Azlan terdiam. Tidak ada yang bisa ia ucapkan. Seperti apa wajah Mekka pun, Azlan tidak pernah tahu. Tapi ia meyakini kalau Mekka adalah gadis baik-baik seperti yang Bundanya selalu katakan. Berhijab, sopan, tutur katanya lembut dan berasal dari keluarga baik-baik. Mengenai wajah, Bunda tidak pernah menceritakan seperti apa fisik calon istrinya. Entah cantik, sedang-sedang saja atau seperti gergaji yang disana sini menonjol.
“Ya sudah, kamu pasti lagi nyetir motor, suara anginnya kenceng banget, kedengeran sampai sini. Nanti kita omongin lagi masalah ini. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Dahi Azlan mendadak berkerut menatap sederet mobil di depan yang merangkak pelan hingga akhirnya berhenti total. Inilah rutinitas yang menjadi pemandangan sehari-hari, macet. Jika di kiri kanan terdengar bunyi klakson berkali-kali, tapi tidak di motor Azlan. Dia tidak menekan klakson meski sekarang dirinya harus terburu-buru. Dia masih bisa tenang, dan memang hanya wajah Azlan yang terlihat tenang diantara pengendara lainnya.
Sabar adalah salah satu kunci sukses. Sabar dalam segala hal. Dan Azlan yakin itu.
Jakarta, menjadi tumpuan hidup bagi seorang Azlan, yang membawanya mampu mengirimkan uang kepada keluarganya sebagai ladang pahala, untuk membiayai hidup Bunda dan tiga orang adik perempuan yang masing-masing masih sekolah. Salah satunya Sasha, si bungsu yang membutuhkan biaya besar untuk proses kesembuhannya dari kanker. Setiap bulan keluarganya di kampung akan bergembira menerima rupiah yang dikirimkan. Karena bagi Azlan, hidupnya hanya untuk beramal soleh, untuk bisa melihat keluarganya bahagia, terutama untuk melihat senyum sang bunda.
Empat puluh menit waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak yang hanya lima belas kilo meter.
Azlan kini sampai di sebuah kafe elit, di sanalah ia akan bertemu dengan pimpinan perusahaan yang belum ia kenal. Ia setengah berlari memasuki pintu kaca, map biru dia pegangi.
“Iya, maaf, Pak. Sebentar lagi saya sampai.” Azlan memiringkan kepala untuk bisa menjepit ponsel dengan bahunya.
Bruk!
Azlan tersentak kaget saat bertabrakan dengan seorang gadis yang munculnya dari arah samping. Proses tabrakan yang cukup kuat membuat ponselnya terpelanting dan jatuh ke lantai. Map juga menyusul ke lantai. Sepertinya gadis itu akan berjalan ke arah meja kasir.
“Ya Allah!” lirih Azlan melihat kemeja dadanya yang ditumpahi es krim cokelat. Dingin merambat di kulit dadanya, dan ia berusaha menahan rasa sejuk yang menjalar. Kemejanya benar-benar sudah kotor. Entah bagaimana nasib pertemuannya nanti.
“Sori!” gadis berambut sepunggung itu menatap kemeja Azlan dan es krim di tangannya silih berganti.
Azlan cepat-cepat mengalihkan pandangan saat melihat pemandangan tak lazim di hadapannya. Gadis itu, sungguh sangat seksi. Tubuhnya yang indah bak model fashion hanya dililit kain minim hingga memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang seharusnya tidak diperlihatkan. Cukup dua tali saja di pundak hingga mengekspos kulitnya yang bisa saja membuat para lelaki mendadak demam. Rok di atas lutut kian menambah kesan seksi. Bukan hanya kali ini Azlan melihat penampilan yang sama. Ia tahu, ini di Jakarta, kota metropolitan yang kesehariannya dipenuhi dengan para gadis terndi dan berpenampilan kekinian. Mungkin bagi mereka itu hal wajar, namun sebisa mungkin Azlan menghindari pemandangan tersebut demi menjaga pandangan.
“Biar kubersihin!” Gadis itu mengeluarkan tisu dari tas tangannya dan membersihkan sisa es krim yang menempel di kemeja Azlan.
Posisi gadis itu yang sedikit mendekat membuat Azlan kembali melihat kulit halus di depan matanya.
Astaghfirullah.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
Bila D
orang beriman godaannya tambah gede bang
2021-10-12
0
Mina Kirana
hhmmmm
2021-09-01
0
Ashika ruhab
astaghfirullah...kuatkan iman babang Azlan...😁🤭
2021-08-29
1