Istri Yang Melarikan Diri
"Kirana".
Seorang lelaki dengan raut wajah sedih menundukkan kepalanya.
"Beri saya kesempatan".
Ini adalah hal yang sangat aneh. Aku tidak bisa memikirkan apapun bahkan saat melihat lelaki berhati dingin itu pingsan.
Aku tidak merasa kasihan kepadanya, aku tidak ingin membelai rambutnya, dan bahkan aku tidak ingin mengatakan bahwa aku baik baik saja. Kata yang selalu aku katakan karena sudah menjadi kebiasaan.
Aku tidak ingin dia melakukan apapun kepadaku lagi. Kataku didalam hati dengan tatapan mata yang kosong.
" Tidak... Aku tidak ingin. Aku tidak ingin kembali."
Wajahnya berkerut mendengar kata-kata dingin yang aku ucapkan.
Tangannya yang gemetar memegang tanganku
" Apa yang bisa aku lakukan".
"......."
" Katakan padaku apa yang harus aku lakukan?".
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, aku melihat Air mata yang menetes jatuh dipunggung tanganku.
Seandainya saja kamu bersikap seperti ini sedikit lebih awal, mungkin aku tidak akan meninggalkanmu.
"Hentikan".
Namun ini sudah terlambat, Aku selalu ingin lari dari sana, aku hanya seperti sebuah boneka disana, aku bahkan tidak bisa menjadi diriku sendiri.
"Sekarang semuanya telah berakhir".
Aku tidak ingin hidup menjadi istri mu lagi.
***
"Kirana, Apakah kamu tidak hamil?"
Sambil menyiapkan teh di dapur, Kirana menatap ibu mertuanya, Ameera , dengan mata kaget.
"Iya Ma?"
“Tidak, kamu bilang kamu tidak nafsu makan tadi malam, jadi kamu tidak bisa makan sama sekali. Mungkin saja kamu sedang hamil, pencernaan mu terasa tidak baik kan?. Aku juga seperti itu ketika mengandung Reynand."
Ameera terus berbicara dengan cepat tanpa memberi kesempatan kepada Kirana untuk menjawab.
"Apakah kamu tidak merasa mual, pusing, dan lemas? Apa kamu sudah melakukan tes?"
Mendengar pertanyaan Ameera yang membanjir, Kirana membuat raut wajah bingung. Dia menjawab dengan suara yang sedikit tenang.
“Saya tidak hamil Ma. Itu hanya gangguan pencernaan saja."
" Tapi kamu sudah melakukan tes kan?"
" Tidak ma, masa mens ku berakhir dua hari yang lalu."
Mendengar kata itu, sudut mulut Ameera turun, Antisipasi kecil di matanya tidak lagi terlihat, Ameera berbalik dan menunjukkan punggungnya. Lalu dia menghela nafas panjang.
"Hahhh..."
Helaan nafas itu begitu keras sehingga membuat bahu Kirana menyusut dengan sendirinya.
" Apakah kamu meminum obat herbal yang ku berikan kepadamu dengan benar?"
" Iya ma, saya meminumnya secara teratur."
"Suplemen Nutrisi?"
"Saya minum Suplemen Vitamin."
"Kamu tidak minum atau makan makanan yang mengandung minyak kan?"
"Tidak ma, Saya tidak makan makanan yang mengandung minyak, dan saya bahkan mengurangi konsumsi kafein."
“Kalau dipikir-pikir, kamu makan daging malam ini. Daging dan tepung adalah bahan dingin, jadi kamu harus menghindari makanan ini juga. Bukankah aku sudah memberitahumu?"
Kirana hanya diam menutup mulutnya karena pertanyaan yang terus menerus. Dia memilih tutup mulut karena dia tahu kalaupun dia menjawab, itu hanya akan memperpanjang omelannya.
Ameera menghela nafas berat lagi, apakah dia tahu atau tidak bahwa wajah Karina menjadi lesu. Dia berkata dengan kerutan di antara alisnya.
"Sudah hampir dua tahun kamu mempersiapkan kehamilan, kok tidak ada hasil seperti ini? Kalian berdua masih muda."
"......"
“Apa ada yang salah dengan tubuhmu? Pergilah ke rumah sakit dan periksalah secara menyeluruh."
