Bab 3

Dari balik pintu yang sedikit terkuak, Dewa serta pengacara Ahmad Hartono melihat kemunculan seraut wajah yang tak asing bagi mereka. "Om Edo" sapa Dewa, menyongsong kedatangan adik bungsu ibunya. "Apa kabar, Om?" tanyanya menyalami Edo,sambil mencium punggung tangan pamannya dengan takzim.

"Kabar Om baik, hanya Tania gak bisa melayat karena istrinya Andrew baru melahirkan" jawab Edo, menepuk-nepuk bahu Dewa pelan. "Om sekeluarga, turut berdukacita dengan meninggalnya ibu mu. Rasanya sedih sekali, kakak sekaligus sahabat terbaik yang Om punya sudah mendahului."

"iya Om. Aku juga menyesal, di hari-hari terakhir hidupnya gak ada buat beliau" ucap Dewa, dengan wajah tertunduk.

"Sudahlah, semua sudah terjadi. Cukup sedihnya jangan berlebihan, tokh beliau sudah selesai dengan tugasnya di dunia" Ahmad Hartono memberi petuah bijak, pada Dewa yang sedang berduka. Lalu pandangannya beralih menatap Edo, serta mengajak bersalaman. "Lama kita tidak berjumpa, ya" ucapnya mengalihkan suasana melankolis, yang tengah menyelimuti ruang kerja itu.

"Ya, sekitar dua atau tiga tahun lalu" jawab Edo, menerima jabat tangan Ahmad.

"Mari, silahkan duduk. Kita bicarakan sesuatu yang penting. Mungkin anda hanya mendengar sepenggal percakapan kami, sehingga bisa menimbulkan persepsi lain" tutur Ahmad, menunjuk dengan tangannya kearah seperangkat sofa yang terdapat di situ.

Mereka bertiga duduk saling berhadapan, kemudian Ahmad sebagai pengacara menerangkan tentang pembicaraan tadi. "Seperti yang anda tau, selama ini Dewa telah ditunangkan dengan Lintang. Tetapi Dewa sudah menolaknya, karena baginya Lintang adalah adiknya. Namun wasiat terakhir nyonya Rahayu, ingin Dewa segera menikahi Lintang sebagai syarat pengambilan hak waris. Dan itu sudah terjadi dihadapan beliau, sebelum menghembuskan nafasnya."

"Kenapa bisa begitu? Ini jaman modern bukan, bukannya jaman Siti Nurbaya. Bukankah namanya pemaksaan kehendak? Sudah tau Dewa memiliki kekasih, yang akan dinikahinya satu hari nanti" Edo sedikit meradang, mendengar keterangan Ahmad. "Makanya saya menolak, bila Dewa harus memutuskan hubungan dengan Haruna."

"Betul Om, di sini aku gak ada suara sama sekali. Ketika memutuskan untuk menikahkan kami, ibu dalam keadaan sakit. Jadi mungkin saja, fikiran beliau sudah tidak normal" ujar Dewa, menimpali perkataan Om Edo.

Ahmad tersenyum memandang ke duanya, ia terlihat tidak berpengaruh dengan opini mereka. "Boleh saja kalian berpendapat seperti itu, tetapi wasiat ini di buat ketika nyonya Rahayu dalam keadaan sehat walafiat."

"Oke, saya percaya. Tetapi heran juga dengan sikap kakak ku, begitu percaya dengan gadis kecil itu. Apa yang harusnya menjadi hak Dewa, mesti didapat dengan cara pernikahan? Benar-benar tidak adil buat mu, Dewa" Ahmad menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu keluar dari ruangan. "Saya permisi dulu!" Edo gegas beranjak dari kursinya, untuk mengurus semua keperluan pemakaman kakak tercintanya.

Sepeninggal Edo kembali ruangan menjadi hening, dua orang dewasa terduduk dengan fikirannya masing-masing.

"Iya Om, memang rasanya gak adil. Semua omongan Om Edo masuk akal, apakah aku akan selamanya terbelenggu dalam perjanjian konyol ini?" tanya Dewa, memecah kebisuan diantara mereka.

"Nanti akan tiba waktunya, semua akan terjawab. Ini ada buku harian ibu mu, yang akan Om berikan setelah seratus hari kematian beliau. Di buku ini, akan kamu jumpai hal-hal yang mungkin akan mengejutkan." Om Ahmad mengeluarkan sebuah buku harian bersampul warna hitam, kemudian memperlihatkan pada Dewa.

"Boleh aku memegangnya, Om?"

"Silahkan, hanya memegang" di sodorkan buku itu oleh Ahmad, disertai peringatan.

Di peluk erat buku harian peninggalan sang bunda, tercium wangi parfum kesukaan beliau semasa hidup. Ah, serasa masih ada kehadirannya. 'Ibu aku rindu, hangatnya peluk mu' bisik lirih Dewa, sambil mencium diary itu dan memeluknya di dada.

"Tok...tok...tok!" ketukan pintu terdengar mengalihkan atensi Dewa serta Ahmad.

"Masuk!" seru Dewa, menyerahkan kembali buku harian ibunya pada sang pengacara.

"Maaf, apakah saya mengganggu?"

