Sandra dirawat selama 1 minggu pasca keguguran anak pertamanya. Sandra tak banyak bicara. Ia yang dulu begitu riang dan ramah, selalu tersenyum menawan kepada semua orang kini telah berubah.
Sandra tersenyum hanya seperlunya saja. Eliz sahabat dekatnya merasa sangat sedih karena kawannya telah berubah menjadi wanita dingin.
Hari itu, Sandra keluar dari rumah sakit tempat dirinya dirawat. Ia akan mendatangi upacara pemakaman suaminya di Hall Of Heroes di Great Ruler. Banyak dari tentara pasukan di Great Ruler mengucapkan bela sungkawa.
Semua orang berpakaian hitam. Upacara pemakaman bergaya militer itu pun praktis membuat suasana duka makin terasa.
Sandra berjalan di belakang peti jenazah suaminya dengan tatapan sendu tanpa air mata. Air matanya sudah mengering tak tersisa saat ia berada di rumah sakit.
Kini tak ada lagi seseorang yang ia tunggu kepulangannya setiap malam. Tak ada lagi yang akan memuji setiap masakan yang dibuatnya. Tak ada lagi yang akan memeluk dan membelainya ketika ia tertidur. Sandra sangat merindukan Rey.
Sandra begitu sedih atas kematian suaminya, tapi ia hanya bisa diam meratapi nasibnya yang kembali sebatang kara. Ia hidup sendirian lagi di apartemen peninggalan orang tuanya.
Sandra diberikan fasilitas tempat tinggal dan uang jasa atas pengorbanan suaminya. Namun, semua hal itu hanya membuatnya makin terpuruk.
Sandra mendekam di rumahnya tak pernah keluar selama berbulan-bulan lamanya. Jika ia butuh makan dan minum, Eliz datang membawakannya setelah mendapat pesan elektronik dari Sandra melalui asisten ruangan komputer.
Sandra bahkan tak pernah mau menerima panggilan telepon dari Eliz. Tentu saja, hal ini membuat Eliz dan Tony makin khawatir.
Akhirnya, Eliz mengambil inisiatif hari itu. Ia datang mengunjungi Sandra di luar jadwal biasanya ia membawakan perlengkapan pemberian dari Great Ruler untuk kebutuhan hidupnya.
TOK ... TOK ... TOK ....
"Sandra, hallo. It's me, Eliz. May i come in, please?" tanya Eliz yang tak mendengar jawaban apa pun dari balik pintu.
Tiba-tiba, KLEK!
Pintu terbuka otomatis. Eliz mengembuskan napas pelan. Ia memberanikan diri masuk ke dalam rumah Sandra. Ia bingung karena rumahnya gelap. Ia mencari keberadaan Sandra setelah menutup pintu ruang utamanya.
BUKK!
"Hahh ... hahh ...."
BUKK! BUKK! BUKK!
Eliz penasaran dengan asal suara itu. Ternyata, Sandra sedang berlatih tinju. Ia kaget melihat Sandra memiliki otot di seluruh tubuhnya. Ia terlihat sangat perkasa.
Jadi, ini yang Sandra lakukan selama ini? Melatih fisiknya agar menjadi kuat? Namun, untuk apa? batin Eliz penasaran.
Eliz memberanikan diri mendekati Sandra yang terlihat fokus dengan alat tinjunya. Ia menatapnya saksama. Sandra menyadari kedatangan kawannya, tapi tetap tak menghiraukannya.
"Mm ... Sandra, apa kau sudah makan? Aku membuat pizza. Ini pizza pertamaku, kau ... mau mencicipinya? Bersamaku? Bagaimana?" tanya Eliz mencoba membujuk.
"Letakkan saja di meja," jawabnya tak melirik Eliz sedikit pun.
Eliz terkejut, Sandra mengacuhkannya. Ini tak biasa dan tak pernah terjadi sebelumnya.
"Sandra, apa kau marah padaku?" tanya Eliz terlihat murung.
"Tidak."
"Lalu kenapa kau mengacuhkan kehadiranku? Apa kau sudah tak menganggapku sebagai temanmu lagi?" tanya Eliz sedih dengan suara bergetar.
