Mr. Mafia Is Mine
"Hidup penuh dengan Cerita.
Cerita mewarnai kehidupan.
Tentang fakta dan Realita. Yang membawa kata suram, duka dan bahagia sesungguhnya."
.
.
.
"Terima kasih dan silakan datang kembali!" seruan ceria gadis itu kala pintu besar terbuka lalu tertutup.
Tak lupa kedua garis bibir di angkat tinggi. Keramahan, senyum, dan kehangatan adalah nilai plus setelah kemewahan serta kenyamanan. Tentu saja rasa makanan yang enak, restoran mewah bergaya Jepang klasik adalah Restoran termewah dan termahal yang pastinya ada di Indonesia.
Terkenal dengan nama Restoran Ryokoro menyajikan cita rasa khas makanan Jepang. Para Koki yang memang berasal dari Jepang, begitu juga bahan makanan yang tersedia di dapur besar restoran.
Pelanggannya ada yang asli dari Jepang dan juga ada yang asli Indonesia. Dera tak peduli akan hal itu, menjadi seorang pelayan di sana adalah hal yang sangat melelahkan. Gadis dengan perawakan tinggi seratus empat puluh delapan cm itu sering kali mengeluh dengan betisnya, yang sering kali menegang karena sepatu high heels tinggi yang ia pakai dalam keseharian kerjanya.
Bermodalkan make up menutupi wajah kusam beberapa jerawat dan bekas jerawat. Ia tak cantik, Dera Sandya adalah keturunan asli Manado-Padang. Memiliki postur tubuh yang Ah——tidak ada menariknya.
Kulit sawo matang, mata sipit, pipi chuby, hidung sederhana, dan perut yang sedikit berlemak. Membuat ia tak punya pacar, mungkin lebih tepatnya tak ada yang ingin menjadikan gadis itu pacar mereka. Lelaki jelek pun pasti memilih wanita yang dikriteriakan manis menjadi pacar mereka.
Bukan wanita yang tak ada cantik-cantiknya itu, Dera menguap kecil lalu merenggangkan tubuhnya. Ia tersenyum tulus, bukan senyum palsu yang selalu diumbar untuk para pelanggan yang dinilai menyebalkan.
Oh ayolah! Apa kalian tahu, begitu letihnya menjadi seorang pelayan restoran. Dari mulai berdiri seperti robot diam di satu tempat, belum lagi tingkah mengesalkan para pelanggan kaya.
Saat mereka memesan begitu rewel, banyak hal yang mereka inginkan. Belum lagi saat sisa makan tertinggal di piring, meski harta mereka melimpah ruah, sisa makanan akan tetap dibungkus. Dan jangan lupakan pula, hanya kurang lima ratus perak saja kembaliannya. Para pelayan akan dimarahi habis-habisan.
Bukan hanya cukup sampai di situ saja, jika kau jelek kau akan di rendahkan sebelah mata. Kesalahanmu akan begitu banyak beda jika pelayannya cantik, dan berbodi semok. Maka mereka akan terlihat manis, itu begitu menjengkelkan di mana Dera.
"Hoi! Apa siftmu sudah selesai?" tegur Lila melihat gadis berdarah Padang itu membuka lokernya.
"Ya, aku sudah selesai bekerja. Aku harap aku bisa cepat mencari berkerja yang lebih baik dari ini Lil," jawab Dera sebelum ia meraih baju gantinya.
Tubuh gadis Sunda itu bersandar di pintu loker menatap teman satu profesi dengannya itu, gadis manis nan imut itu hanya memberikan senyum manisnya.
"Aku tahu berkerja yang cocok dan di yakin, kan menyenangkan untukmu," tutur Lila sebelum mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Apa?" tanya Dera penuh semangat.
Lila menatap gadis sebaya dengannya itu dengan wajah serius, seakan satu kata yang keluar dari bibirnya akan membawa perubahan banyak untuk hidup gadis di depannya ini.
"Menikah. Jadi Ibu rumah tangga yang hanya berada di rumah saja," jawab Lila dengan kekehan di akhir.
Ingin rasanya Dera memaki tapi, sebagai teman yang baik. Ia hanya mencabikkan bibirnya tak ingin menambah kata, gadis berkulit sawo matang itu melepaskan seragam lalu memakai baju ganti.
"Kau tak ingin menikah?" tanya Lila kala melihat wajah kusam Dera.
"Kau pikir siapa yang mau menikahi aku, Hem" balas Dera dengan wajah kesal.
"Kak Dion mungkin," jawab Lila asal.
