14

Keesokan harinya, ujian dilanjutkan dan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sama sulitnya dengan yang kemarin. Liam tetap fokus seperti saat terakhir kali dan menyelesaikan ujiannya lebih dulu, dan segera meninggalkan ruangan begitu selesai. Fokus dan tekadnya tidak tertandingi dan dia bertekad untuk mendapatkan nilai yang tinggi.

Sang guru datang sambil memegang kertas ujian. "Oke, hari ini adalah hari kedua ujian. Sebelum ujian dimulai, apakah kalian semua penasaran dengan nilai ujian kemarin? Apakah kalian ingin aku beritahukan sekarang, atau besok saat ujian akhir?"

Banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menunjukkan bahwa mereka ingin mengetahui nilai ujian sekarang, termasuk Liam. Sang guru tersenyum dan berkata, "Ah, banyak di antara kalian yang ingin mengetahui nilai ujian kalian. Baiklah, jika kalian mau, aku bisa memberitahukannya sekarang."

Sang guru menarik napas panjang dan melanjutkan. "Baiklah, ini nilai ujian dari ujian kemarin. Nilai tertinggi diperoleh oleh Liam, dia mendapatkan nilai 98 dalam ujian tersebut. Nilai tertinggi kedua diraih oleh Layla, ia mendapatkan nilai 92."

Banyak siswa yang terkesiap ketika mendengar nilai ujian. "Wow, ada jarak yang sangat jauh antara nilai tertinggi dan nilai tertinggi kedua! Liam benar-benar mengerjakan dengan sangat baik. Begitu juga dengan Layla," gumam beberapa siswa di antara mereka sendiri.

Layla merasa sangat marah, ia mengepalkan tinjunya untuk menahan amarahnya. Ia merasa bahwa Liam adalah perusak hidupnya, ia juga merasa ini tidak adil. "Tidak mungkin, seharusnya aku yang mendapatkan nilai itu... kenapa dia? Kenapa dia yang menggantikan posisiku?" Pikir Layla.

Layla merasakan gelombang kemarahan dan kecemburuan muncul di dalam dirinya. Dia sangat marah pada Liam, rasanya seperti Liam telah menghancurkan seluruh hidupnya. Dia tidak mengerti mengapa Liam mengalahkannya dalam ujian. Dia merasa bahwa dia sama pintarnya, bahkan lebih pintar darinya. Dia berpikir bahwa seharusnya dia yang mendapat peringkat pertama, bukan dia.

Sang guru berbicara lagi, "Baiklah, para siswa, mari kita mulai ujian. Tolong matikan ponsel kalian dan jangan berisik, apalagi jangan menyontek."

Para siswa menganggukkan kepala dan memasukkan ponsel mereka ke dalam tas, lalu berkonsentrasi pada ujian. Layla sedikit gugup, karena ujian hari ini akan menjadi lebih sulit.Ia berusaha mengalihkan pikirannya dengan fokus pada ujian dan memblokir pikiran-pikirannya, ia tidak ingin perasaan negatifnya terhadap Liam mempengaruhi prestasinya hari ini.

Guru membagikan kertas ulangan kepada seluruh siswa. Setelah mendapatkan kertas ulangan, Liam segera mengerjakannya dengan penuh fokus. Namun, ia merasa terganggu dengan tatapan yang diberikan oleh Layla.

Liam sangat fokus mengerjakan soal ujian, namun ia terus merasa ada tatapan yang tertuju padanya. Ia sesekali mendongak ke atas dan menatap mata Layla, Layla menatapnya dengan marah, lalu dengan cepat memalingkan wajahnya.

Liam terus menatapnya, bertanya-tanya mengapa Layla bersikap begitu marah padanya. Kemudian dia memutuskan bahwa membuang-buang waktu untuk mengkhawatirkan Layla, dia harus berkonsentrasi pada ujian, dan dia tidak ingin membiarkan Layla mengalihkan perhatiannya. Dia mengalihkan perhatian penuhnya kembali ke ujian sekali lagi.

Waktu berlalu begitu cepat dan ujian pun selesai. Liam menarik napas dalam-dalam, dia kelelahan karena ujian, tetapi dia merasa telah mengerjakannya dengan baik. Dia merasa percaya diri dengan hasil kerjanya dan dia yakin bahwa dia telah menjawab sebagian besar pertanyaan ujian dengan benar.

Sang guru mengemasi kertas-kertas ujian dan berkata sebelum ia pergi, "Baiklah murid-murid, besok adalah hari ujian terakhir. Jadi, tetaplah semangat untuk besok. Kalian boleh pulang sekarang."

Para murid mengangguk dan bangkit dari meja mereka, mereka terlihat sedikit lelah namun tetap bersemangat untuk ujian akhir. Mereka mengumpulkan barang-barang mereka dan keluar dari ruang kelas, beberapa bahkan berbicara satu sama lain tentang ujian.

Liam mengumpulkan barang-barangnya dan berjalan keluar kelas, bertanya-tanya bagaimana dia harus belajar untuk ujian akhir besok.

"Liam tunggu, ayo kita pulang bersama." Seseorang memanggilnya. Liam berbalik dan melihat Jay yang tampak kelelahan.

Liam terkejut melihat Jay yang terlihat sangat lelah. "Hei, Jay, apa kabar? Kamu terlihat sangat lelah, apa kamu belajar semalaman atau bagaimana?"

Jay berjalan di samping Liam dan menguap. "Tidak, aku tidur nyenyak semalam. Malah, aku tidak belajar, jadi aku merasa kepala aku seperti mau meledak saat mengerjakan soal-soal tadi. Kamu sangat keren bisa mengerjakan soal-soal yang sulit dan mendapatkan nilai yang bagus."

