Bab 6

Suasana di tempat tenda utama terasa sangat dingin, karena perkataan Adrian seolah menantang para dedemit penghuni hutan tersebut. Seketika suara angin kencang . Suara dedaunan yang tertiup angin semakin menambah suasana semakin mencekam.

Beberapa peserta ada yang ketakutan, ada pula yang santai menanggapi suasana yang tiba tiba saja ada angin kencang.

Namun hal itu tidak membuat Adrian berhenti membahas masalah hantu. " Apa kalian masih takut dengan hantu? " sebuah pertanyaan yang seharusnya tidak di pertanyakan.

Adrian sangat ketua pelaksana diklat, memandang ke semua peserta diklat dengan tatapan mantap. Jumlah peserta yang sepakat dengan dirinya bertambah banyak. Mereka seperti tidak lagi dengan hantu, itu yang terlihat oleh Adrian, namun tidak tahu dengan hati mereka yang mungkin saja masih ketar ketir dengan masalah hantu yang masih di bicara kan oleh ketua diklat tersebut.

"Begini saja, coba kalian bayangkan kalau hantu hantu itu adalah hantu yang ramah, seperti Casper. Apa kalian bisa?"

Adrian melihat mereka sedang membayangkan, hantu yang ramah.

"Apa kalian masih takut?"

Beberapa peserta tersenyum. Dan senyuman itu di tangkap Adrian sebagai keberhasilan dalam memberikan persuasif.

Namun tidak bagi sebagian panitia lainnya yang berdiri di belakang barusan para peserta.

Para panitia menanggapi apa yang baru saja di katakan oleh Adrian adalah sebuah hal yang sangat tidak pantas di ucapkan di tengah hutan seperti sekarang ini.

Hal tersebut di rasakan salah satunya yaitu oleh seorang panitia yang di dadanya bertuliskan nama Prambudi.

Dirinya merasa kan sesuatu yang ganjil, begitu juga dengan teman di samping nya bernama Asrul.

Asrul yang saat melihat ke arah pucuk pucuk dedaunan itu merasa seperti ada ribuan mata yang sedang mengawasi kegiatan mereka saat ini.

Seperti nya mereka sedang mengawasi dirinya dan mungkin mereka menunggu saat yang tepat untuk memberikan sesuatu yang mengejutkan sekaligus menakutkan.

Para panitia yang merasa cemas tersebut hanya bisa berdiam diri saja seperti yang dilakukan oleh para peserta diklat yang lainnya.

Mereka yang ada di sana yang merasa takut hanya memiliki harapan semoga saja tidak terjadi apa apa selama kegiatan diklat berlangsung.

Sedangkan Ridho berdiri di samping Asrul tidak memikirkan apa apa, dirinya hanya menikmati acara yang sedang berlangsung saat ini.

Disaat yang lain mencemaskan perkataan Adrian tentang hantu, sedangkan Dudi masih sibuk membersihkan dirinya. Masih saja ada beberapa rumput atau daun kering yang masih menyelip di tubuhnya. Bahkan kembang pinus ikut menempel, ke empat temannya menganggap seolah tidak terjadi apa apa.

Athar memandang aneh pada Mitha yang tampak sangat serius mendengarkan Adrian yang sedang berpidato di depan para peserta diklat. Bahkan saat Athar ingin mencoba memanggilnya, namun Mitha masih tampak sangat serius dengan pandangan nya terhadap Adrian.

Athar bertanya pada dirinya sendiri apa sih menariknya Adrian sampai sampai Mitha terlihat sangat serius memperhatikan Adrian.

Athar mencoba melihat apa yang dilihat oleh Mitha pada diri Adrian. Bagi Athar, Adrian itu sangat membosankan, sama membosankannya dengan pohon pinus tempatnya bersandar.

Mitha memperhatikan Adrian seperti burung elang yang sedang mengitari mangsanya dari langit. Pandangannya sangat tajam.

"Mit.... Mitha....?" Athar mencoba menegur Mitha, tetapi tetap diam saja.

"Mitha... Mitha...!

Sampai beberapa kali namun Mitha tetap saja tidak mendengar.

" Mitha.... Di pundak kamu ada semut...! "

"Oh, hey...? " Mitha terlihat cukup kaget mendengar Athar memanggilnya.

"Ya, aku juga takut. " jawab Mitha sekenanya.

