Selain mencuci peralatan makan dan dapur, Adijaya juga diajari memasak. Walaupun umumnya itu adalah pekerjaan perempuan, tapi untuk kelancaran pelayanan boleh-boleh saja lelaki juga memasak. Bukankah banyak juga lelaki yang jago masak? Berbagai macam minuman, Ginggi alias Adijaya juga diberikan cara membuatnya.
Walaupun dia mulai betah dengan pekerjaannya, tapi tetap saja perasaan Adijaya masih was-was. Ayah bersama komplotannya pasti masih mencari-cari dia. Untuk itu dia selalu waspada. Selalu memperhatikan setiap pengunjung kedai yang datang. Siapa tahu ada ayahnya atau komplotannya atau bisa juga mereka berlima.
Perasaan cemas itu seketika berubah menjadi takut ketika Adijaya disuruh mengantarkan pesanan seseorang ke tempatnya duduk. Begitu meletakan hidangan...
"Adijaya!"
Anak ini tersentak, hampir saja hidangan yang dibawanya tumpah. Tanpa basa-basi lagi dia langsung ambil langkah seribu.
"Hei, tunggu!" seru orang itu yang ternyata adalah Darpa, salah satu anggota Lima Begal Cakrageni.
Seketika Darpa juga langsung menghambur mengejar buruannya. Sariti yang melihat dari tempatnya tampak heran. Kenapa anak itu lari? Kenapa orang itu memanggil nama Adijaya, bukan Ginggi? Apa sebenarnya Ginggi itu nama palsu? Ah! Belum terpikirkan karena dia melihat anak itu telah hilang dari pandangannya.
Rasa takut yang amat besar membuat Adijaya tak peduli keadaannya. Dia lari ke arah hutan menerjang semak belukar yang rimbun. Gerakannya terasa berat seperti ada sesuatu yang membebani kakinya.
Di saat seperti ini baru terpikirkan kenapa dia tidak punya ilmu silat yang bisa meringankan tubuh sehingga dia bisa lari dengan cepat. Dulu dia tidak mau diajari ilmu silat oleh ayahnya, karena mengira kepandaiannya akan digunakan untuk merampok.
Adijaya terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Tidak hanya lurus, tapi juga bulak-belok dengan maksud mengecoh pengejarnya.
"Kau tak kan bisa kemana-mana, Adijaya!" teriak Darpa.
Suaranya terdengar keras seperti berada dekat di belakang, tapi anak ini tak mau menoleh. Tak mau lengah sedikit pun. Dia sudah lupa Sariti, kedai, dan pekerjaan yang sudah dia geluti selama satu purnama ini. Yang ada dalam benaknya sekarang adalah selamat dari kejaran Darpa. Dan mudah-mudahan hanya dia sendiri yang mengejar.
"Kau akan tertangkap, sebentar lagi ayahmu dan kawan-kawan yang lain akan menangkapmu!"
Darpa terus menakut-nakuti anak itu agar hatinya lemah lalu menyerah.
Tapi Adijaya tak gentar. Meski tenaga semakin terkuras, dia tak mau menyerah. Dadanya terasa sesak, tenggorokannya panas. Persendian di kakinya ngilu dan goyah. Larinya mulai limbung. Pandangan pun mulai temaram.
Namun, anak ini masih diberikan keberuntungan. Saat tubuhnya tak mampu lagi bergerak dan terjatuh. Dia terjatuh tepat satu langkah di depan seorang pemuda berbadan tegap, tinggi dan tampan.
Sejauh lima tombak di depan sana, Darpa berhenti mengejar. Anggota Lima Begal Cakrageni ini memperhatikan pemuda gagah yang sepertinya sengaja menghadang.
Pemuda kira-kira berumur dua puluh lima tahun memilik rambut hitam lurus panjang hingga melewati bahu, diikat kepala bercorak batik. Sorot matanya tajam mengandung wibawa. Wajahnya yang tampan itu polos tanpa kumis dan cambang. Bajunya sejenis rompi tanpa kancing warna putih memperlihatkan dada yang bidang dan perut yang berotot. Di bagian bawah, celana pangsi hitam dibelit kain pinggang bercorak batik.
"Dia keponakanku!" tunjuk Darpa ke arah Adijaya yang tersungkur pingsan.
"Oh, ya!" seru pemuda ini sedikit senyum. "Tapi sepertinya dia ketakutan, seperti dikejar penculik,"
"Ini urusan keluarga, sebaiknya kau jangan ikut campur, Arya Sentana, Pendekar Tinju Dewa!" Darpa menyebut nama dan gelar pemuda di hadapannya.
Arya Sentana tersenyum tenang. "Urusan keluarga atau begal Cakrageni?"