Mata hitam legam miliknya mendelik tajam ke arah Lila, sontak saja gadis itu mengangkat kedua tangan kala melihat tatapan yang di layangkan Dera ke arahnya.
"Aku maunya Dokter tampanku," tukas Dera kala membayangkan wajah tampan Bian.
Dorongan keras terasa di kepalanya, Lila menoer kepala Dera, hingga hampir menghantam pintu loker. Teriakan terkejut dari Dera membawa tawa di dalam ruangan sepi itu.
"Mimpi," seru Lila dengan wajah mendadak mual.
"Siapa bilang yang bilang nggak bisa," sembur Dera dengan wajah semakin kesal.
"Ya. Bisa, kecuali ia kau pelet,"
ledek Lila.
"Boleh juga idemu Lila! Aku bisa mencobanya nanti," sahut Dera terdengar ceria.
Keduanya saling bertatapan sebelum Lila maupun Dera tertawa keras setelahnya, lantaran balasan Dera.
...***...
Mentari terbenam dikala gadis berpipi chubby itu turun dari angkot, untuk sampai di rumah kontrakannya. Ia harus dua kali naik angkot, lalu berjalan sekitar satu kilo menuju rumah kontrakan yang ia sewa.
Cukup jauh dari pusat kota, memang. Tapi, apa boleh buat hanya jauh dari pusat kota gadis itu bisa mendapatkan rumah bagus dengan harga murah meriah. Hidup di Jakarta tak seenak yang orang-orang bayangkan, dan yang terlihat di layar drama televisi.
Semuanya serba mahal, baik itu sandang mau pun pangan. Hidup sendiri membuat Dera harus pintar-pintar mengatur keuangan yang pas-pasan, bekerja di restoran mewah bukan berati gadis itu mendapatkan gaji tinggi.
Ia hanya digaji tiga juta perbulan, itu pun sudah termasuk uang lembur. Jika ada bonus maka gajinya akan menjadi tiga juta lima ratus ribu. Tiga juta lebih hidup di kota besar tak ada apa-apanya.
"Oh Tuhan! Berapa lama lagi aku harus begini. Bekerja melelahkan, hidup susah, tidak ada pacar. Ditaksir saja tidak pernah," keluhnya dengan suara pelan.
Dera terkadang adalah gadis yang mudah menggerutu, banyak hal yang ia keluhkan dalam hidup. Mulai dari bekerja, pendidikan, keluarga, dan terutama nasib percintaannya yang tak pernah berwarna.
Karena ia jelek, tak ada lelaki yang menyukainya. Kecuali memanfaatkan Dera dalam mengerjakan tugas, meski ia tahu sedang dimanfaatkan gadis itu tak pernah peduli. Ia tetap mengerjakannya dengan bahagia, setidaknya masih ada yang mau berinteraksi dengan dirinya.
"Baru pula, De?"
Seruan dari suara bariton itu membuat gadis yang tadinya asik mengeluhkan kehidupan mendadak berhenti, baik mengerut mau pun melangkah. Lagi! Gadis dua puluh dua tahun itu bertingkah manis atau sok manis mungkin.
See, ia mulai tersenyum tersipu malu. Tangannya tak henti menarik surai sebahunya kebelakang, dan jangan lupakan rona di kedua pipi yang samar-samar. Ditambah terpaan sinar redup sang mentari membuat gadis itu hampir kehilangan bentuknya mungkin.
"Ya, baru pulang Dok," jawab Dera dengan suara pelan.
"Berapa kali aku bilang jangan panggil Dokter. Kita di luar Puskesmas, Dera bisa memanggilku dengan Bian atau Bi saja," protes lelaki tampan berahang tegas itu.
Dera hanya tersenyum kaku. Ah! Debaran jantungnya mulai membuatnya merasa kalang kabut. Ia terpesona dengan dokter muda, yang menjadi incaran Dera belakang ini.
"Tak enak Dok, apa lagi Dokter lebih tua dari aku," bantah Dera terdengar malu-malu.
Bian tersenyum, Dera terlihat cukup lucu di matanya. Gadis di depannya ini memang tak secantik gadis-gadis yang pernah ia temui. Tak ada yang spesial dari gadis di depannya ini, hanya saja Bian merasa nyaman bisa berbicara dengan gadis di depannya satu ini.
Banyak perawat perempuan, bidan, mau pun dokter wanita yang mengejarnya. Mencoba menarik perhatian Bian, jika Bian boleh jujur merasa risih dengan para wanita itu. Namun, Dera berbeda ia tahu, dan sangat jelas tahu jika gadis yang malu ini menyukainya.
