"Ma Cia berangkat dulu ya." Sindi menyalami tangan sang mama.
"Iya, hati hati bekalnya dimakan Chika di bagi juga, mama bawain lebih itu."
"Iya ma Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
"Kuy Chik cus berangkat." Sindi sudah siap dengan sepedanya.
"Ayolah." Chika mulai mengayuh sepedanya menuju SMP mereka tercinta.
"Chik makan dulu ya, belom sempet sarapan nih, mama juga bawa lebih suruh bagi ke lu." Sindi memarkirkan sepedanya di bawah pohon ketapang yang berjejer rapi mengelilingi lapangan.
"Wah kebetulan belom kenyang sarapan tadi." Chika dan Sindi makan di bawah pohon ketapang sambil menunggu anak anak lain.
"Chik bu Ayu ngasih konsumsi 200ribu buat beli minuman botol aja ya, ntar minta tolong sama pak Agus." Sindi meminta pendapat Chika.
"Iya, uangnya juga kurang kalo di beliin jajan yang aneh aneh, lagian panas panas gini yang di butuhin minum."
"Oke gue ke depan dulu mau minta tolong pak Agus sama titip ni tempat makan." Sindi mengangkat tempat makan yang telah ludes habis oleh mereka berdua.
Pak Agus adalah bodyguard yang diutus ayah mengikuti kemanapun Sindi pergi.
"Gue ke lapangan dulu." Sindi mengangkat jempolnya dan mulai menggoes sepedanya.
Tanpa sadar ada seseorang yang mengawasi gerak gerik mereka dari kejauhan.
"Manis." Gumam seseorang itu sambil menarik ujung bibirnya.
Anak OSIS dan pasus sudah berkumpul di tengah lapangan, mereka masih menunggu kehadiran Sindi.
Pandangan Dava menyapu ke seluruh penjuru, ia meneliti sepeda sepeda yang terparkir acak di bawah beberapa pohon ketapang, Dava tidak melihat keberadaan sepeda Sindi disana, berarti Sindi belum kembali sejak pergi tadi.
Kring kring kring
Mereka semua menengok ke sumber suara, disana Sindi mengayuh sepedanya yang tampak oleng, ban sepeda belakang gembes karena tertimpa dua kardus yang berisi botol minuman, hingga Sindi tidak bisa menjaga keseimbangannya dan iya memilih melompat membiarkan sepedanya jatuh bersama dua kardus minuman.
Bruaakkk....
Mereka segera menghampiri Sindi yang keadaannya sangat baik baik saja bahkan tubuhnya tidak terkena tanah sedikitpun kecuali telapak kaki pastinya yakali Sindi melayang.
"Lu nggak papa Ci?" Tanya Chika menelisik ke arah Sindi.
Begitupun dengan yang lain, mereka menanyakan keadaan Sindi ada juga yang melihat keadaan sepeda beserta minuman botol.
"Ngga papa Alhamdulillah aman terkendali." Ucap Sindi dengan cengiran wajahnya.
"Kenapa nggak minta bantuan kita?" Tanya Dinda.
"Tadi minumnya di anter sama bapak bapaknya tapi di turuninnya di depan, gue kira gampang lah ya sana sini jadi nggak manggil kalian eh ternyata berat juga." Sindi menggaruk tengkuknya.
"Ceroboh!." Ucap Dava berjalan melewati Sindi sambil membawa satu kardus minuman.
"Apa sih." Ucap Sindi sewot, ia melihat Dava dengan ekor matanya.
"Sok kuat!." Ucap Dava lagi.
"Ck terserah, ya udah yuk dimulai aja." Sindi berjalan menuju lapangan di ikuti oleh yang lain.
"Assalamualaikum wr wb." Sindi membuka latihan pagi ini.
"Waalaikumsalam wr wb."
"Selamat pagi."
"Pagi."
"Mari kita mulai latihan pada pagi ini dengan berdoa menurut keyakinan dan kepercayaan masing masing, semoga latihan pagi ini di beri kelancaran hingga selesai, berdoa mulai." Mereka menundukkan kepala, mengucapkan doa di hati masing masing.
"Selesai, oke ke posisi masing masing buat anak OSIS stay disini." Anak pasus pergi menuju posisi mereka masing masing, Chika mendapatkan bagian pembawa bendera bersama 2 laki laki yang mengapitnya di sisi kira dan kanan.
"Formasinya dua banjar ke belakang mulai dari ketua dan wakil, lalu sekertaris dan wakil, belakangnya bendahara dan wakil, setelah itu baru seksi bidang urut dari yang paling tinggi ke yang kurang tinggi." Jelas Sindi.
"Bilang aja pendek kak." Celetuk laki laki yang satu tingkat di bawah Sindi.
"Hahaha terserah lah kalian mau nyebut apa, aku hanya nggak mau menyinggung perasaan para bocil, eh..." Sindi menampar mulutnya sendiri.
"Tenang tenang jangan berkecil hati, aku juga termasuk bocil, coba kalo bukan ketua pasti paling belakang, tapi nggak papa justru yang bocil itu imut imut gemes." Sindi mencoba memperbaiki ucapannya.
"Nah jangan meremehkan pesona bocil." Celetuk perempuan yang termasuk dalam jejeran bocil, membuat mereka tertawa dan menimpali ucapannya.
Mata Sindi sedikit menyipit karena silaunya matahari, ia lupa tidak membawa topi, tanpa sengaja ia menatap matahari membuat matanya perih seperti tertusuk, Sindi menunduk memejamkan matanya.
" Jangan menantang matahari." Ucap seseorang memasangkan sopi di kepala Sindi yang tertutup hijab instant, Sindi mendongak melihat si pelaku.
"Ngapain nih." Ucap Sindi bingung.
"Pakai aja."
"Nggak ntar ilang, gue kan ceroboh." Ucap Sindi menyindir Dava.
"Pakai aja, gue khawatir." Dava memelankan ucapannya di akhir.
"Dasar fuckboy." Ucap Sindi pelan sayangnya masih terdengar oleh Dava.
"Terserah yang lu bilang, pakai tu." Dava meninggalkan Sindi kembali ke barisan.
"Panas gaessss." Sindir Icca sambil mengibas ngibaskan kerah lehernya, perempuan berkucir kuda yang menjabat sebagai bendahara.
"Udah udah sekarang rapikan barisa." Mereka semua baris mencari posisi mereka, saling tukar menukan posisi.
"Sippp, silahkan kak Haidar menjelaskan rutenya." Haidar seksi bidang 1 yaitu upacara jadi sedikit banyak mengetahui perhitungannya.
"ISTIRAHAT DITEMPAT GRAK! Oke nanti dari sini langkah tegap maju terus di depan gawang hadapan kanan jangan henti terus aja sampai depan tiang bendera, sampai situ stop lalu hadap kiri menghadap tiang disitu kita akan di lantik, kalo sudah hadap kanan lagi melanjutkan langkah tegap, kalian tinggal mengikuti aba aba dari saya." Jelas Haidar.
"PAHAM?"
"SIAP PAHAM"
Haidar memposisikan diri di kanan barisan, mereka menunggu giliran mereka, sekarang baru pengibar bendera.
Sindi menghapus keringatnya dan membenarkan topi Dava yang iya kenakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati
like lagi
2020-09-22
2
Elsa Kurnia
ke inget smp dulu waktu pelantikan, agak mirip si ceritanya ama, good job thorr
2020-08-17
2
Rosnita Zainal Zen
ingat waktu diesempe...he he
2020-08-14
1