04

Semua siswa kembali belajar seperti biasa meskipun mereka dipenuhi dengan rasa takut karena penemuan lukisan aneh tersebut.

Wali kelas datang dan berkata, "Maaf mengganggu waktu belajar kalian, aku hanya ingin mengatakan sesuatu. Orang tua John menelepon aku dan mengatakan bahwa John hilang sejak kemarin. John pergi ke sekolah kemarin, kan? Orang tuanya mengatakan bahwa John tidak pulang sampai sekarang. Apakah ada orang yang bersama John kemarin?"

Kata-kata wali kelas segera menimbulkan kecurigaan semua orang. Seorang siswa angkat bicara, "Ya, saya melihat John kemarin. Saya pikir dia meninggalkan sekolah sekitar tengah hari. Dia bilang dia ada urusan, tapi saya tidak tahu apa."

Liam bertanya kepada Jay, "Siapa John? aku belum mengenal semua siswa di sini."

"John adalah murid nakal di kelas kita, orang yang memukulmu kemarin karena kamu tidak sengaja menyikutnya di kantin. Apa kamu ingat itu?" Jay menjawab.

Liam mengangguk mendengar penjelasan Jay, mengingat kejadian yang terjadi saat makan siang sehari sebelumnya. Ia juga ingat siswa yang ditabraknya, yang membalas dengan kekerasan.

"Ya, aku ingat itu kemarin. Aku tidak tahu namanya John."

Jay mengangkat tangannya, "Saya juga terakhir kali melihat John di kantin, setelah itu dia tidak terlihat lagi."

Semua orang di kelas tampak khawatir, mengetahui bahwa situasi ini menjadi semakin serius. Guru berbicara lagi, mengajukan lebih banyak pertanyaan.

"Apakah ada yang tahu ke mana John pergi setelah dia meninggalkan kantin?"

Semua siswa menggelengkan kepala, tidak dapat mengingat informasi lebih lanjut tentang mengapa John meninggalkan kantin atau ke mana dia pergi selanjutnya. Jelaslah bahwa tidak ada yang tahu ke mana dia pergi, sebuah fakta yang hanya menambah keprihatinan dan kekhawatiran di kelas.

Wali kelas terlihat sangat khawatir, dia menghela napas. "Baiklah anak-anak, jika kalian memiliki informasi tentang John, beritahu aku ya?"

Semua murid setuju dan mengangguk dengan suara bulat, memahami keseriusan situasi. Mereka semua tahu bahwa mereka harus waspada untuk mencari petunjuk atau informasi tentang John.

Bel berbunyi menandakan pergantian jam pelajaran. "Hei, sekarang jam pelajaran olahraga, kan?" Liam bertanya pada Jay.

Jay mengangguk setuju, "Ya, sudah waktunya untuk olahraga. Ayo, kita bisa terlambat kalau tidak cepat-cepat."

Mereka pun segera meninggalkan kelas, bergegas menuju lapangan sebelum terlambat.

Mereka berjalan menuju lapangan olahraga, di mana guru olahraga mereka sudah menunggu. Kelas dengan cepat berbaris di depan guru olahraga, dengan semua orang dalam keadaan siap. Seperti biasa, guru olahraga memulai pelajaran dengan memberikan instruksi untuk melakukan pemanasan.

Guru olahraga memastikan bahwa para siswa menyelesaikan rutinitas latihan dengan benar, mengoreksi setiap kesalahan atau kekeliruan di sepanjang latihan. Semua orang fokus pada pemanasan, dan tidak ada yang memikirkan lukisan misterius atau teman sekelas yang hilang.

Setelah pemanasan rutin selesai, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok untuk sisa sesi. Beberapa kelompok bermain sepak bola, yang lain bermain bola voli, dan yang lainnya bermain bola basket. Semua orang fokus pada permainan mereka, memberikan upaya terbaik mereka dan melupakan situasi aneh yang terjadi.

Setelah menyelesaikan kelas olahraga, Jay, Liam dan Aurel duduk di bangku untuk beristirahat. Liam teringat akan lukisan misterius itu dan berkata, "Aku sangat penasaran siapa yang memasang lukisan itu di kelas kita."

Jay dan Aurel mengangguk, menunjukkan rasa ingin tahu mereka juga. "Ya, siapa yang menaruh lukisan itu di kelas kita benar-benar aneh." Jay melanjutkan, "Kita masih tidak tahu siapa yang melakukan ini."

