Chapter 1: The Memory

Seoul, 04 Maret 2013, pukul 22.30 KST.

Pria itu tak henti-hentinya memandangi kertas berwarna, penuh goresan tinta yang menciptakan dimensi berbeda. Tatapannya bergenang, mengenang sosok dalam kebahagiaan.

Bukan foto dengan senyum cantik maupun V sign yang ditampilkan gadis itu, hanya sebuah candid yang dicurinya diam-diam. Semua demi mengabadikan tatapan indah gadis si pemilik hidung kecil, yang sudah terlanjur terpatri di hatinya.

Bagaimana bila seseorang yang kau anggap cinta pertama meninggalkanmu tanpa jejak? Tepatnya menghilang! Menghilang begitu saja.

Rasa tersebut bisa kau tanyakan kepadanya. Pria bodoh yang terus hidup dalam ingatan dan kenangan tentang gadis yang tak pernah bisa dimilikinya lagi.

"Aku merindukanmu!" Setiap malam mantera mematikan itu meliliti batin hingga mencekiknya.

Ingatan lelaki ini sering sekali berlabuh pada sebuah momen lawas. Hmm, hanya beberapa momen lucu yang membuat ingatannya menjadi sangat kejam. Salah satu kenangan kesukaan pria bertubuh atletis ini adalah tiga Januari, dua tahun yang lalu.

***

Pria itu masih mengingat betul bagaimana pagi yang terasa damai mengantarkannya menuju mimpi dan cita-cita.

Di apartemen kecilnya, mata lelah yang digunakan untuk mengintip mentari itu masih sama dengan mata yang sekarang sering digunakan untuk menutupi kesedihan.

Ya, itu sebuah hari saat raut senang tergaris di wajah tampannya, menandakan ada sesuatu yang diidamkan. Wajah bahagia pria 28 tahun-an itu terlihat begitu bahagia. Ya, pria itu dilahirkan dengan rasa percaya diri.

Sebuah lagu terdengar asik menemani, pun mulai mengatur rambutnya, jas formal berwarna abu-abu tua tampak serasi di tubuhnya.

Deringan ponsel menghentikan aktivitas itu. Suara kasar seorang gadis meminta untuk segera datang. Lucunya, dengan sigap ia berkata jalanan macet, padahal dia sendiri baru saja menekan tombol lift menuju lantai dasar.

Ingatannya beralih saat tiba di tempat tujuan. Seorang gadis imut keluar dari rumah. Hanya mengenakan glitter skirt berwarna hitam, serta sneakers berwarna kekuningan, dengan rambut yang dikuncir ke kanan, membuat penampilannya sangat kontras. Berbeda jauh dengan pria yang tengah menungguinya ini.

Sang pria begitu terkejut kala melihat penampilan itu dan mengelilingi gadis tadi dengan tatapan aneh, sekaligus menyesal.

"Kenapa? Apa ada yang salah?" Ia memerhatikan pria di depannya kini. "Oh! Kenapa kau memakai setelan jas? Apa kau tidak kedinginan?" ucapnya sembari menyentuh sweeter putih yang menyelimuti tubuh mungilnya.

"Bukankah hari ini kita akan makan malam berdua?"

"Hey ... makan malam? Pagi-pagi begini kau sudah berencana untuk makan malam! Apa kau tidak waras?"

"Aku pikir kau sudah mempersiapkan sesuatu untukku, jadi--"

"Kak Min Joon, apa kau sudah gila ...? Ckckck! Hari ini kita akan bertemu dengan kakakku di rumah sakit! Apa kau tidak ingat? Huh," seru gadis itu mengingatkan.

"Kakakmu? Apa? Astaga! Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya? Maaf!"

***

Usai perdebatan tak berarti keduanya pun pergi. Sempat singgah sebentar di pom bensin dan mampir di minimarket terdekat. Mereka pun tiba di rumah sakit, bukan menyetir yang membuat pria yang dipanggil Min Joon itu kelelahan, melainkan membujuk gadis yang duduk di jok sebelah agar tak cemberut terus-menerus.

Mereka pun berjalan agak berjauhan menuju sebuah ruangan tepat di bahu jalan. Dalam kamar, tampak sosok lelaki berbaju hitam, badannya cukup tinggi, kulitnya tak seputih Min Joon. Meskipun sedang merapihkan barang-barangnya, ia tetap tampil berkarisma. Mata cokelatnya mengagumkan.

Mereka saling menyapa, tak begitu akrab memang. Meskipun Min Joon bersikap santai, tak bisa dipungkiri lelaki di hadapannya terlalu dingin untuk dipanggil kakak ipar.

"Aaaah! Sun Wo, apa kau tahu hari apa ini?" tanya Min Joon mencoba mencairkan suasana.

