Sesampainya di kamar, aku menutup dan mengunci pintu rapat-rapat. Ku hempaskan tubuh ku diatas kasur, lama ku pejamkan mata dengan air mata yang kembali mengalir deras dengan sendirinya.
Kembali terngiang-ngiang di telinga ku suara Ammar. Ucapan tiap ucapan, tingkah laku nya di kampus, sampai akhirnya terbayang kembali ketika bermesraan dengannya di kamar.
Reflek bibir ini tersenyum, kemudian tertawa dengan paksa. Aku sedang menertawakan diriku sendiri saat ini.
Betapa aku sangat terlihat bodoh, benar-benar bodoh dengan gampang nya percaya begitu saja, bahkan mengingat apa yang sudah kami pernah lakukan, bercumbu mesra kelewat batas aku ingin muntah. aku merasa jijik pada diri ku sendiri !!!
Huh, kenapa malam ini ku rasa begitu panjang?Cepatlah berakhir. Agar semua kelelahan hati ku saat ini, berakhir pula.
Ku lirik jam di dinding sudah menunjukkan pukul 00.00 Wita. Aku masih tidak bisa memejamkan mata dengan nyenyak, menenggelamkan pikiranku bersama mimpi yang lelap.
Aku mencoba bangkit berjalan menuju jendela kamar dan membukanya, berdiri di teras atas depan kamar. Ku tengadahkan wajah ku ke atas, ku pandangi langit-langit malam. Bahkan ribuan bintang tak terlihat satupun sinarnya menyinari, langit terlihat begitu gelap. Hanya lampu-lampu di jalanan perkotaan ini sedikit menghiasi langit.
Apakah mendung malam ini? Kenapa tak satupun bintang kelap kelip menghiasi langit malam?
Tanya ku dalam hati.
Seolah kebetulan mereka bersamaan menjauhiku malam ini.
Dan benar saja..
Rintikan hujan mulai turun satu persatu. Ku tengadahkan tangan menangkap tiap rintikan hujan yang jatuh dari langit.
Sejuk, dingin hingga terasa menusuk tulangku. Semakin membuat lara di hati ku, Oh tuhan.. Kenapa hujan ini turun di saat hati ku sedang pilu. Ini tidak adil !!!
Pov Ammar
Disebuah hotel mewah, Ammar memasuki kamar yang sudah di pesannya untuk menginap malam ini saja.
Sesampainya di dalam kamar, Ia memukul-mukul meninju dinding tembok tiada hentinya hingga darah mulai merembes keluar dari tulang belulang jemarinya.
Fanny, ku mohon percaya lah pada ku. Kenapa kau begitu egois, aku hanya meminta mu memberiku sedikit waktu untuk berpikir bagaimana untuk putus dari genggaman Nayla yang terus saja menggoda ku. Dan jujur, aku tidak bisa menahan diri.
Wajah Nayla, sikap dewasa nya, tutur kata manjanya, tatapan mata nya, cara berpikirnya, dan semuanya. Semua yang ada pada diri Nayla mengingatkan ku pada Eliez mantan ku.
Wanita yang pernah ku cintai setengah mati, namun ia meninggalkan ku begitu saja tanpa alasan yang pasti.
Sudah begitu lama aku menutup hati untuk tidak mencintai seorang wanita lagi. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mu Fanny.
Sikap mu yang selalu ceria dan manja, aku suka. Kau yang kadang masih bersikap manis seperti anak kecil membuatku gemas, hingga aku kembali jatuh cinta.
Tapi setelah aku mengenal Nayla hati ku mulai gampang goyah. Namun tak sedikitpun aku berusaha untuk pergi darimu Fanny.
Aaaaaaarght !!!
Fanny, kau...
Aku tidak akan pernah melepaskan mu apapun caranya.
Tapi siapa? Siapa yang telah berani mencuri rekaman itu dan menyampaikannya pada Fanny?
Semua berantakan karena ulah orang itu.
Ammar mencoba mengingat-ingat sesuatu.
Mungkinkah.. Farel? Ah tidak-tidak. Itu tidak mungkin, Tapi Farel memang sering menggunakan ponsel ku untuk bermain game.
Jika benar demikian, dia harus bertanggung jawab akan hal ini. Hanya sedikit, tinggal sedikit saja Fanny akan menjadi milikku selamanya.
Ammar bergumam dalam hati dengan ancamannya.
**************♡-♡*************
Tok tok tok...
Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Aku membuka mata dengan pelan, lalu mencoba beranjak dari rasa malas di tubuh ku ini.
Tapi entah kenapa, tiba-tiba aku merasakan pening yang hebat di kepala ku. Terasa berputar-putar seisi kamar.
Dengan susah payah aku meraih gagang pintu dengan sedikit mata terpejam dan rambut acak-acakan gak karuan.
" Sayang, ayo makan dulu. Kau bangun kesiangan hari ini, ini sudah jam 10 pagi. Padahal bunda sudah tiga kali membangunkan mu, tapi kau tetap tidak membukakan pintu. Bunda sudah buat nasi goreng kesukaan mu loh. " Ucap ibu.
" Duh gak dulu deh bund, Fanny gak sarapan aja ya. Kepala Fanny pening banget Bunda. Fanny lanjutin tidur aja lagi ya," Jawab ku dengan sedikit meringis memegang kepala ku.
" Wajah mu pucat sayang, apakah kau sakit Nak? " Tanya ibu sembari menempelkan tangannya di keningku.
" Astaga tuhan, panas sekali nak. Kau demam. Sebentar ya, kau tiduran saja dulu bunda panggil ayah, kita ke dokter ya setelah ini." Ibu memapahku menuju kasur dengan rasa khawatir kemudian berlari menuju ruang tamu di bawah mencari dan memanggil ayah.
