Sementara Cyra mendekati Zaki, pria itu berdiri di tengah-tengah ruangan. Ekspresi wajahnya menunjukkan sedang meminta penjelasan dimana ia harus menempati kamar.
“Siapa namamu, Mas?” tanya Cyra sok polos.
“Zaki,” singkat Zaki malas ngomong.
“Panggil aja aku Cyra.”
Nggak nanya. Kata-kata itu untung saja hanya tertelan dalam hati. Kalau dikeluarin pasti bakalan mengundang perdebatan nggak penting.
“Kamarmu ada di lantai dua. Naik ke atas, belok kiri, pintu pertama, itu kamarmu. Oke?” Cyra menjelaskan dengan gaya seakan-akan dia sungguh-sunngguh pemilik kosan.
“Apa kamu nggak bisa nganterin aku ke kamar?” Zaki mengemeletuk kesal. Kos-kosan apa yang ditunjuk mamanya itu? pemiliknya nyeleneh dan menyebalkan. Kenapa gadis itu tidak bertindak selayaknya pemilik kosan. Rumahnya sih oke, gedong dan elit, tapi pemiliknya bikin senam jantung. Andai Zaki tidak bisa menahan diri, dia pasti sudah terserang penyakit jantungan beneran.
“Cari sendiri ya! Kan nggak susah nyarinya.” Cyra melenggang meninggalkan Zaki menuju ke ruang makan.
Oh Tuhan, beri Zaki kesabaran ekstra. Jika tidak sedang kedinginan dan ingin segera mandi untuk yang kedua kalinya pagi ini, tentu Zaki sudah menyampaikan banyak kata-kata sebagai ungkapan kekesalannya kepada Cyra. Tapi itu tentu hanya akan membuang-buang waktu. Zaki menggeret kopernya naik ke lantai dua. Sesuai petunjuk, Zaki berbelok ke kiri. Sesaaat kepalanya celingukan mencari pintu pertama yang dimaksud. Dan ia menemukannya. Segera ia masuk dan menutup pintu.
Ia tidak punya waktu untuk memperhatikan seisi kamar, sekarang yang menjadi tujuannya hanyalah kamar mandi. Bau air keruh yang menempel di bajunya sudah sangat mengganggu sejak tadi. Ia membuka koper dan menarik handuk lalu menyerbu kamar mandi.
Di sisi lain, Cyra menarik kursi dan duduk di depan Rere yang tengah asik megunyah makanan. Ia sudah tak heran melihat Rere mengunyah makanan dengan mulut penuh seperti disumpal-sumpal. Entah itu apa namanya, rakus atau doyan. Kayak udah nggak makan tiga hari saja.
Cyra hanya mengambil roti dan mengolesinya dengan selai, lalu mengunyahnya pelan.
“Cowok tadi itu lo tarok mana?” tanya Rere dengan mulut penuh berisi maknan hingga Cyra memerlukan waktu beberapa detik untuk mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Rere akibat suaranya yang kurang jelas.
“Ada di kamar atas. Kamar kosong.”
“Udah itu, tuh cowok mau lo apain.”
“Nanya mulu. Habisin tuh mkanan lo, baru ngomong.”
“Iya iya. Oh iya, entar berangkat ke kampusnya gue nebeng lo, ya! Ban motor gue kempes. Sekali-kali gue naik mobil lo, biar adem, nggak kepanasan.”
“Iya. Ya udah gue mau mandi dulu.”
“Heh, jadi lo belom mandi? Pantesan masem. Rupanya asal sumber bau adalah ketek.”
“Ketek lo kali yang bau. Gue mah nggak mandi tetep wangi kali. Buktinya jadi model kampus, kalo bau mana bisa jadi model.”
“Iya deh. Terserah lo aja. Yang penting lo seneng.”
“Lo sih dateng ke rumah gue kepagian, ngampus kan jam delapan. Ini jam tujuh udah nyamperin ke sini.”
“Kayak nggak tau aja tujuan gue ke sini mau ngapain.”
“Tau sih. Bosen aja. Berharap lo tau diri.”
“Kalo sama lo mah gue nggak bakalan pernah tau diri. Heheee…”
Cyra menyudari sarapannya. Kemudian meneguk susu yang telah disediakan oleh asisten rumah tangga.
“Buat gue nggak ada susunya nih?” celetuk Rere dengan polosnya, seakan-akan dia adalah bagian dari rumah itu.
“Bikin sendiri sana! Gue mau ke kamar dulu,” ucap Cyra sembari melenggang pergi meninggalkan ruang makan. Ia berjalan menuju ke lantai atas. Tangannya menjulur menyentuh knop pintu kamar lalu memutarnya. Pintu terbuka dan ia langsung masuk.
