Bab 17

Puisinya layak di bacakan atau tidak. Mitha melihat itu di sepasang mata Adrian. Dan saat sepasang matanya bertatap dengan Adrian. Mitha segera melemparkan pandangan nya kembali ke kertas yang berisi puisinya..

"Puisinya sangat indah, apakah kamu yang membuatnya sendiri? "

Mitha hanya menggunakan sebagai jawabannya. Dan kata kata itulah yang di tunggu oleh dirinya sehingga berani membacakan puisi yang berikutnya.

"Aku lihat ada satu lagi puisinya, lanjutkan membacanya, aku tidak sabar melihat wajahmu yang manis itu larut dalam kata kata yang ada dalam setiap bait puisi yang kamu bacakan. "

Kata kata yang di ucapkan Adrian berhasil membuat wajah Mitha memerah dan juga menjadi gugup, dan Mitha ingin berhenti membacakannya.

Mitha tersipu dengan perkataan Adrian, sehingga membuat sepasang pipi Mitha memerah, dan bibirnya tersenyum simpul. Lalu mengambil nafas serta mengatur detak jantungnya yang semakin berdetak kencang membuat Mitha semakin gugup.

Rita berjalan ingin menghampiri mereka berdua membawa dia cangkir namun langkahnya terhenti. Tangannya bergetar ketika melihat Adrian sedang menatap Mitha dengan mesra. Niatnya ingin ke teras balkon dan berbincang dengan Adrian minum teh berdua, namun langkahnya terhenti karena melihat Adrian sedang berdua dengan Mitha. Dirinya sangat kecewa, saat melihat kejadian itu.

Rita sangat tidak ingin melihat kejadian itu, namun saat dirinya akan membalikkan badan, Adrian sudah melihat kehadiran nya, sehingga tidak mungkin baginya untuk kembali, walaupun dirinya merasakan kekecewaan.

Akhirnya Rita berjalan mendekati Adrian dan Mitha lalu memberikan dia cangkir teh itu untuk mereka berdua.

"Aku bawakan teh untuk kalian berdua, mungkin kalian merasa haus. " ujar Rita menutupi kegalauan hatinya.

"Rita coba kamu dengarkan puisi yang di buat oleh Mitha terdengar sangat indah sekali, sangat enak di dengar. "

Rita hanya tersenyum, dirinya sadar karena selama ini tidak pernah bisa membuat puisi.

Dengan rasa yang terpaksa, Rita mengikuti apa yang di inginkan Adrian, walau hatinya sedikit tersayat setiap kali bibir Mitha meluapkan kata kata puisinya. Rita melirik ke arah Adrian yang terlihat sangat antusias mendengarkan puisi yang di bacakan oleh Mitha.

Adrian begitu menikmati ekspresi di wajah Mitha. Rita sangat merasa kesal dengan Adrian yang tidak mempedulikan kehadirannya.

"Hari sudah sore, aku pulang dulu" ujar Rizky.

"Aku ada acara pernikahan nanti jam tujuh. Aku jadi ingat apa yang dikatakan pak Gunawan yang mengatakan kalau semua ini akan segera berakhir. Setidaknya ada harapan untuk kita bernapas dengan lega, setidaknya membuat kita cukup tenang, walau hanya sementara, dan aku semoga semuanya selesai. "

Akhirnya Rizky pulang lebih dulu dibandingkan dengam yang lain. Sedangkan Rido dan Dino mereka memilih menetap di sana, karena memang itu sudah kebiasaan mereka, apalagi kalau mereka sedang banyak tugas bisa meminjam laptop milik Mitha yang dengan senang hati meminjamkan laptop nya pada kedua temannya.

Mitha mempersilakan temannya yang akan tinggal di ruko miliknya, karena Mitha merasa ada teman sehingga tidak kesepian, sedangkan kedua orangtuanya berada di luar negeri.

Adrian memutuskan untuk pulang juga, di ikuti oleh Rita.tapi lagi lagi Mitha mengubur dalam dalam perasaannya terhadap Adrian yang akan membuatnya semakin tersiksa. Mitha melemparkan perasaan nya jauh jauh. Dirinya ingin berdamai dengan perasaannya. Dan berusaha untuk melupakan Adrian. Jangan sampai Rita terluka karena dirinya.

Tapi lagi lagi Mitha mengubur dalam dalam perasaannya terhadap Adrian yang akan membuatnya semakin tersiksa. Mitha melemparkan perasaan nya jauh jauh. Dirinya ingin berdamai dengan perasaannya. Dan berusaha untuk melupakan Adrian. Jangan sampai Rita terluka karena dirinya.

