungguh hati ini tidak kuat menahan pilu kesedihan.
"Malam ini kita harus bicara di depan anak-anak, masalah perceraian kita"
Terlihat Rani kaget mendengar ucapan ku secara tiba-tiba, hilang wajah ceria Rani.
"Siapa yang mau cerai? itu kan kamu yang mau cerai" jawab suami ku mulai emosi.
"Kamu kan mau menikah lagi, cerai dulu dong" jawab ku dengan bernada tinggi.
Ku jelaskan semuanya kepada Rani kenapa Aku berniat ingin bercerai. Tidak ada rasa getar dihati. Niat ku bulat ingin bercerai.
Wanita mana yang kuat menerima jika cintanya dibagi. Wanita mana yang bisa bertahan jika cintanya di khianati. Wanita mana yang tidak sakit hati jika hatinya terluka. Wanita mana yang tidak marah jika Ia kecewa dan terluka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Tri Soen
Emang sakiiiiiit rasanya diduakan 😭😭😭
2021-01-04
0
Selvi Tyas
next
2021-01-02
0
Radin Zakiyah Musbich
nengok nengok...
keren thor...
ijin promo ya 🙏
jgn lupa mampir jg ke novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE" ❤️
kisah cinta beda agama,
ku tunggu jejaknya ya 🤗🙏
2020-09-22
0