Pada saat itulah kata-kata Ameera melewati telinganya dan menusuk jantungnya.
"Tolong hentikan."
Mendengar suara berat yang datang dari ruang makan, Ameera dan Kirana menoleh ke belakang pada saat bersamaan.
"Jika dia stres seperti ini, kita tidak akan punya anak."
Pria yang berdiri dengan bahu lebar tegak adalah Reynand Steve. Dia adalah suami Kirana dan putra Ameera. Reynand mendatangi Kirana dan melihat ke arah Ameera
“Kita sudah bekerja keras, bahkan tanpa Mama tekankan pun kami sudah melakukanya."
Kerutan terbentuk di dahi Ameera mendengar kata-kata blak-blakan putranya.
“Kalian sudah menikah selama dua tahun. Bagaimana mungkin mama tidak menekannya?"
"......."
" Jadi beritahu Kakek mu bahwa istri mu akan segera hamil. Saat ini Presdir berada dalam situasi dimana dia akan menyerahkan seluruh hak manajemen kepadamu jika kamu memberikan cicit untuknya."
Ameera mengungkapkan kekesalannya dengan suara lebih tinggi.
“Kamu tahu kan kalo sekarang Presdir sedang berpihak pada Randy, dan permainan akan berakhir jika dia memberikan cicit untuknya.”
"........"
"Kamu harus segera punya anak lebih dulu sebelum kakakmu......."
"Kami akan melakukannya sendiri."
Reynand dengan dingin memotong kata-kata Ameera dan meletakkan satu tangan di bahu Kirana.
Matanya sedikit melebar saat dia menyentuh bahunya.
Ketika Reynand mencoba untuk berbalik bersamanya, Ameera menunjukkan ekspresi sedih.
"Sudahlah"
Dia melanjutkan sambil menunjuk teh dan buah yang disiapkan oleh Kirana.
"Minumlah teh dan pergi. Setelah kamu pulang sebulan kemudian, apakah kamu pergi makan sendirian?"
“Jika Mama mengomeli Kirana seperti ini, dia tidak hanya akan tidak datang selama sebulan, tapi seumur hidupnya.”
Ketika Reynand berbicara dengan mata dingin, Ameera berucap dalam hati.
'Meskipun dia adalah anakku, tapi setiap kali Reynand menatapku seperti itu, aku kehilangan kata-kata.'
"Aku akan pergi."
Dia melingkarkan lengannya di bahu Kirana dan meninggalkan dapur.
***
Sebuah mobil berhenti di depan sebuah rumah mewah berlantai dua.
Pintu pengemudi mobil terbuka dan Reynand keluar, diikuti dengan Kirana di kursi penumpang.
Keduanya membuka pintu depan mansion dan masuk ke dalam.
Rumah itu bersih dan luas. dan juga terasa cukup sunyi dan tenang.
Reynand dan Kirana diam-diam melepas sepatu mereka dan memasuki ruang tamu. Mereka berdua belum berbicara satu sama lain sampai mereka sampai di rumah.
Selama dua tahun menikah, mereka tidak pernah berbicara satu sama lain. Keduanya selalu diam, kecuali saat pergi ke pesta atau pertemuan yang banyak menarik perhatian, atau saat mereka berbagi informasi formal yang harus mereka ketahui sebagai pasangan.
Seolah familiar dengan keheningan rumah, begitu dia memasuki rumah, Kirana dengan diam berjalan menuju kamar.
Kemudian, sebuah suara berat terdengar dari belakang.
"Jangan pedulikan apa yang Mama katakan."
Kirana berbalik dan menatap Reynand yang sedang melepas jas hitamnya, dia berhenti di depan ruang ganti dan berkata.
“Mama memang orang yang cerewet. Jadi, dengarkan saja dengan telinga kiri dan keluarkan lewat telinga kanan.”
"......."
Bagaimana bisa mendengarkan dengan telinga kiri dan keluarkan lewat telinga kanan? Melihatnya mengatakan hal-hal mustahil dengan begitu mudahnya.
Kirana kehilangan kata-kata untuk sesaat.
"Aku harus segera pergi ke rumah sakit. Seperti yang dikatakan Mama, mungkin ada masalah di tubuhku."