****

Pemakaman telah selesai, para pelayat sudah pergi dengan meninggalkan duka yang mendalam bagi yang ditinggalkannya. Lintang terpekur menatap tanah basah, yang ditaburi bunga beraneka warna. Sambil memegang nisan, ia berdoa dan meminta pada Allah SWT kiranya mengampuni semua dosa-dosa nyonya Rahayu dan diterangkan jalan menuju surga-Nya.

Hujan turun rintik-rintik menambah kesan pilu, bagi seorang wanita yang berdiri tidak jauh dari pemakaman. Tatapan sendunya, menyiratkan kedukaan yang teramat mendalam. Perlahan ia mendatangi tempat Lintang bersimpuh, lalu memegang pundak gadis muda itu. "Lintang, ayo kita pulang" ajaknya. "Hujan semakin deras, gak baik terus di sini sementara yang lain sudah kembali pulang" lanjutnya kembali.

"Tante siapa, ya?" Lintang bertanya sambil menatap wanita dewasa itu lekat, yang ikut berjongkok di sisinya.

"Saya Rosa, sahabat ibu Rahayu" jawabnya tersenyum simpul, kemudian menarik siku tangan Lintang.

Lintang mengikuti langkah wanita ayu itu, setelah sebelumnya mengecup nisan nyonya Rahayu singkat. Mereka berdua berjalan beriringan dengan payung hitam, melindungi kepala dari gerimis yang menerpa. Telah menunggu sebuah mobil mewah,yang terbuka bagian depannya begitu mereka tiba. "Pak Umar, sebelum pulang kita antar dulu Lintang" sapa Rosa pada sopirnya, yang terlihat membuka pintu bagian belakang.

"Baik nyonya."

Segera kendaraan beroda empat itu melaju, begitu sang tuan sudah masuk ke dalam kursi bagian penumpang.

"Tante, berapa lama tidak bersua dengan ibu? Karena semua teman beliau, pasti saya tau."

"Tante memang baru kembali dari Ausie, setelah lima tahu bermukim di sana. Kami putus kontak, karena waktu itu hape Tante hilang dalam perjalanan menuju bandara."

"Lalu Tante tau dari siapa, kalo ibu sudah berpulang?"

"Dari pengacara ibu mu, Ahmad Hartono..."

"Katanya sudah putus kontak, lalu bagaimana bisa dengan cepat datang ke pemakaman ibu?" tanya Lintang, memotong ucapan Tante Rosa.

"Sebenarnya Tante sudah seminggu ini, berada di Indonesia. Ingin menyambung tali silaturahmi dengan sahabat-sahabat yang lain, lalu menghubungi Ahmad dan mendapat kabar mengejutkan bahwa teman baik saya tengah di rawat di RS."

"Kapan Tante datang menjenguk ibu?"

"Tadi siang Tante berkunjung ke bangsal tempat ibu mu dirawat, tetapi terlambat. Rahayu sudah berpulang, tanpa sempat Tante minta maaf"ungkapnya penuh penyesalan.

Suasana dalam mobil menjadi hening, yang terdengar hanya suara-suara kendaraan yang berseliweran di jalan. Lintang maupun Tante Rosa, hanyut dalam pikiran masing-masing. Ketika Pak Umar memberitahu telah tiba di tempat tujuan, mereka baru tersadar.

"Maaf nyonya, kita sudah sampai" ucap Pak Umar pelan.

"Oh ya, makasih Pak Umar" Tante Rosa mengeluarkan gawainya, lalu meminta nomor WhatsApp Lintang. "Boleh Tante minta nomor Lintang, yang sewaktu-waktu bisa di hubungi? Barangkali kamu butuh bantuan, atau ingin curhat tentang segala hal?"

"Iya Tan, ini nomornya" Lintang menyebutkan nomor hpnya, dan segera di catat Tante Rosa. "Tante, gak mampir dulu?"

"Lain kali aja. Takutnya, anak Tante sudah pulang dari kerjaannya" tolaknya halus.

"Bye Tan, thanks buat tumpangannya."

"Sama-sama sayang."

Mobil melesat meninggalkan Lintang yang masih berdiri mematung, hingga kendaraan itu hilang di kejauhan. "Wah baru sehari ibu berpulang, sudah mendapat mangsa yang empuk nih!" suara sarkas itu terdengar di telinga Lintang. Haruna berdiri sambil berkacak pinggang.

"Jangan sirik aja bisanya, buktikan kebenarannya. Jangan menilai orang, dari ukuran baju yang kau pakai!" Telak balasan Lintang, untuk perempuan gatal itu.

"Kau mulai berani melawan!" jemari berkutek merah menyala itu menunjuk wajah Lintang marah.

"Aduh hati-hati Mbak, tuh kerutan udah muncul di kening juga pipi" Lintang menepis telunjuk yang masih teracung, lalu masuk tanpa menoleh lagi.

"What?! Hei tunggu, ******!"

"****** teriak ******, ngaca dong. Siapa di sini ****** yang sesungguhnya?" tanya Lintang membalik keadaan.

"Argh...Lintang!"

****

Terpopuler

Comments

Mawar_Jingga

Mawar_Jingga

halo kak aku mampir nih
mampir kembali ya "sepotong sayap patah" mari saling mendukung🤗🤗

2023-09-22

2

Matilda

Matilda

Terus berkarya thor, kelezatan bacaannya bikin ketagihan!

2023-07-27

1

Tít láo

Tít láo

Pokoknya karya ini singkatnya kereeeeen banget! Makasih author sudah membuat karya yang luar biasa😄

2023-07-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!