"Ya! Ini hari minggu! Kenapa?" jawabnya santai.

Belum selesai ramah tamah itu. "Permisi ...! Ini hari senin, Kakakku sayang!" sela Jin Hee.

"Aah benarkah?" Sun Woo hanya memberi tatapan yang membuat Min Joon tak nyaman berada di sisinya.

Jin Hee pun memutuskan meninggalkan mereka berdua, kata gadis berambut panjang itu, ia harus mengurus adminstrasi rumah sakit. Adik yang baik, tentu saja calon istri yang baik.

***

Teman adalah orang terbaik yang menjadi pilihan manusia dalam berinteraksi. Sedangkan sahabat adalah teman terbaik yang menjadi pilihan dalam berkarakter. Itu menjadikan teman dan sahabat adalah dua hal yang berbeda.

Teman baik yang dulu begitu dekat itu, kini menjadi kurang begitu akur, karena Lim Sun Woo kurang merestui hubungan Min Joon dan adiknya.

***

Bagaimana bisa Min Joon melupakan tanggal berarti dalam hidupnya itu? Setelah menghindari Jin Hee, pada akhirnya Sun Woo menjebak Min Joon dan membawanya ke sebuah tempat yang tak pernah didatangi sebelumnya.

Gudang tua dengan banyak pintu yang telah usang dan dinding tua yang tidak kokoh, terlihat jelas pula di jendelanya terdapat bekas air yang mengering. Min Joon masih mampu mengingat aura tempat itu dengan sangat jelas.

Mata sipit tanpa double eyelid terus menatap Min Joon hari itu, momen itu takkan menghilang dari ruang penyimpanan di kepalanya. Mungkin juga di kepala Sun Woo, jika lelaki bertubuh gagah itu masih hidup.

Selain Sun Woo, ada sosok pria berkemeja garis-garis merah-hitam yang berjalan menghampiri Min Joon, dengan bayangan matahari yang sedikit memudar dari kaca jendela di musim dingin, membuat pria itu terlihat keren.

Min Joon yang saat itu kebingungan hanya bisa diam melihat temannya bersama dengan calon kakak ipar. Meskipun Min Joon dan mereka adalah teman, tetapi tetap saja hal ini terasa begitu aneh.

"Kau sudah datang? Park Min Joon?" ujar lelaki berkulit putih sambil mengulurkan jemarinya.

Min Joon menanggapi seolah tak terjadi apapun. Sun Woo menepis ramah tamah mereka, dia sudah tahu betul apa yang sebenarnya terjadi di antara Min Joon dan pria itu.

Usai percakapan panjang, Min Joon mengerti. Rupanya ini tentang perdebatan yang Min Joon dan pria itu lakukan beberapa hari lalu. Percakapan di mana lelaki itu juga memiliki perasaan yang sama dan mencintai Jin Hee.

"Kau tahu, aku sudah lelah menentang hubungan kalian, aku juga sudah sangat lelah harus berpura-pura menerima dirimu sepenuh hati, di hadapannya. Tinggalkan Jin Hee!" Sun Woo menyerangnya.

"Lim Sun Woo?"

"Hentikan semua ini. Tinggalkan Jin Hee! Kumohon!" abai Sun Woo memaksa.

"Tapi, kenapa? Apa kau tidak bisa menerimaku sebagai orang yang akan menjaganya?"

"Maaf! Jika harus memilih, aku lebih memilih Dong Soo sebagai calon adik iparku dibandingkan kau. Pecundang!" ungkapnya membuat Min Joon terkejut.

Min Joon terpukul, bagaimana bisa Sun Woo melukai perasaannya dengan cara kekanakan seperti ini? Namun, itu benar.

'Bagaimana bisa ia memberikan adik semata wayangnya kepadaku? Sedangkan di sini ada pria mapan bernama Lee Dong Soo yang jelas-jelas tampak lebih baik dan menjanjinkan daripada aku,' batin Min Joon meremuk.

Plaaak!!!

Sesuatu jatuh ke lantai memecah kebekuan selama beberapa detik. Balok panjang dengan ukuran tidak terlalu tebal tergeletak pasrah di sebelah Min Joon, seakan memanggilnya. Dengan mata berapi Sun Woo menginginkan perkelahian. Min Joon merasa tak seharusnya berada dalam situasi yang kacau seperti ini.

"Ambil!" teriak Sun Woo menantang Min Joon.

***

Bersambung

Terpopuler

Comments

Nurwahidah Bi

Nurwahidah Bi

up...

2021-02-13

0

Naanda Daru

Naanda Daru

Haii

2021-01-30

0

Rasa Sayange

Rasa Sayange

Belum apa-apa udah ada kenangan aja

2021-01-19

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 46 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!