“Nur, Janah, Tito, Andi!” Pandangan Alexa mengitari sekitar, mencari keberadaan para pembantunya. Tak satu pun yang muncul. Kaki jenjangnya menuruni anak tangga dengan langkah terburu-buru. “Kemana mereka smeua? Dipanggil nggak ada yang denger. Nggak punya kuping apa? Sial! Apa bener mereka semua nggak ada di rumah?”
“Hei, tunggu!” seru Alexa memaggil Azlan.
Pria itu tak memperdulikan, melenggang pergi. Melintasi pagar rumah menggunakan motor ninja.
“Dasar, pria sombong!” Alexa menggeram kesal. Betapa miris hidupnya yang bergelimang harta, rumah megah, uang banyak, tapi hidupnya terancam. Bahkan sosok yang seharusnya menjaganya pun berbalik membahayakannya.
Ibunya telah tiada beberapa tahun silam, meninggal setelah dibunuh. Dan ayahnya sedang ke luar kota, bukan urusan bisnis, melainkan jalan-jalan bersama mama muda yang sudah setahun terakhir menjadi mamanya Alexa. Wanita itu tinggal di luar kota, dan Alexa jarang bertemu dengannya.
Hidup Alexa terasa kosong, terlihat sempurna di mata semua orang, namun hampa dalam kesendirian.
Lima belas menit mondar-mandir, akhirnya Alexa berhenti saat menatap Idris memasuki area halaman rumah dengan mengendarai motor. Pria itu memarkirkan motor di garasi khusus motor dan berjalan menuju Alexa.
“Nona, kenapa di luar? Hawa malam tidak baik untuk Nona,” tutur Idris sopan.
Alexa tidak menjawab, sorot matanya tertuju ke kantong plastik yang ditenteng pria itu.
“Apa itu?” tegas Alexa dengan nada jutek.
“Nasi bungkus, Non. Tadi Fauzan yang minta dibelikan.”
Manik mata Alexa beralih mengawasi seragam security yang Idris kenakan. “Bosmu di sini Fauzan atau aku?” hardiknya membuat Idris tercengang dan bingung.
“Tentu saja Nona,” jawab Idris gugup, menyadari majikannya itu sedang kesal. Ia pasti dinilai melakukan kesalahan meski belum tahu kesalahannya apa.
“Kau tau di sini tugasmu apa?”
“Iya, security.”
“Jadi kenapa ngeluyur?”
“Saya tidak meninggalkan pos security dalam keadaan kosong. Ada Fauzan yang berjaga saat saya keluar. Kami bergantian.”
“Fauzan udah kupecat.”
Idris mengernyit tak mengerti.
“Apa kau melihat Fauzan ada di sini? Lihat! Pos kosong!” Alexa menunjuk pos security. “Kau bahkan nggak tau ada penyusup masuk ke rumahku bukan?”
“Penyusup?” kejut Idris merasa bersalah telah lengah.
“Dia mengaku bernama Azlan.”
“Ooh… Itu… Dia bukan penyusup, Non. Dia adalah teman saya, dia datang kemari ingin melamar pekerjaan. Kebetulan dia sampai di rumah ini saat saya tadi sedang dalam perjalanan, dan saya menyuruhnya menunggu saja di rumah ini.”
Alexa mengernyit. “Lain kali jangan tinggalkan rumah ini kalau tanpa seijin aku, paham?”
“Baik, Non.”
Alexa bergegas masuk ke rumah. Langkahnya terhenti di ujung anak tangga saat melihat sebuah map teronggok di lantai. Ia memungut map tersebut lalu membukanya. Tertera nama Azlan Ubaidillah, lengkap dengan data-data yang dibutuhkan sebagai seorang pelamar kerja. Mungkin tanpa sengaja Azlan menjatuhkannya saat berlari ke kamar. Alexa membaca data-data tersebut sambil berjalan menaiki anak tangga.
***
Alexa keluar dari ruangan kantornya tepat pukul sepuluh malam. Bukan karena lembur gadis itu meninggalkan kantor di waktu yang tidak wajar. Melainkan karena ketiduran. Entah kenapa ia bisa ketiduran di sana, sepertinya efek kelelahan. Ia menyampirkan tali tas ke pundak polosnya. Ia bertemu Jesy, temannya setelah keluar dri lift. Jesy telat pulang kantor karena lembur.
Sesampainya di koridor, Alexa berpisah dengan Jesy. Mereka saling melambaikan tangan. Jesy pulang menggunakan mobilnya yang sudah lebih dulu dia keluarkan dari area parkir.
Di parkiran, angin malam berhembus kuat menyapu kulit pundak Alexa, lengan, paha, serta bagian kulit tubuhnya yang terekspos. Sapuan angin di kulit tubuhnya mengingatkannya akan satu hal, switernya tertinggal di ruangan kantor. Tapi ia tidak perduli. Ia akan pulang dengan menyetir mobil, jadi tidak masalah tanpa switer. Ia memasuki mobilnya yang terparkir di sudut parkiran khusus bos. Ia adalah salah satu direktur di perusahaan tempatnya bekerja.
“Shit! Sial! Sial!” Alexa mengumpat kesal sembari memukul bundaran setiran yang dia pegang. Mobilnya bermasalah dan tidak menyala. Ia kemudian membuka resleting tasnya untuk mengambil ponsel. Sekali lagi ia mengumpat panik saat tidak menemukan ponsel di tasnya. Ponselnya tertinggal di ruangan kantornya. Sial!
Alexa kemudian turun dari mobil dan berjalan dengan langkah lebar keluar dari area perkantoran, melintasi pos security.
Malam itu begitu sepi. Alexa tidak bertemu siapapun kecuali security yang berjaga. Alexa berdiri di tepi jalan menunggu taksi. Sepuluh menit berlalu, ia mulai bosan dan menggerutu. Biasanya ada banyak taksi yang melintas, tapi malam itu sepi.
Sembari menunggu taksi yang melintas, Alexa berjalan menelusuri trotoar. Ia mencari tempat yang nyaman untuk duduk manis. Kaki jenjangnya melangkah cepat, ingin segera sampai di bangku panjang tak jauh dari sana.
TBC
Muup cut sembarangan. wk wk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
L K
suka
2021-12-28
0
L K
ceritanya seru nih.. pemilihan kata2nya bagus.. novelnya jd enak dibaca, makasih author
2021-12-28
0
Lilis Untari
seorang direktur g punya asisten kah thor....
2021-12-01
0