Di dalam kamar, Rita sedang mencoba membuat puisi, Rita ingin agar Adrian bisa mendengarkan puisinya sama seperti saat Adrian mendengarkan puisi milik Mitha.

Entah sudah berapa lembar kertas yang di lemparkannya dan di lemparkannya lagi kertas itu ke bawah tempat tidurnya.

Rita melemparkan nya lagi, kali ini tidak hanya kertas saja yang dilemparkan nya tapi pulpen juga.

Walaupun berkali kali gagal, namun Rita tetap saja belajar membuat puisi seperti Mitha, tetapi semakin keras belajar membuat puisi, tetapi Rita tidak bisa melakukan nya.

Setelah lelah berpikir, gadis itu bersandar di dinding kamar sembari memeluk teddy bear nya.

Ya, Rita sangat suka sekali dengan boneka walaupun usianya sudah matang namun tidak menghalangi nya untuk menyukai boneka.

Siapapun yang masuk ke dalam kamarnya pasti akan menyimpulkan demikian ketika melihat begitu banyak boneka di dalam kamarnya yang di tata rapi di dalam lemari kaca yang cukup besar dan juga di atas tempat tidurnya.

Rita mengambil ponselnya kemudian meletakkannya lagi. Malam ini dirinya merasa sangat gelisah. Masih merasa jengkel dengan kejadian di tempat Mitha tadi.

Membayangkan wajah Adrian yang begitu sumringah yang sedang mendengarkan puisi yang di bacakan oleh Mitha, rasa benci menjalari hatinya.

Di ambilnya kembali ponsel yang ada di atas tempat tidur kemudian di letakan kembali. Ingin rasanya mendengar suara Adrian yang terasa merdu di telinganya.

Tapi takut kalau nanti Adrian akan terganggu jika di telpon. Lebih dari rasa itu, dirinya masih marah terhadap Adrian.

Rasa marah dengan alasan yang menurut kesadaran dan kekecewaan nya sendiri, sesuatu yang tidaka beralasan. Dalam diam Rita termenung memikirkan perasaannya terhadap Adrian dan juga kecemburuan nya terhadap Mitha.

Saat pikiran nya sedang berkutat dengan kecemburuan dan juga kemarahan, ada sebuah notifikasi pesan di ponselnya, Rita berharap kalau yang mengirimkan pesan itu Adrian yang saat ini sedang berada dalam pikiran nya.

Di bukanya aplikasi hijau tersebut, ternyata hanya sebuah emoji tersenyum saja, Rita merasa aneh siapa yang mengirimkan pesan tersebut karena tidak ada namanya dan foto profilnya juga kosong.

Pesan tersebut tidak hanya di kirim satu kali saja, namun sampai beberapa kali. Dan isi pesanya hanya emoji saja.

Hal itu membuat Rita sedikit takut, dan merinding karena merasa ada sesuatu yang meraba leher belakang nya. Tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai bercucuran,

"Semua ini sudah berakhir dan tidaka akan ada korban lagi. " ucapnya dalam hati yang sedang di liputi rasa takut.

"Tidak mungkin, ini tidak mungkin terjadi lagi. Pak Gunawan sudah mengusir hantu itu. Kamu jangan takut Rita, kamu harus kuat. " ucapnya pada diri sendiri.

Pandangan matanya melihat ke sekeliling kamar yang di penuhi boneka, namun sampai berkali-kali di lihatnya tidak menemukan hal yang ganjil.

Terlihat jendela kamarnya masih terbuka sehingga membuat kelambu kamar nya berkibar di tiup angin. Kemudian berjalan menutup jendela.

"Ini penyebab nya, aku lupa menutup jendela. "

"Lupa? "

Tapi sejak kapan dirinya lupa menutup jendela?

Ah tidak, memang lupa menutup jendela dan mungkin memang lupa tadi tidak menguncinya, Rita berpikir seperti itu agar tidak terlalu takut.

Mungkin memang dirinya lupa karena masih saja merasa kesal dan kecewa terhadap Adrian. Sehingga lupa kalau jendela kamar belum di kunci. Itu adalah salah satu alasan yang logis, pikirnya lagi.

Kemudian bangkit dari duduknya, Rita merasa ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang terdengar jelas di telinganya yang berasal dari kolong tempat tidurnya.

...****************...

Bersambung......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!