Azlan kembali mengalihkan pandangan ke lantai. Ya Allah yang Maha Mengetahui, kenapa Engkau hadapkan dia dengan gadis itu?
“Nggak pa-pa. Biar aku sendiri yang bersihin.” Azlan berusaha menghindari gadis itu tanpa sekalipun menatap wajah gadis itu. Entah seperti apa wajahnya, mungkin seperti artis yang diidolakan kaum Adam. Tapi Azlan tidak ingin menatapnya.
Azlan menunduk dan memungut ponsel serta mapnya, bergegas meninggalkan gadis itu dan memasuki ruangan yang sudah dibooking.
Azlan menarik salah satu kursi yang sudah dihuni oleh dua pria berpenampilan kelemis di sana. Tanpa memperdulikan pandangan keduanya, Azlan menjabat tangan mereka dan tersenyum ramah hingga perhatian mereka yang tadinya fokus ke kemeja kotor, kini beralih ke wajah Azlan. Azlan memang pintar mengalihkan perhatian. Gaya bicaranya juga tidak diragukan.
Azlan minta maaf atas keterlambatannya dengan alasan macet, dan hal itu tidak menjadi masalah.
“Sebelumnya maaf, saya bukanlah pimpinan perusahaan. Beberapa menit yang lalu pimpinan kami pergi dan sudah menemukan pengganti kepala koordinator yang seharusnya Anda tempati. Andai Anda datang lebih awal, beliau pasti akan menerima Anda. Beliau orang yang disiplin dan memegang erat komitmen,” tutur pria berpakaian necis itu.
“Tidak masalah. Memang ini kesalahan saya karena terlambat datang. Waktu tidak bisa diputar ulang, mungkin ini belum menjadi kesempatan baik saya,” jawab Azlan sopan.
“Maaf, sudah mengecewakan Anda. Semoga di lain waktu kita punya kesempatan untuk bertemu dan bekerja sama.”
“Maaf sudah membuat Anda menunggu.”
“Tidak masalah. Oya, kami sudah memesan jus untuk Anda. Silahkan!” Pria itu menunjuk segelas jus yang sudah tersedia.
Azlan tersenyum lalu meraih gelas dan meneguknya.
“Baiklah, kami harus segera meninggalkan tempat ini karena tugas di kantor sudah menunggu. Selamat pagi! Saya permisi.”
“Silahkan!” Azlan kembali berjabatan tangan sesaat sebelum dua pria itu berlalu pergi.
Sepeninggalan dua orang itu, pandangan Azlan mengedar ke meja, yang tersisa hanyalah empat gelas jus yang sudah habis, empat piring kotor bekas makanan, serta satu gelas jus miliknya.
Azlan menyedot jus miliknya yang masih tersisa. Ia menghela nafas, Allah belum memberinya jalan untuk mendapatkan pekerjaan. Ia harus berusaha lebih keras lagi, tidak boleh menyerah meski segala usaha sudah ia kerahkan dan belum membuahkan hasil. Ada rencana baik Yang Tuhan simpan di balik ujian yang ia jalani.
“Halo!”
Azlan mendongak mendengar suara yang menyapanya. Suara wanita.
Gadis berambut sepunggung yang menabraknya tadi, sudah duduk di kursi depannya. Lagi-lagi Azlan harus bertemu makhluk itu. Alexa? Azlan mengernyit dan kemudian segera mengalihkan pandangan.
Memang bukan baru sekali ini Azlan melihat wajah Alexa dan bahkan saat itu hanya sekilas saja Azlan menatap wajah gadis itu, namun dalam waktu yang hanya sekilas itu, dia cukup bisa melihat kalau wajah tepat di depannya itu sangat cantik.
Dia itu bidadari atau manusia? Maha suci Allah, yang menciptakan wajah seindah itu. Jika ribuan pemahat hebat dunia bersatu untuk mengukir wajah seindah itu, mereka pasti tidak akan mampu. Pelukis paling hebat pun tidak akan sanggup melukis seindah wajah gadis di hadapan Azlan itu. Kecantikan gadis itu adalah ciptaan yang maha agung.
“Eeeh… Kupikir lo itu temen gue. Dari belakang bodi lo keliatan mirip. Maaf, ternyata gue salah orang,” ucap gadis itu yang hanya dijawab dengan alis terangkat oleh Azlan. “Gue ada janji sama seseorang tapi dia belum datang sejak tadi. Gue mulai bosen di sini.”
Gadis itu bicara banyak dan Azlan hanya diam.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
Sumardani Yati Ori
modus 😅
2022-09-29
0
Budi Ono
oooohhh
2021-11-29
0
Juan Sastra
alexia,, ketemu lagi
2021-04-24
3