Liam tersenyum pada Jay. "Terima kasih atas pujiannya, tapi sebenarnya tidak ada yang istimewa, aku hanya belajar dengan giat. Tapi aku turut prihatin mendengar kamu merasa terbebani dengan ujiannya. Sejujurnya itu cukup sulit."

Liam tersenyum lagi. "Tapi jangan terlalu sedih, kamu pasti akan melakukan yang lebih baik pada ujian akhir nanti. Teruslah belajar dengan giat dan tetap berpikiran positif, dan aku yakin semuanya akan baik-baik saja."

Jay tersenyum dan menjawab, "Kamu benar, aku harus terus belajar dengan giat dan tetap berpikiran positif. Namun terkadang sulit untuk tetap termotivasi, aku merasa lelah sepanjang waktu akhir-akhir ini. Sulit untuk tetap fokus belajar untuk ujian akhir. Dan terkadang aku merasa tidak peduli seberapa banyak aku belajar, itu masih belum cukup... Sepertinya otak aku tidak bekerja dengan baik, atau mungkin aku bodoh."

Liam berhenti berjalan dan menoleh ke arah Jay. Wajahnya menunjukkan bahwa dia khawatir. "Hei, Jay, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Hanya karena kamu tidak mendapat nilai sempurna pada ujian kedua, bukan berarti kamu bodoh. Kau orang yang pintar, dan aku yakin kau akan melakukannya dengan baik pada ujian akhir."

Liam meletakkan tangannya di pundak Jay dan melanjutkan, "Ingatlah untuk terus belajar dengan giat dan jangan menyerah. Cobalah untuk tidak membiarkan kelelahan atau kesulitan menguasai dirimu. Kamu pasti bisa."

Jay tersenyum kecil mendengar kata-kata penyemangat dari Liam. "Kamu benar, aku harus berusaha lebih keras untuk tidak merendahkan diri. Hanya saja beberapa minggu terakhir ini sangat sulit, dan aku merasa ujian ini semakin sulit. Namun aku tidak akan menyerah, aku akan berusaha lebih keras lagi untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Dan aku akan berusaha sebaik mungkin untuk tidak membiarkan kelelahan menguasai diri aku. Terima kasih telah mendengarkan aku, Liam. Aku menghargai dukungan kamu."

Liam meregangkan tubuhnya. "Sebaiknya kita pulang, aku juga merasa lelah sekarang."

"Ya, itu ide yang bagus. Ayo kita pulang dan bersantai sejenak. Kita berdua harus beristirahat, karena besok ada ujian akhir."

...****************...

Sementara itu, Layla masih berada di kelas, menunggu sekolah sepi dan ia dapat melaksanakan rencananya. "Aku tidak bisa membiarkan Liam menggantikanku lagi, aku harus melakukan sesuatu. Haruskah aku memanipulasi ujiannya?"

Saat sekolah mulai sepi, Layla menyadari bahwa ia memiliki kesempatan untuk melaksanakan rencananya. Dia tidak bisa membiarkan Liam merebut posisi nilai tertinggi, jadi dia harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya.

"Hmm, entah bagaimana aku harus mengacaukan ujiannya. Mungkin aku bisa menukar ujian kita atau aku bisa mengacaukan jawabannya. Aku harus melakukan sesuatu," pikirnya sambil memikirkan bagaimana caranya menyabotase ujian Liam.

"Ya, mengacaukan ujiannya adalah pilihan terbaik aku. Jika aku bisa membuatnya mendapat nilai jelek, itu akan sempurna. Tapi bagaimana cara melakukannya? Aku harus menemukan cara untuk mendapatkan akses ke ruang guru untuk mengambil kertas ujiannya tanpa diketahui oleh guru atau siswa lain." Dia mencoba memikirkan cara agar dia bisa melaksanakan rencananya tanpa ketahuan.

Layla menunggu lagi sampai semua guru meninggalkan sekolah. Setelah semua guru pergi dan tidak ada seorang pun di sekolah, Layla akhirnya melaksanakan rencananya.

Layla berjalan dengan hati-hati menuju ruang guru, memastikan tidak ada orang di sekitarnya.

Setelah sampai di ruang guru, ia membuka pintu dengan hati-hati dan masuk ke dalam ruangan. Dia melihat ke sekeliling ruangan, memastikan bahwa dia benar-benar sendirian.

Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh yang mengagetkan Layla. Ia mengintip dari ruang guru, dan betapa terkejutnya ia melihat seorang pria berpakaian hitam dan mengenakan topeng berjalan ke arahnya. Layla teringat akan kasus pembunuhan sebelumnya, pikirnya. "Apakah dia pembunuhnya? Apa yang harus aku lakukan?"

Layla yang panik segera berlari keluar dari ruang guru. Ketika ia menoleh ke belakang, pria itu juga berlari mengejarnya.

Layla berlari menyusuri lorong secepat mungkin. "Ya Tuhan, dia mengejarku, dia akan menangkapku. Apa yang harus aku lakukan? Aku harus menemukan tempat untuk bersembunyi dengan cepat."

Sebelum Layla sempat bersembunyi, pria itu berhasil menangkapnya dan menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuh Layla yang membuatnya pingsan. "Ups, kamu tertangkap olehku." kata pria itu sambil tertawa.

Layla langsung pingsan, jatuh ke lantai dan tidak sadarkan diri. Pria itu tersenyum lagi, "Nah, itu lebih mudah dari yang aku duga. Dia pingsan begitu cepat." Sambil terus tertawa, pria itu mengangkat tubuh Layla dan membawanya pergi, mempersiapkannya untuk rencana jahatnya.

Terpopuler

Comments

Adnan Garendra

Adnan Garendra

si layla jadi korban? terus pelaku aslinya siapa?

2024-02-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!