"Keparat! Aku tidak mempunyai banyak waktu dan urusan denganmu!"
Darpa bergerak hendak mengambil Adijaya yang masih tergeletak pingsan. Namun, dua langkah lagi tiba-tiba angin kesiur menghantam dadanya. Beruntung anggota Lima Begal Cakrageni ini segera meliuk sehingga tendangan menyamping yang dilancarkan Arya Sentana mengenai tempat kosong. Hanya tendangan tipuan untuk melindungi Adijaya.
Selanjutnya Arya Sentana melompat kembali menyerang Darpa. Mendesak mundur agar menjauh dari sosok Adijaya. Ada sedikit kekhawatiran di benak Pendekar Tinju Dewa ini, yaitu anggota Begal Cakrageni yang lain bisa saja membokong dan menangkap anak itu.
Tapi sampai sepuluh jurus berlalu belum juga muncul komplotan begal ini. Arya mengira kawanan begal ini tengah melakukan perampokan, mungkin kepada satu keluarga. Kemudian anak dari keluarga itu melarikan diri dengan membawa sesuatu yang berharga. Terus dikejar hingga akhirnya pingsan di hadapannya.
Jadi sebelum kawan-kawan begalnya datang dia harus menyelesaikan pertarungan ini lalu menyelamatkan anak malang itu.
Darpa sudah mengeluarkan ilmu andalannya, Cakrageni tingkat ke lima. Hanya itu yang baru dicapainya, dua tingkat dibawah pimpinannya, Gandara yang sudah mencapai tingkat tertinggi. Ilmu yang memusatkan tenaga dalam pada tangan dari siku hingga ke jari-jari yang membentuk cakar. Setiap gerakannya menghembuskan angin padat yang menyayat kulit.
Tapi yang dihadapi Darpa adalah Pendekar Tinju Dewa. Sesuai namanya, jurus-jurus yang dilancarkan mengandalkan tinju dari kepalan tangan. Saat ini Arya Sentana menggunakan jurus Pukulan Dewa Tunggal. Gerakannya lentur tapi gesit. Orang mengira gerakan itu lembek seperti jurus untuk perempuan. Tapi bila pukulannya mengenai sasaran, dampaknya akan dahsyat sekali. Batu sebesar kerbau pun akan hancur.
Satu kesalahan yang dilakukan Darpa adalah menghadapi lawannya sendirian. Padahal ilmu atau jurus yang dia andalkan untuk diperagakan secara berkelompok. Sialnya dia hanya sendirian. Teman-temannya masih berpencar mencari Adijaya. Tak menyangka ketika berhasil menemukan anak pimpinannya ini malah harus berhadapan dengan pendekar yang sudah menorehkan namanya di dunia persilatan.
Lama kelamaan anggota Begal Cakrageni ini terdesak. Cakarnya sering digunakan untuk menangkis atau menghalau serangan lawan. Setiap benturan membuat tenaganya terkuras. Tenaga dalam lawan ternyata lebih tinggi beberapa tingkat darinya. Hingga akhirnya...
Dessss!
Brukk!
Karena gerakannya semakin melambat, Darpa melakukan tindakan nekad ketika satu pukulan dahsyat mengarah ke wajahnya. Dia menjadikan dua cakarnya sebagai tameng menghalau pukulan lawan. Karena tenaga lawan lebih kuat akibatnya tubuh Darpa terpental tujuh tombak kebelakang lalu jatuh bergulingan.
Dua telapak tangannya retak, merembet ke tulang tangan hingga siku bahkan tulang bahunya sampai lepas dari tempatnya. Lebih parah lagi tenaga dalam yang menghantam serasa meremukan isi perutnya. Kini tubuhnya lumpuh juga terasa terbakar di dalam. Darpa mengerung menahan sakit yang tiada tara.
Arya Sentana menghampiri tubuh Adijaya yang masih pingsan. Lalu dia menggendongnya dipundak kanan. Sekali lihat saja dia sudah tahu anak ini tidak memilik kepandaian silat. Dia hendak membawa anak itu ke padepokan Linggapura tempat dia menuntut ilmu dari kecil hingga menjadi seorang pendekar pilih tanding.
Semoga saja gurunya Ki Ranggasura mau menerima anak ini sebagai murid.
Bagaimana nasib Adijaya selanjutnya?
Jika berkanan jadikan cersil ini pavorite.
Salam...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
Jimmy Avolution
Ayo...ayo...
2022-05-20
0
Bayu Ajay
gss
2021-06-18
4
LORD WIDIONO
cerita2 nusantara yg kyk gini yg dicari lbh bagus critanya tkohnya gk tkoh2nya nama2 cina semua... lanjut thor
2021-02-14
1