“Hah?” Cyra terkejut melihat Zaki yang baru saja keluar kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang dan tentu saja bertelanjang dada.
Zaki tak kalah kaget, ia sampai terlonjak melihat kedatangan Cyra yang tiba-tiba.
Naas! Handuk di pinggang Zaki melorot akibat gerakan tubuhnya yang tanpa disadari, tangannya menyenggol ujung handuk yang menyelip sebagai pengunci hingga akhirnya pengunci tersebut terlepas.
“Aaaaa…” Cyra menutup mata dengan kedua telapak tangan. Alamaaak! Jantung Cyra seperti hampir berhenti berdetak. Apa yang baru saja ia lihat? Benda apa itu? zina matakah dia?
Zaki buru-buru menunduk hendak mengambil handuk yang jatuh, namun gerakan yang terburu-buru membuatnya jadi serba salah. Saat membungkukkan badan sambil menjulurkan tangan ke bawah, justru telapak kakinya yang basah membuatnya terpeleset hingga tubuhnya terhuyung dan…
Bruk!
Ah, tubuh Zaki menyeruduk tubuh Cyra di depannya hingga akhirnya mereka jatuh bersamaan dengan posisi wuenak. Tubuh Zaki berada tepat di atas tubuh Cyra.
Sontak Cyra membuka wajahnya yang sejak tadi dia tutupi dengan telapak tangan.
“Hei hei…. Kamu mau apain aku? Kenapa nimpa tubuhku gini? Minggir!” Cyra berteriak histeris.
“Diam! Jangan teriak-teriak. Aku nggak bakalan ngapa-ngapain kamu. Aku kepleset dan jatuh!” terang Zaki membuat Cyra terdiam memahami.
Namun Cyra mulai curiga, setelah beberapa detik pria di atasnya itu tak kunjung bangkit berdiri. Enak sekali dia di posisi itu?
“Udah! Buruan bangun!” Cyra ingin mendorong tubuh Zaki supaya menjauh namun tangannya hanya terangkat ke udara tanpa mau menyentuh dada bidang Zaki yang polos tanpa pembatas.
“Aku nggak bisa bangun kalau kamu nggak menutup mata.”
“Kenapa?”
“Handukku jauh. Tanganku nggak bisa menjangkaunya. Memangnya kamu mau ngeliat benda punyaku?”
“Iiih… Dasar aneh.”
“Nah, makanya tutup matamu.”
“Iya iya, aku tutup mata.” Cyra memejamkan matanya erat-erat.
Zaki melambaikan tangan di depan mata Cyra, ia tidak mau kecolongan.
“Buruan! Lama banget sih?” Cyra mulai tidak sabar, posisi itu membuatnya merasakan benda-benda aneh mengenainya. Ya ampun, Cyra bisa gila jika kejadian begini terulang lagi. Cukup sekali ini saja, Tuhan.
“Aku nggak bisa berdiri sebelum memastikan kalau kamu bener-bener merem. Jangan ngintip!” tegas Zaki.
“Iya. Buruan!”
Zaki akhirnya bangkit berdiri dan mengambil handuknya. Kembali melilitkan handuk ke pinggangnya.
“Udah belum?” tanya Cyra masih dengan mata terpejam.
“Belum.”
“Lama banget?” Cyra masih dalam posisi berbaring. Ia takut bangun karena takut berbenturan dengan Zaki lagi.
“Udah.”
Cyra membuka mata dan bangkit berdiri. Zaki sudah memakai baju dan celananya.
“Kenapa kamu masuk kamarku?” tanya Cyra menyesalkan kejadian barusan.
“Bukannya ini kamar yang kamu maksud untukku? Ini pintu pertama lantai dua saat aku belok kiri.”
Cyra tergugu, kemudian nyengir dan berkata, “Sorry, maksudku pintu nomer dua. Pintu nomer satunya adalah kamarku.”
Zaki menatap Cyra horor. Kesal sekali dengan gadis itu.
“Aku yang salah kasih informasi, ya? Tapi itu murni nggak sengaja. Ya udah, kamu pindah kamar. Ayo, kutunjukkin kamarnya biar nggak salah lagi.” Cyra keluar kamar diikuti oleh Zaki yang menggeret koper.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 347 Episodes
Comments
Teh Yen
hahaaaaa ada ada aja 🤣🤣🤣🤣
2022-03-11
0
winter taevee
🍿
2022-02-13
0
Chintia Devi
🤣🤣🤣
2022-01-10
0