Rasanya aku sudah tidak punya tenaga, sangat berat ku rasa tubuh dan kepala ku ini. Kenapa begitu sakit dan lemah sekujur tubuh ku, apakah aku akan segera mati?
Pikiranku mulai runyam.
Beberapa menit kemudian ku dengar suara ayah dan ibu sudah panik dan heboh saling sahut-sahutan.
" Fanny, kau bagaimana mungkin bisa demam dadakan begini?" Tanya ayah dengan panik.
Aku hanya menggelengkan kepala dengan memejamkan mata menanggapinya.
" Suami ku, ayo kita bawa Fanny segera ke dokter. Jangan di introgasi dulu dong ah, anak kita lagi demam ini. " jawab ibu mulai cerewet.
Oh ya ampun, resiko anak tunggal ya.. Apa harus ribut begitu hanya karena aku terkena demam saja?Heran deh ah..
Aku mulai kesal ku dalam hati.
Lalu ayah dan ibu memapahku berjalan pelan menuruni tangga satu demi satu. Hingga tiba diruang bawah Ayah bergegas menuju mobil terlebih dahulu sedang ibu masih memapahku berdiri.
Dalam perjalanan, Aku terus memejamkan mata meringis menahan rasa sakit di sekujur tubuh ku di tambah lagi rasa pening di kepala yang teramat pusing berat. Dan entah kenapa serta darimana asalnya tiba-tiba tercium wangi parfum khas dari tubuh Ammar.
Seketika aku membuka mata dan melihat sekeliling, ku lihat hanya ada ayah di depan jadi sopir.
Aaaakh. . . ada apa dengan ku?
Sudah lah Fanny, kau jangan lagi mengharapkan kehadiran Ammar di sisi mu saat ini. Hati ku terus meracuni pikiran ku untuk segera melupakan Ammar. Padahal kenyataannya, kami belum putus. dan aku masih sangat mencintainya.
" Ada apa sayang? kenapa kau terlihat sedang mencari-cari sesuatu. Tahan lah sebentar, kita sudah mau sampai. " ucap ibu yang kemudian aku hanya tersenyum paksa tanpa menjawab nya dengan kata-kata.
Tiba di sebuah klinik besar, tempat biasa aku dan kedua orang tua ku menjadikannya tempat pelarian ketika salah satu dari kami sakit.
Aku berjalan dengan sangat pelan, di bopong oleh ayah dan ibu. Karena kepala ku ini benar-benar sangat berat ku rasa.
Melewati di ruang apotek, kami tidak sengaja bertemu ibu nya Nayla bersama Aril adik Nayla yang paling kecil.
" Hey, Miya. Ya ampun akhirnya kita ketemu disini. Aku baru saja mau menelpon mu, menanyakan kabar. Lama kau tidak hadir di arisan loh." sapa ibu nya Nayla pada ibu ku.
" oh Hey Rahma. Hahaha iya nih belakangan ini aku sedang ada kesibukan jadi tidak bisa hadir sementara ". Jawab ibu ku dengan ramah.
Aku hanya terdiam sedikit kesal melihat ibu Nayla, padahal beliau tidak salah apa-apa. Iya kan? Sementara ayah menuju meja receptionis lebih dulu.
" Lalu Siapa yang sakit? " Tanya ibu Nayla kemudian.
" Ini si fanny, tiba-tiba saja demam. " Jawab ibu memeluk ku, aku tersenyum kecut menyapa ibu Nayla.
" Oh astaga, semoga cepat sehat ya. Ini kebetulan aku juga lagi nebus obat untuk Nayla. Dia sedikit flu dan batuk. " Jelasnya kemudian.
" Oh ya, semoga Nayla cepat pulih ya. Sekali-kali dong kita ngadain arisan dirumah ku. Kan pada belum tau kan alamat rumah yang ku tempati sekarang ini?". Jawab ibu berbincang asyik dengan ibu Nayla.
Kemudian aku tertegun dengan yang di tuturkan oleh adik Nayla, Aril.
" Mama, ayo cepat pulang. Aril mau cepet - cepet main bareng om Ammar." Rengeknya manja.
Degh !!!
A,ammar? Aril menyebut nama Ammar. Apa aku tidak salah dengar? Pagi-pagi Ammar sudah dirumah Nayla?
Dasar brengsek, umpat ku dalam hati.
" Aduh iya iya ayo kita pulang sekarang." jawab ibu Nayla kemudian berpamit dan cipika cipiki dengan ibu ku.
Entah ibu ku tidak menyadari nama yang di sebut oleh adik Nayla, atau malah tidak mendengarnya. Karena ibu mengabaikannya begitu saja, yang kembali memapahku berjalan menuju ruang dokter. Ayah sudah melambaikan tangan memberi isyarat agar kami cepat bertemu dokter.
Kepala ku rasanya semakin berat sampai mau meledak rasanya.
'om Ammar om Ammar'. Panggilan itu terus terngiang-ngiang di telinga ku.
Aaaaaaaarght...
Aku ingin teriak rasanya !!!
Mungkinkah Ammar datang menemui Nayla pagi ini hanya karena mendengar nayla kurang enak badan?segitunya? Lalu aku saat ini, bagaimana???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Runengsih
sumpah gw benci dan muak bgt Ama si ammar
2022-06-04
0
Levi Handayani
amaaaarrrrr auto timpuk pkek beton
2020-12-03
1
Puspita Andara Geralldin🙆🔪
Di kira cewek gk punya hati y_=
2020-10-18
1