Reynand memandangnya sebentar, lalu melonggarkan dasinya dan berkata.
"Jika ini pemeriksaan menyeluruh, saya setuju."
"......."
"Kamu kehilangan terlalu banyak berat badan akhir-akhir ini. Luangkan waktu dan pergi ke rumah sakit".
"...... Baiklah."
Tatapan Kirana beralih ke tangan Reynand yang sedang membuka kancing bajunya. Saat bagian atas tubuhnya yang kekar terlihat melalui kemeja yang tidak diikat kancing satu demi satu, Kirana menahan nafas tanpa sadar.
Merasakan ujung telinganya semakin panas, dia segera memalingkan muka dan berkata.
“Kalau begitu, kamu pasti lelah, jadi istirahatlah.”
Pada saat itulah Kirana berbalik dan menuju ruangan.
Sebuah tangan yang kuat mencengkeramnya, dan suara rendah terdengar di telinganya.
"Meskipun aku lelah, aku harus melakukan apa yang harus aku lakukan."
Tak lama, sebuah tangan besar melingkari pinggangnya.Matanya sedikit melebar, dan dia menoleh untuk melihatnya.
Melihat matanya yang gelap, Kiran langsung bisa merasakan apa yang akan dia lakukan.
Kirana meraih tangan yang tanpa dia sadari sudah menyentuh resleting roknya.
"Tunggu."
Alis Reynand berkerut karena tangan yang menghentikannya itu. Dapat dimengerti bahwa dia malu, Karena dia tidak pernah berhenti melakukan ini sebelumnya.
Kirana menggigit bibirnya dengan lembut, lalu perlahan membuka mulutnya.
"Sekarang ini bukan tanggal yang subur."
Itu berarti saya tidak berovulasi, dan saya tidak perlu menghabiskan waktu dengannya malam ini.
Menghabiskan malam bersamanya hanya untuk memiliki anak.Tidak ada alasan untuk melakukan apa pun yang tidak menguntungkan satu sama lain.
Namun, tangan Reynand masih berada di pinggangnya.
Tidak, aku merasakan tangannya semakin kuat.
"Tidak peduli."
Dengan suara teredam, dia meraih dagu Kirana dengan tangannya yang lain.
“Hanya saja tanggalnya sulit, tapi bukan berarti tidak mungkin.”
Mata hitam itu bersinar karena panas. Dia menundukkan kepalanya ke bibir Kirana dan berkata.
"Semakin sering melakukannya, semakin tinggi kemungkinannya."
Bibir Reynand membenamkan bibirnya. Dia menekan bibirnya dengan lembut dan meremas celahnya. Suhu satu sama lain menjadi kusut, dan napas panas datang dan pergi.
Dalam ciuman yang berangsur-angsur semakin tebal, nafas putus asa keluar dari bibir Kirana.
"Hahh...."
Bibir mereka tumpang tindih lagi saat mereka bergegas untuk berpisah. Panas menyebar ke mana pun dia menyentuhnya.
Tubuhku yang terbiasa dengan tindakan yang diulang berkali-kali, bereaksi dengan sendirinya dan merindukannya.
Aku merasa kesal pada tubuhku, yang mudah memanas setiap saat. Jantungku berdegup kencang seperti orang bodoh hanya dengan tindakan yang sudah menjadi kewajiban.
Aku ingin mendorongnya keluar, tapi aku tidak bisa mendorongnya keluar.
Hanya dengan tatap matanya yang panas, dan dengan menyentuhkan bibirnya ke tubuhku, kerinduan liar menyapu seluruh tubuhku.
Bisakah kasih sayang yang dipelajari melalui tubuh disebut cinta?
Jika itu cinta maka itu sangat menyediakan, Aku berharap itu bukan cinta.
Jika gemetar dan insting ini adalah cinta....Kenapa aku sangat sengsara.
Kekuatan ujung jari yang menyentuh kulit semakin kuat.
Pikiranku kosong dan aku tidak bisa memikirkan apapun.
Di mabuk kan oleh sensasi pusing yang menyebar ke seluruh tubuhnya, Kirana menutup matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Muhim Imah
masukan kakak terlalu banyak tipo dn pembaca bisa bosan jadi mungkin bisa di kurngin typonya
2023-09-23
1