Sandra menghentikan latihan tinjunya. Ia melepaskan sarung tinjunya kasar dan melemparkannya di atas meja.
Ia berjalan cepat ke meja makan di mana Eliz meletakkan pizza buatannya. Ia langsung membuka tempat stainless penyimpan pizza modern itu dan mengambil sebuah potongan besar.
Sandra menyantapnya dengan rakus seperti orang kelaparan. Eliz sampai menganga dibuatnya. Ia berdiri mematung dan tampak terkejut melihat yang Sandra lakukan.
Sandra memakannya dengan sangat cepat dan segera meneguk air mineral di depannya. Ia mengelap mulutnya dengan kasar dan kembali ke tempat latihan tinjunya.
"Aku sudah memakannya. Pizza-nya enak. Sekarang pulanglah," ucap Sandra memunggungi Eliz dan kembali memakai sarung tinjunya.
Eliz bingung dengan sikap cuek sahabatnya. "Hanya itu saja? Kau mengusirku?" tanya Eliz terlihat kesal.
"Terima kasih."
BUKK! BUKK! BUKK!
Sandra kembali memukul bantalan tinjunya. Eliz tak habis pikir dengan jalan pikiran Sandra yang sekarang. Wanita berambut cokelat sebahu itu merasa Sandra sudah berubah terlalu banyak semenjak meninggalnya Rey dan calon buah hatinya.
Eliz meninggalkan Sandra sendirian di apartemennya. Adik dari Tony terlihat sedih. Ia kembali ke rumahnya dengan berlinang air mata.
KLEK!
"Hallo ... Eliz, aku lapar, kaumasak apa?" tanya Tony yang pulang ke rumah saat istirahat siang ke apartemen yang ia tinggali berdua dengan adiknya—Eliz.
"Kaukenapa?" tanya Tony karena Eliz terlihat sedih.
"Sandra. Dia ... mengacuhkanku. Dia mengurung dirinya selama ini untuk melatih fisiknya. Dia sudah berubah, Tony," ucap Eliz lirih dan berlinang air mata.
Tony bingung. Ia pun mendekati Eliz. Ia lalu duduk di sampingnya. "Maksudmu?"
"Ah, kau menyebalkan! Sudah, pergi sana! Lebih baik kau melihatnya sendiri saja!" bentak Eliz kesal karena kakaknya tak bisa memahami jalan pikirannya.
Eliz langsung pergi dan meninggalkan Tony sendirian. Tony jadi memikirkan dengan serius ucapan Eliz. Pria berambut cokelat itu pun mengunjungi Sandra di apartemennya.
Saat akan mengetuk pintu, ia mendengar suara Sandra menangis. Tony langsung membuka pintu yang ternyata tak terkunci. Ia masuk perlahan dan mengendap pelan hingga langkahnya tak terdengar.
Tony melihat Sandra duduk sendirian di kursi dari stainless yang dibuat dengan design minimalis elegant khas Great Ruler. Ia pun mendekatinya perlahan dalam diam.
"Sandra. Hai, ini aku, Tony," sapa Tony pelan melambaikan tangan.
Sandra tertegun dengan kedatangannya. Semenjak Rey meninggal, Tony tak pernah berkunjung selama berbulan-bulan. Sandra cepat-cepat menghapus air matanya dan berdiri menyambut kedatangan Tony.
"Hai. Duduklah," jawab Sandra mempersilakannya duduk di sampingnya.
Mereka duduk bersebelahan di teras belakang apartemen menatap pemandangan Distrik 7 yang berbatasan dengan lokasi Pertambangan Batu Mulia Distrik 6.
Tony menatap Sandra saksama. Ia bingung harus mulai dari mana mengajaknya mengobrol. Ia melihat jemari Sandra lecet. Tony memberanikan diri meraih tangannya.
"Aww!" Sandra merintih sakit karena lukanya dipegang oleh Tony.
"Ugh, maaf. Kenapa tanganmu? Apa kau berlatih tinju?" tanya Tony penasaran.
Sandra langsung menarik tangannya dan menyembunyikan diantara dua lututnya.