"Takut? Takut kenapa, kamu takut sama hantu juga? " tanya Athar. "Kita harus bisa membedakan antara firasat dan perasaan takut. " ujar Athar sambil mengambil semut yang ada di pundak Mitha.

"Maksud kamu apa......? '

" Maksud nya yaitu, kita ini panitia,, jangan sampai menunjukan hal hal yang memalukan di sini. " ujar Athar kembali.

Athar yang tidak mengerti apa yang sebenarnya apa yang ada di pikiran Mitha apakah dengan mencoba mencari perhatian dengan belagak sok tahu.

Namun Mitha sendiri saat ini tidak sedang mendengarkan apa yang di ucapkan Adrian, tapi lebih tepatnya sedang memperhatikan dan menatap wajah Adrian.

Setiap melihat wajah Adrian, dirinya seperti merasakan perasaan yang tidak dipahaminya setiap kali menatap wajah Adrian.

"Bukan masalah itu Thar, tapi aku benar benar merasakan sesuatu, Aku tidak bisa membohongi diruku sendiri. " ucap Mitha.

Athar hanya geleng geleng kepala mendengarkan Mitha berbicara.

"Mitha,, dalam keadaan seperti ini biasanya perasaan takut dalam diri kita lebih dominan daripada firasat kita. Keduanya terpisah atas batas yang sangat tipis. Dan situasi yang kelam seperti ini mendorong rasa takut untuk mempengaruhi firasat mu. " ujar Athar.

"That, kamu ngomong apa sih, aku nggak ngerti apa yang kamu bicarakan. " Mitha menjadi bingung karena merasa omongan Athar tidak sesuai dengan yang di rasakan nya saat ini

"Lah, kamu sendiri ngomong apa? " Athar balik bertanya.

"Sudah ah, rasanya nggak penting banget ngomong sama kamu, nggak nyambung. "

"Hei Mitha, lihat itu. " Ujar Athar mengalihkan perhatian setelah melihat tingkah Dudi yang jadi gatal gatal setelah kita kerjain tadi.

Mitha tidak peduli dengan apa yang tadi di katakan Athar, Mitha tetap memandang wajah Adrian yang menurutnya sangat mempesona, tampan, pintar dan tajir, sosok yang sangat sempurna menjadi seorang pemimpin.

"Sekarang, silakan kalian bisa kembali ke tenda masing masing dan gunakan waktu yang tersisa sebaik mungkin, bagu yang akan melaksanakan sholat maghrib berjama'ah sebaiknya segeralah untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu. " ucap Adrian kepada seluruh peserta diklat dan hal itulah yang membuat Athar kembali memperhatikan Adrian dengan wajah yang malas.

"Sok jago jadi seorang pemimpin. " Athar berkomentar lirih yang hampir tidak terdengar oleh siapapun.

"Kamu bilang apa tadi?" Mitha bertanya dengan nada jutek.

"Oh, aku nggak bilang apa apa, kamu salah dengar, aku hanya bilang kalau kakiku terasa pegal dari tadi berdiri terus mendengarkan pidato pak ketua. " ujar Athar ketus.

Malam sudah mulai gelap, para peserta diklat dan panitia sudah mulai melakukan tugasnya masing-masing.

Mitha, Athar, Naila dan keempat panitia yang lainnya sudah berjaga di pos ke tiga. Mereka memakai almamater sebagai panitia,, namun almamater kampus yang mereka pakai tidak di desain untuk situasi seperti malam ini yang terasa sangat dingin menusuk tulang.

Walaupun terasa sangat dingin,, almamater mereka lapisi dengan menggunakan jaket biar terasa hangat.

Karena udara di hutan ini dinginnya sangat tajam yang menusuk sampai ke rongga rongga kain yang menyebabkan tubuh mereka menggigil kedinginan.

Mitha menyilangkan tangan di dadanya, telapak tangan kirinya mengusap lengan kanan, begitu juga telapak sebelah kanan mengusap lengan sebelah kiri. Hal ini berbeda dengan Dudi yang menggunakan headset di sepasang telinganya.

Kata kata yang keluar dari sepasang bibir Dudi cukup menjelaskan kepada teman temanya yang berada u sebelahnya mengenai lagu yang sedang menggoyangkan kepala Dudi ke arah kiri dan kanan, Kadang sesekali menganggukkan kepalanya.

...****************...

Bersambung. ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!