"Aku sangat menyukai karya seni seperti lukisan, tapi saat aku melihat lukisan misterius itu aku menjadi takut." Kata Liam.

Aurel menganggukkan kepala, setuju dengan pernyataan Liam. "Lukisan itu sangat aneh, aku rasa siapapun yang melihatnya akan ketakutan. Aku hanya berharap polisi bisa memecahkan kasus ini dan menemukan siapa yang menaruh lukisan itu di sana."

Tiba-tiba, teman Aurel yang bernama Grace datang dan menghampiri mereka. "Aurel, bisa temani aku ke toilet? Tolong???" Grace memohon kepada Aurel.

Aurel terkejut dengan permintaan yang tiba-tiba itu, tapi ia segera menyetujuinya, karena ia tahu bahwa temannya pasti punya alasan yang kuat untuk meminta. "Baiklah, aku akan ikut denganmu."

Aurel bangkit dan berjalan bersama Grace untuk ke toilet. Saat mereka melewati lapangan, Grace tiba-tiba tersandung. "Ah, ini benar-benar sakit."

Aurel dengan cepat bergegas ke sisi Grace, dan membantunya berdiri. "Kamu tidak apa-apa? Apa sakit sekali?" Ia bertanya dengan nada khawatir, berharap temannya tidak terlalu terluka.

"Aku baik-baik saja. Apa yang membuat aku tersandung?" Grace berdiri dan memeriksa apa yang membuatnya tersandung. Mata Grace membelalak kaget dan ia segera melangkah mundur ketika melihat tangan muncul dari semak-semak.

"Aurel... apa itu? Kenapa ada tangan di sana..." Kata Grace dalam ketakutan.

Mata Aurel pun terbelalak melihat tangan di semak-semak itu. Dia segera melangkah mundur, merasakan rasa takut dan ngeri yang tiba-tiba.

Ia menatap Grace, yang terlihat sama takutnya dengan dirinya.

"A-aku tidak tahu." Aurel berkata, suaranya goyah karena ketakutan.

Grace memberanikan diri untuk maju perlahan dan memeriksa semak-semak. Ketika dia membuka semak-semak, mereka berdua terkejut melihat mayat dalam kondisi yang mengerikan. Mayat tersebut tidak memiliki kulit di bagian wajahnya seperti ada yang mengambil kulitnya.

"AHHHHHH, APA ITU?" Grace berteriak.

Aurel berteriak ngeri, jantungnya berdegup kencang. Ia menutup mulutnya karena terkejut, karena ia tidak dapat memahami situasinya.

Tubuh tanpa kulit wajah itu adalah pemandangan yang mengerikan, dan mereka berdua tertegun dalam keheningan.

"A-apa itu?" Aurel akhirnya bertanya, suaranya bergetar dan dipenuhi rasa takut.

Semua siswa yang masih berada di lapangan langsung terkejut mendengar teriakan Grace, mereka pun menghampiri, termasuk guru olahraga. "Ada apa? Kenapa kamu berteriak?" tanya sang guru.

Grace menunjuk ke arah mayat tersebut, dan guru olahraga itu membeku karena terkejut. Pemandangan tubuh tanpa kulit wajah itu membuat guru tersebut merinding, dan dia segera mundur.

"Panggil polisi. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja." Dia meraba-raba ponselnya, menelepon pihak berwajib untuk datang ke tempat kejadian.

Jay dan Liam, yang masih duduk di bangku, terkejut mengapa orang-orang berkumpul. "Haruskah kita pergi ke sana? Aku penasaran." Kata Jay.

Liam mengangguk, setuju untuk pergi bersama Jay. Mereka berdua berjalan menuju tempat kerumunan orang itu, dan mata mereka terbelalak kaget dengan apa yang mereka lihat. Mereka melihat tubuh korban, dan para guru serta siswa lain berkumpul di sekitarnya.

Liam segera melangkah mundur dan menutup mulutnya. "Rasanya ingin muntah saat melihatnya."

Jay juga melangkah mundur saat melihat pemandangan mengerikan itu, wajahnya memucat dan dia merasakan gelombang mual menyelimutinya. "M-menjauhlah dari sana, itu sangat menjijikkan." Kata Jay, berbicara dengan suara bergetar saat dia berusaha untuk tidak muntah karena melihat tubuh itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!