"Apa Eliz yang memberitahumu?" tanya Sandra tak menatap Tony dan memandang lurus kawasan tambang.
"Tidak. Aku melihat peralatan tinju di sana. Mm ... Sandra, apa kau suka pekerjaan fisik? Kebetulan di Distrik 8 sedang membutuhkan pekerja tambang seorang wanita. Jika kau mau, kau bisa kumasukkan ke sana," tanya Tony memberikan penawaran.
Sandra menoleh ke arah Tony dan menaikkan kedua alisnya. Tony tertawa pelan.
"Itu adalah salah satu syarat agar kau bisa masuk menjadi salah satu tentara militer. Lebih tepatnya, untuk menjadi seorang User. Jika kau berhasil mendapatkan sertifikat kelayakan kerja selama di tambang, ya ... kurang lebih 6 bulan, kau bisa ikut tes selanjutnya. Bagaimana?" tanya Tony menjelaskan.
Sandra bingung. "Kau ingin memasukkanku menjadi seorang tentara, begitu? Kenapa?" tanya Sandra heran.
"Aku tahu, kau menyimpan dendam pada Jenderal Matteo 'kan? Jika kau menjadi tentara, kau bisa bertemu dengannya. Namun, tentu saja, minimal kau harus selevel denganku dan Rey. Kau harus menjadi Captain," ucap Tony menegaskan.
Sandra diam sejenak. "Apa kau yakin aku bisa masuk ke militer? Aku lemah," tanya Sandra merendahkan diri.
Tony langsung berdiri dan memasukkan kedua tangan ke dalam sakunya.
"Kalau begitu, jangan harap kau bisa membalaskan dendammu. Ternyata ... kau tak setangguh yang kukira. Keinginan balas dendamu tak sekuat ucapanmu saat di rumah sakit kala itu, tapi ya sudahlah. Ini 'kan hidupmu. Aku pergi dulu. Selamat siang, Sandra," ucap Tony berpaling begitu saja darinya.
Sandra merasa ucapan Tony bagai tamparan kuat untuknya. Ia langsung beranjak dari kursi malasnya. Sandra mengejar Tony yang sudah di dekat pintu keluar.
"Tony, wait!"
Tony berhenti seketika. Ia membalik badannya dan melihat Sandra berlari kecil ke arahnya.
"Oke. Aku akan mencobanya. Masukkan aku," pintanya yakin.
Tony tersenyum lebar. Ia menepuk bahu Sandra mantap. "Oke, persiapkan dirimu. Besok pagi pukul 7, aku akan menjemputmu. Aku yakin kau bisa, Sandra. Kau lebih tangguh dari yang kaukira," ucap Tony dengan senyum menawan.
"Thank you, Tony. Thank you," ucap Sandra balas tersenyum.
Tony menganggukkan kepalanya. Ia melihat nampan pizza di meja makan. Ia kembali masuk dan membawa nampan stainless itu.
Ia langsung mencomot dan memakannya dengan gigitan besar. Sandra sampai kaget melihat mulut Tony yang begitu lebar.
"Awku bwawa ya ...," ucapnya tak jelas sembari mengunyah pizza di mulutnya.
Sandra terkekeh. "Bawa saja. Itu pemberian adikmu," ucap Sandra dengan senyum merekah.
Tony kaget jika pizza itu buatan adiknya, Eliz. Ia tak menyangka jika rasanya bisa seenak itu. Tony pun pergi meninggalkan rumah Sandra sambil memakan pizza sepanjang berjalanan kembali ke kamar apartemennya. Sandra menatapnya dengan senyuman dari kejauhan.
"Thank you, Eliz, Tony."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 208 Episodes
Comments
🏕️👑🐒 𖣤᭄Kyo≛ᔆᣖᣔᣘᐪᣔ💣
balik lagi baca novel ini gara2 pingin baca hehehe
semangat aju anu padamu ju
2024-03-16
1
Wati_esha
Tony membawa kabar berita penuh pengharapan untuk balas dendam Sandra pada putra Morlan, Matteo Corza.
2023-11-20
0
Wati_esha
Andai Eliz menemaninta dulu, sementara mungkin Sandra tak terlalu larut dalam duka.
2023-11-20
0