RUMAH SAKIT

Gilang dan Mila tiba di rumah sakit, mereka langsung menuju ke ruang Unit Gawat Darurat, yang terletak tak jauh dari tempat mereka memarkirkan mobil.

Dari kejauhan mereka sudah melihat Bu Riris mamahnya Gilang, yang duduk di depan UGD wajahnya tampak cemas.

Mila berlari mendekat, " Mama " dia menangis dan memeluknya.

"Gimana nenek, mah?" tanya Mila yang masih berada dalam dekapan.

Gilang berdiri di samping mereka, menepuk nepuk pundak Mila, untuk menenangkannya.

"Sabar ya sayang, dokter lagi periksa" Bu Riris memberi penjelasan, dia melepaskan pelukan lalu menghapus air mata diwajah Mila dengan tangannya. Dia memang sangat menyayangi dan sudah menganggap Mila seperti anak kandungnya.

Neneknya Mila dulu bekerja sebagai ART di rumah keluarga Gilang, setelah meninggalnya anak dan menantu. Sehingga sehari-hari Mila bermain di rumah itu.

"Keluarga atas nama Ny Marinah?" suara suster mengejutkan mereka.

"Iya sus" Mila, Gilang dan juga Bu Riris kompak menghampiri suster yang memanggil itu.

"Dokter ingin bicara, siapa diantara kalian Walinya? tanya suster itu, dia melihat ketiga orang didepannya itu secara bergantian, menunggu jawaban.

"Kami bisa masuk semua kan suster? kami semua keluarganya" pinta Gilang memohon.

Suster itu mengiyakan, kemudian mempersilahkan ketiganya masuk.

" Gimana kondisi nenek saya, Dok?" tanya Mila pada sang dokter.

"Begini kondisi pasien saat ini lemah, pasien mengalami gagal jantung. Dia harus di masukkan ke ruang ICU" jelas dokter itu yang membuat Mila kembali menangis.

Mila menoleh pada Bu riris dan Gilang "Lakukan saja dokter kalau itu memang yang terbaik !!" kata Bu Riris menyetujui.

Setelah menandatangani surat persetujuan, suster langsung menyiapkan ruangan sebelum akhirnya sang nenek dibawa ke ICU.

Hari semakin gelap, waktu menunjukkan pukul 5 sore. Mila baru saja kembali dari mushola setelah melaksanakan shalat ashar.

Mila melihat Syakila, Hans dan Juga Joko yang sedang mengobrol dengan Gilang di ruang tunggu, sepertinya mereka baru saja tiba.

Sedangkan Bu Riris yang di jemput Pak Harja, ayahnya Gilang, pamit pulang, untuk membersihkan tubuhnya yang lengket karna keringat.

Mila berjalan menghampiri para sahabatnya, namun langkahnya semakin lama semakin melambat, air matanya kembali membendung, Syakila yang melihatnya langsung bergegas menghampiri, kemudian memeluk erat.

Tanpa mengatakan apa-apa Syakila terus mengusap punggung Mila, tak terasa air matanya jatuh juga, tak tega melihat kondisi Mila saat ini.

"Gua takut Kila, gua belum siap...." kata-kata Mila menggantung...tangisnya semakin kencang.

"Jangan begitu Mila, kita berdoa aja yaaa, minta yang terbaik buat Nenek !"

Joko menghampiri mereka, diikuti Hans dan Gilang.

"Kan gua dah bilang Mil, lu tuh kalo nangis jelek banget, liyat noh idung lu merah kayak badut !!" ucap Joko yang mendapat sikutan dari Hans.

"yaaaaaaah, gak ada kata2 lain apa buat hibur gue?" Mila memukul lengan Joko tanpa melepaskan pelukannya sambil tersenyum kilas.

"Udah jangan nangis terus, ingusnya tuh elap dulu" Gilang menyodorkan sapu tangan, mila melepaskan pelukan, kemudian meraih sapu tangan dari tangan gilang.

"Pake ini aja nih elapnya" Joko merebut hodie dari tangan Hans, lalu memberikannya pada Mila.

"Sial Lu" Hans merebutnya kembali, "Ori ni" menunjukkan merek pada Joko yang ada disebelahnya. Disambut tawa oleh yang lain.

Mila yang melihat tingkah konyol mereka ikut tertawa, namun masih tak bisa menyembunyikan raut sedih di wajahnya.

Hans memperhatikan tingkah Mila, kemudian mendorong bahunya pelan "Udah dong Mil, kan kita disini"

"aaaaaaah" Joko melebarkan tangannya, hendak memeluk mereka.

Namun Kila mengangkat tangan kanannya menyuruhnya berhenti. "Jangan ngambil kesempatan dalam kesempitan"

Joko menghentikan langkahnya, "eh iya ada bini orang, lupa gue"

Kila menggelengkan kepalanya, tersenyum kemudian menoleh pada Mila, tangisnya mulai reda.