Hanya saja Bian tak merasa terganggu akan perasaan Dera padanya, karena Dera tak pernah mengejarnya berlebihan tak pernah mencari perhatiannya dengan gencar. Hingga membuat Bian merasa risih.
"Hem! Jika begitu. Kau bisa memanggilku dengan Kakak Bi saja," usul Bian dengan senyum lebih lebar.
"Jangan tersenyum begitu. Aku bisa masuk rumah Sakit karena serangan jantung melihat senyummu Dokter, Bi."
Hanya kata hati yang terhempas. Dera tak mampu berkata apa-apa. Hanya anggukan kepala yang ia berikan, dsambut senyum dari sang Dokter muda.
...***...
"Oh Tuhan! Aku ingin memilikinya. Menjadikannya sebagai suamiku, disaat ini juga," ujar Dera memeluk erat bantal guling.
Rona merah di kedua tulang pipinya terlihat, ia seperti orang gila jika sudah di rumah. Membayangkan hal yang tak mungkin terjadi bersanding bersama seorang Bian? Dengan wajah jeleknya.
Akan banyak orang yang berkata. Ia harus menunggu sampai gajah masuk ke lubang peniti. Hal yang mustahil terjadi.
"Tapi, bagaimana caranya, ya?" Dera bergumam pelan sembari merubah posisi tidurannya menjadi duduk.
"Apa aku harus kedukun sekarang juga," molognya lagi dengan senyum ganjil.
Dera kembali menghayal. Namun, bunyi cacing yang marah menyadarkan Dera. Jika ia harus berhenti dari khayalannya, dan mulai memberikan cacing-cacing ganas itu jatah makan.
"Bersabarlah wahai perut. Kita akan keluar mencari makan untukmu, mari bersabar sejenak." Dera berucap dengan mengelus perutnya.
Dengan ceria ia keluar dari rumah, melangkah dengan senandung kecil. Cukup lama sebelum ia mendengar suara orang merintih kesakitan.
"Kau harus mati saat ini juga."
Dera menelan ludah lnya susah payah kala mendengar kata kematian. Namun, gadis chubby ini adalah gadis yang tidak bisa diam jika penasaran
Dengan perlahan ia masuk di semak belukar. Mengintip apa yang sedang terjadi, yang mana harusnya ia tak lihat.
Kedua bola matanya hampir jatuh dari tempatnya, kala melihat tebasan pedang samurai. Kepala lelaki yang tak tau apakah tua atau muda itu menggelinding kala terpisah dari tubuh.
Sialnya, kepala itu menggelinding sampai di depan mata kakinya. Tubuh bergetar, ia terjengkang kebelakang kala tak tahan melihat apa yang ada di depan mata.
Teriakan nyaring itu menjadi penutup
sebelum kesadaran terenggut, lelaki tampan dengan baju penuh noda darah itu melangkah masuk ke dalam semak belukar. Di ikuti para anak buah.
"Bos!" Seru sang tangan kanan kala melihat tubuh gadis pengganggu pingsan.
"Kita bunuh gadis ini sekalian. Sepertinya dia telah melihat apa yang terjadi," ujar Yeko menatap tubuh lemah yang tergolek di atas rerumputan.
Sang Bos tersenyum miring, ia mendekati tubuh Dera. Menghalau anak rambut yang menutupi wajah kusam itu.
"Kucing liar yang nakal," ujarnya dengan bahasa Jepang.
Hiro berdiri dari posisi jongkoknya. Ia melirik ke arah Yeko.
"Bawa dia. Dan masukan ke kamarku," titah Hiri dengan ekspresi wajah menakutkan, senyum setan dikembangkan.
"Tapi, Bos——"
Tatapan menyeramkan membawa ke bungkam, Yeko mengangguk dan memberikan kode pada anak buahnya membawa kepala lelaki yang telah di penggal itu. Dan juga tubuh gadis malang yang akan bernasib penuh lika dan liku. Kisah si gadis tak cantik di mulai dari sekarang, hidup penuh dengan kejutan bersama lelaki Mafia Jepang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Rafa Azka
ya ampun Thor
AQ tuh GK bosen tahu GK
udah berapa kali AQ mampir baca ini
2024-08-30
1
Vie Ibka
ini untuk yg kesekian x nya aq kembali thor,aq rindu novel mu...
aq rindu dera dan hiro..kpn up novel terbaru lagi thor???
malah novel terakhirmu hilang ditelan bumi🥺
2024-03-11
1
membaca dalam diam
thanks god akhirnya nemu lgi cerita ini susah bgt nyari judulnya astga sampe kepikiran bbrp hari karna beda akun😭😭😭
2023-12-28
0