Alena menatap jam tangannya. Sudah hampir satu jam ia menghabiskan waktu untuk berbincang dengan pria didepannya. Ia bosan setengah mati padahal pria didepannya adalah seorang dokter juga. Bukannya seorang dokter bisa mengajak lawan bicaranya nyaman? Alena terus menatap jam tangannya. Pria yang didepannya tersenyum samar. Ia mulai merasa tak nyaman.
“Kamu ada acara lain?”tanyanya sambil membetulkan letak kacamata.
“Sebetulnya iya sih, tapi gak papa kok.” Jawab Alena berbohong.
“Kita nanti bisa ketemu lagi. Lagian kamu nya gak tenang gitu."ucap pria itu
“Oke, makasih ya buat hari ini.” Jawab Alena cepat sambil beranjak dari duduknya. Pria didepannya hanya melongo melihat kepergian Alena.
Iapun pergi dari tempat itu dan langsung menuju restoran milik temannya. Firly yang membuat janji antara ia dan dokter itu. Firly hanya tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Alena. Iapun tidak menyangka jika salah satu kenalannya membosankan seperti itu.
“Kamu tau gak? Yang dia omongin pasiennya terus. Aku gak sanggup ly. Kita sama-sama dokter dan aku gak mau denger lagi tentang pasien, obat, rumah sakit, penyakit.. hah” Ucap Alena sambil menyimpan kepalanya dimeja.
“Minum dulu, minum dulu. Nanti aku cariin lagi buat kamu.” Jawabnya sambil menahan tawa. Bukan tanpa alasan ia lakukan itu. Karena pekerjaannya, Alena sulit mencari pasangan. Ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk anak-anak didik di wisma nya dan tentu saja pasiennya.
“Pengusaha gimana?Atau dosen?”
Alena hanya menatap Firly sambil menaikkan bahunya. "Cukup." jawabnya cepat.
Alena sudah meminta ijin dari rumah sakit khusus untuk acara ini. Dan ia juga harus membatalkan janji dengan para pasiennya. Namun sayang semuanya tidak berjalan lancar.
Ia melihat sekelilingnya. Restoran milik Firly lumayan penuh. Banyak anak muda yang senang berkumpul. Sepertinya ia memang harus pergi. Ia tidak mau mengganggu Firly dan bisnisnya. "Aku pulang."
"Loh, mau kemana?"tanya Firly. Ditangannya masih terdapat nampan berisi beberapa gelas. Alena tahu Firly sangat sibuk tapi ia masih sempat-sempatnya mencarikan pacar untuknya.
Alena berjalan ditrotoar. Untuk sampai halte bis membutuhkan waktu 15 menit. Ia menyimpan mobilnya dikontrakannya karena tadinya ia pikir akan diantarkan pulang. Namun ia malah pulang duluan. Ia tersenyum sambil menundukkan kepalanya.
Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut tak jauh darinya. Ia berlari menuju asal suara itu karena penasaran. Orang-orang itu berkumpul mengelilingi sebuah mobil sedan berwarna merah. Mungkin kecelakaan, pikir Alena. Karena penasaran, iapun melihat korbannya. Apakah sudah tertangani atau belum.
“Permisi..”ucapnya.
“Bawa kerumah sakit. Cepat, kasian,,” ucap salah satu dari mereka.
Terlihat oleh Alena seorang wanita berusia lanjut tengah menekan dadanya dan meringis kesakitan. Alena langsung mendekati wanita itu. “Permisi, saya dokter.” Ucapnya cepat. Iapun memeriksa secukupnya pada wanita itu. “Nenek, maaf bisa bangun dulu buat dipindah kebelakang.”ucapnya cepat. Wanita itu nampak kesulitan. Alenapun melihat kekiri dan kekanan. “Tolong bantu saya baringkan nenek ini dibelakang.”
Beberapa orang mencoba membantu membaringkan wanita itu dibelakang. Setelah dibaringkan, Alena mendekatinya dan menggenggam tangannya. “Nenek, nama saya Alena. Saya seorang dokter. Nenek harus percaya saya, nenek harus tenang. Saya bawa nenek kerumahsakit sekarang.Oke.. nenek kalo setuju cukup mengangguk.” Wanita itu mengangguk. Perasaan Alena pernah melakukan hal yang sama. Tapi ia tidak ingat kapan. Alena pun keluar dari mobil dan pindah kedepan. Ia menelpon seseorang. “Halo, dokter Radit hari ini jaga?”
“Ya, ada apa dokter Alena?”
“Saya bawa pasien dok. Tadi waktu dijalan saya liat ada wanita yang kesakitan dibagian dadanya. Kemungkinan kena serangan jantung.”
“Oke, langsung bawa kesini. Dokter Alena dimana?”
“Saya udah dekat dok. Sepuluh menit lagi sampai.”
Dokter Radit berjalan. “Oke, saya tunggu dipintu UGD.”
Ketika Alena sampai, dokter Radit sudah menunggu didepan UGD. Alena hanya melihat ketika dokter Radit memeriksa wanita itu. Wanita itu masih terlihat kesakitan.
”Hanya serangan biasa. Nenek itu lupa bawa obat. Tapi tunggu beberapa jam lagi nanti bisa pulang.”ucap dokter Radit. Alena lega mendengarnya. “Baik dok. Terimakasih.”
Alena menghampiri nenek itu. Wajahnya masih terlihat pucat. “Nek, kenapa bawa mobil sendiri?Nenek gak takut?” wanita itu menggelengkan kepalanya. “Ya udah, nenek istirahat dulu. Nanti beberapa jam lagi Alena antar pulang. Nenek mau saya hubungi keluarganya?”
Wanita itu menggelengkan kepalanya. Alena tersenyum. “Oke kalo gitu, nanti Alena antar aja ya. Sekarang nenek istirahat. Alena tunggu disini.”
Hampir dua jam Alena menunggu wanita itu bangun. Ia langsung mengurus administrasinya dan memang berniat mengantarnya. Ia membawa mobil wanita itu sekalian mengantarnya pulang. Ketika ia melihat rumahnya, ia terkejut karena wanita itu bukan seorang wanita biasa. Rumahnya berada dikawasan elit. Bukan hanya itu, ia memiliki pembantu beberapa orang. Mereka membantu wanita itu keluar dari mobil. “Kalau nenek masih kerasa sakit, nanti hubungi dokter Radit aja. Beliau spesialis jantung.”
“Terima kasih karena sudah mengantar. Masuk kedalam dulu.”ajak wanita itu.
Alena menggelengkan kepalanya. “Maaf nek, udah malam. Besok pagi saya ada janji dengan pasien.”
“Oke, terimakasih ya.”ucapnya.
Alenapun pamit. “Jaga kesehatan ya nek.”
Siska masuk kedalam rumah dengan dibantu oleh pelayannya. “Tolong panggil Dira kesini.” Ucapnya. “Pa Dira diluar negeri, nyonya.”jawab salah seorang pelayannya. “Tolong ambilkan handphone saya dimobil.” Ucapnya sambil masuk kedalam kamar. "Gara-gara anak itu, jantungku kambuh." ucapnya kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Sri Astuti
alena👍
2022-07-28
0
Sully Sumandag
auto fave
2021-05-05
0
❄️ sin rui ❄️
thor cerita nya kaya sih bagus tapi tulisan nya doang,, ampe keabisan napaa saya baca nya, kaga ada spasi sama kekali
2020-09-03
10