"Kamu sudah makan Mila? aku bawa nasi padang, makan dulu yaa !!" pinta Kila, kemudian mengambil bungkusan yang dia tinggalkan di bangku.

"Kita kebagian juga nih?" Tanya Joko sambil mengambil sebungkus nasi yang disodorkan Kila.

"Oh iya dong, aku gak mungkin lupa sama kalian, ini dari tempat biasa loooh" pamer kila.

"Suami lu gak keberatan nemenin gue disini?" tanya Mila khawatir.

"Enggak laaaah, tapi aku gak bisa nemenin ampe malem ya mil !! Nanti mas Zikri jemput aku sekalian pulang kerja" Kila berhenti sejenak "Gak apa-apa kan? Aku titip ama kalian aja yaaaa" sambung Kila sambil mengarahkan matanya ke arah ketiga pemuda yang ada di depannya.

"OK siiip" Jawab ketiga pemuda itu.

***

Selepas sholat Maghrib, Kila yang di jemput oleh Suaminya izin untuk pulang.

Di sudut lorong ketiga pemuda itu berdiskusi menentukan siapa yang malam ini menemani Mila.

"Malam ini dan lusa gua gak bisa, besok pagi gue ada meeting di Luar Kota" Gilang memulai obrolan.

"Yaudah gue aja sama Joko" ucap Hans kemudian.

"Ok, gue telpon si Silvi dulu yah" Joko hendak mengeluarkan Hp dari sakunya, tiba-tiba tanganya dicegah Mila.

"Lu pergi aja Jok, gue tau lu udah ada janji malem ini sama pacar lu"

"Aaah masa lu lagi kayak gini gua malah ke party sih, udah gpp santai diamah" elak Joko.

"Hemmmm, jangan kayak gitu gpp kok beneran, kan udah ada Hans"

"Serius Lu?"

"Iya lu kan udah janji dari jauh2 hari, lagian gue tau kok kalian semua peduli sama gue, hemmm kalopun kalian gak sama gue atau lagi party sekalipun pasti lu gak bakal berhenti mikirin gue yang imut-imut ini...iya kan?" Mila menampilkan senyum imutnya, dan mengedip-ngedipkan matanya.

"Imut? Amat kali ah" kata Joko tak terima.

"Huh dasar bocah" Gilang mengacak rambut gadis itu tetapi kemudian malah meneloyor kepalanya, gadis itu memasang wajah cemberut.

Mereka tersenyum melihat tingkah Mila, namun sebenarnya mereka juga paham bahwa Mila sedang menyembunyikan rasa sedihnya.

Dengan banyak perdebatan akhirnya hanya Hans malam ini yang menemani Mila.

Hans dan Mila duduk di lorong rumah sakit ditemani dengan banyak sekali makanan dan juga cemilan yang sempat diantarkan oleh Bu Riris.

Bu Riris sebenarnya ingin ikut menemani tapi dilarang oleh Mila, dengan berat hati akhirnya Bu Riris kembali pulang dan hanya meninggalkan tas yang berisi penuh dengan makanan

Mila dan Hans melewatkan malam yang dingin itu dengan berbincang-bincang, menceritakan apa saja yang bisa diceritakan.

Hans memang mempunyai kepribadian yang hangat, jadi dia seperti kakak buat Mila. Sehingga diapun dijadikan tempat curhat.

"Lu enggak ngabarin cowok lu?" tanya Hans.

"Gue g tau mesti ngabarin hal kayak gini apa enggak?"

"Loh kok gitu?" tanya Hans lagi, Mila menghela nafas kasar.

"Masih kan Lu?" Hans sangat penasaran dengan hubungan sahabatnya itu.

"Entahlaaaah, gue agak gak ngerti ama sifatnya, dia aja gak pernah telpon or ngirim pesan"

"Lu duluan dong yang ngabarin"

"Udah sering lah tpi kebanyakan gue dicuekin, lagian juga kayaknya enggak ada masa depan ?"

"Kenapa?"

"Orang tuanya aja g setuju, Lu tau kan dia aja diem pas Ibunya ngehina gue dulu" jawab Mila, dia mengingat kembali saat dia tidak sengaja bertemu dengan ibu dari kekasihnya itu.

Terpopuler

Comments

Dinda Natalisa

Dinda Natalisa

Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.

2021-03-10

1

🌹phîâ♏ķhûñýíĺ🕊🕊

🌹phîâ♏ķhûñýíĺ🕊🕊

jdi pengin punya sahabat kek mereka😉

2020-11-07

1

UmyMinatoen Soethisna

UmyMinatoen Soethisna

persahabatan yg keren

2020-04-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!